Minggu, 11 November 1990---Hari ini di Tokyo, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan PM Toshiki Kaifu, sementara Menteri Luar Negeri Ali Alatas melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negari Nakayama. Pembicaraan antara Presiden Soeharto dengan PM Kaifu tidak hanya menyangkut masalah bilateral, melainkan juga masalah-masalah regional dan internasional.
Kepada PM Kaifu, Presiden Soeharto menguraikan tentang bagaimana pentingnya hubungan antara Indonesia dan Jepang sejak pemerintahan Orde Baru. Dikemukakan oleh Presiden bahwa ketika itu PM Sato meminta jaminan Indonesia untuk terus mensuplai energi minyak maupun gas alam kepada Jepang, Indonesia untuk memenuhinya, hingga kini Indonesia selalu memenuhi janjinya.
Kepada PM Kaifu, Presiden Soeharto mengemukakan tentang utang luar Negeri Indonesia yang tahun ini mengalami peningkatan beban pembayaran sebesar US$1,8 miliar, sebagai akibat apresiasi mata uang asing, terutama mata uang Yen, terhadap dollar Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, sebesar US$1,2 miliar harus dibayar kepada Jepang. Untuk itu pemerintah Indonesia memerlukan bantuan khusus, karena tambahan pendapatan dari kenaikan harga minyak bumi, akibat Krisis Teluk, masih lebih kecil dibanding dengan peningkatan pembayaran utang luar negeri.
Bantuan khusus ini merupakan pinjaman mata uang asing yang bisa dikonversikan kedalam rupiah sebagai dana pendamping pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Dikatakan oleh Presiden bahwa jika Indonesia tidak mendapat bantuan khusus itu, maka Indonesia terpaksa harus menggunakan dana tabungannya untuk membayar utang. Dan apabila ini terjadi, maka tidak ada lagi dana untuk melanjutkan pembangunan. Jadi menurut Presiden, jika Jepang tidak dapat memberikan bantuan khusus kepada Indonesia dengan pertimbangan bahwa negara lain akan merasa iri, maka usul lainnya ialah agar tambahan uang akibat apresiasi Yen itu ditahan di Indonesia saja sebagai pinjaman lunak. Artinya uang itu tidak akan dibayarkan kepada Jepang.
Dalam pembicaraan dengan PM Kaifu itu, Presiden juga meminta agar perusahaan penerbangan JAL menggunakan haknya untuk terbang ke Indonesia sesuai dengan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Garuda. Seperti diketahui Garuda melakukan 12 kali penerbangan ke Jepang setiap minggu, sedangkan JAL hanya 5 kali.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo
Kepada PM Kaifu, Presiden Soeharto menguraikan tentang bagaimana pentingnya hubungan antara Indonesia dan Jepang sejak pemerintahan Orde Baru. Dikemukakan oleh Presiden bahwa ketika itu PM Sato meminta jaminan Indonesia untuk terus mensuplai energi minyak maupun gas alam kepada Jepang, Indonesia untuk memenuhinya, hingga kini Indonesia selalu memenuhi janjinya.
Kepada PM Kaifu, Presiden Soeharto mengemukakan tentang utang luar Negeri Indonesia yang tahun ini mengalami peningkatan beban pembayaran sebesar US$1,8 miliar, sebagai akibat apresiasi mata uang asing, terutama mata uang Yen, terhadap dollar Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, sebesar US$1,2 miliar harus dibayar kepada Jepang. Untuk itu pemerintah Indonesia memerlukan bantuan khusus, karena tambahan pendapatan dari kenaikan harga minyak bumi, akibat Krisis Teluk, masih lebih kecil dibanding dengan peningkatan pembayaran utang luar negeri.
Bantuan khusus ini merupakan pinjaman mata uang asing yang bisa dikonversikan kedalam rupiah sebagai dana pendamping pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Dikatakan oleh Presiden bahwa jika Indonesia tidak mendapat bantuan khusus itu, maka Indonesia terpaksa harus menggunakan dana tabungannya untuk membayar utang. Dan apabila ini terjadi, maka tidak ada lagi dana untuk melanjutkan pembangunan. Jadi menurut Presiden, jika Jepang tidak dapat memberikan bantuan khusus kepada Indonesia dengan pertimbangan bahwa negara lain akan merasa iri, maka usul lainnya ialah agar tambahan uang akibat apresiasi Yen itu ditahan di Indonesia saja sebagai pinjaman lunak. Artinya uang itu tidak akan dibayarkan kepada Jepang.
Dalam pembicaraan dengan PM Kaifu itu, Presiden juga meminta agar perusahaan penerbangan JAL menggunakan haknya untuk terbang ke Indonesia sesuai dengan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Garuda. Seperti diketahui Garuda melakukan 12 kali penerbangan ke Jepang setiap minggu, sedangkan JAL hanya 5 kali.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo