Senin, 8 November 1965
Menpangad Letjen. Soeharto hari ini menerima kedatangan kaum ibu yang menyampaikan sebuah resolusi. Dalam sambutannya, yang diucapkan di atas sebuah Panser di halaman Kostrad, Jenderal Soeharto menyatakan bahwa dalam pemulihan keamanan akibat petualangan kaum kontrev G-30-S/PKI, kaum ibu mempunyai peranan yang penting. Tanpa ikut sertanya kaum ibu, pemulihan keamanan tidak akan dapat dilaksanakan secepatnya. Ia juga mengatakan bahwa masalah pengembalian keamanan tidak hanya menjadi tugas ABRI saja, melainkan juga tugas dari seluruh masyarakat, karena masyarakat dan ABRI ibarat air dengan ikan. Tanpa air, ikan tak dapat hidup, begitu pula halnya dengan ABRI yang tidak dapat hidup tanpa rakyat.
Jenderal Soeharto memesankan agar para wanita tidak meninggalkan kepribadian kita, seperti apa yang telah dilakukan oleh Gerwani. Ia meminta kepada kaum ibu agar dengan segera mengambil-alih usaha-usaha sosial yang banyak dipegang oleh Gerwani.
Jum’at, 8 November 1968
Jum’at, 8 November 1968
Dalam rangka memperlancar pengumpulan zakat, seperti yang telah diserukan oleh Presiden Soeharto pada peringatan Israk Mikraj Nabi Muhammad SAW beberapa waktu yang lalu, maka telah dikeluarkan pengumuman Presiden RI No. 1 tahun 1968. Dalam pengumuman tersebut dijelaskan bahwa masyarakat dapat mengirimkan zakat, derma atau sedekahnya kepada Presiden Soeharto pribadi dengan cara atau melalui : 1. Kapten Bustomi, dengan alamat Jalan Merdeka Barat No. 15; 2. Pos wesel, dialamatkan kepada Jenderal TNI Soeharto, Presiden RI, Jakarta; 3. Rekening giro pos dan dinas giro dan cheque pos, dimasukkan pada rekening zakat c.q. Jenderal TNI Soeharto nomor A 10.000; 4. Rekening zakat c.q. Jenderal TNI Soeharto pada bank-bank : BNI Unit I, Eksim nomor 77777, BNI Unit II nomor 39z, BNI Unit III nomor I. 13.000, BDN nomor R 15, Bapindo nomor 185.
Sabtu, 8 November 1969
Sabtu, 8 November 1969
Pagi ini Presiden Soeharto membuka secara resmi pabrik obat milik PT Dumex yang terletak di dekat perbatasan Jakarta-Bogor. Pabrik obat ini adalah hasil penanaman modal perusahaan yang berasal dari Denmark. Dalam amanatnya Presiden menegaskan bahwa penanaman modal asing di bidang industri disamping memungkinkan penghematan devisa, juga menjadi pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan mutu dari industri nasional. Menyinggung soal industri farmasi Presiden menegaskan bahwa yang terpenting bukanlah semata-mata dapat menyediakan perbekalan farmasi yang cukup dan bermutu tinggi, tetapi juga harus dengan tingkat harga yang terbeli oleh sebagian besar rakyat.
Kamis, 8 November 1973
Kamis, 8 November 1973
Presiden Soeharto berpendapat bahwa kerjasama antara negara-negara ASEAN adalah penting. Oleh karena itu ia mengharapkan agar kerjasama itu tidak hanya terbatas pada tingkat pemerintahan saja, melainkan juga meliputi wakil-wakil rakyat. Demikian disampaikan Kepala Negara kepada delegasi Parlemen Singapura yang mengunjunginya pagi ini di Istana Merdeka.
Sabtu, 8 November 1975
Presiden Soeharto menegaskan pemerintah hanya mendorong, dan sama sekali tidak memerintahkan diadakannya musyawarah antar umat beragama. Sebab, menurut Presiden jika Pemerintah memerintahkan diselenggarakannya musyawarah antar umat beragama itu, maka pemerintah akan disebut diktator. Oleh karena itu pemerintah tidak akan memerintahkannya, hanya ingin mendorong saja. Demikian dikatakan Kepala Negara dalam pertemuan pengurus MAWI ( Majelis Agung Wali Gereja Indonesia ) yang dipimpin oleh Kardinal Dharmoyuwono di Istana Merdeka pagi ini.
Siang ini di tempat yang sama, Presiden juga menerima pimpinan DGI yang terdiri atas Abenio, TB Simatupang, Ch. Dr. SAE Nababan, Dr. R Soedarmo, Pdt Trimodo Rumpoko, Ny Pdt Dharma Angkuw, dan Sugiasman. Kepada Kepala Negara, pimpinan Dewan Gereja-gereja di Indonesia itu melaporkan tentang penyelenggaraan sidang raya DGI yang menurut rencana akan diadakan di salatiga pada tanggal 1-12 Juli tahun depan. Dalam hubungan ini, pimpinan DGI mengundang Presiden untuk menghadiri pembukaan sidang raya tersebut. Undangan tersebut disambut baik oleh Presiden yang juga mengharapkan agar sidang raya itu dapat mengusahakan penggalangan persatuan dan kesatuan bangsa.
Selasa, 8 November 1977
Selasa, 8 November 1977
Menteri PUTL, Ir. Sutami mengungkapkan bahwa Presiden Soeharto memerintahkan untuk melakukan usaha-usaha agar tarif listrik dapat dilakukan seminim mungkin. Hal ini dikemukakan Sutami ketika mengadakan rapat kerja dengan Komisi V DPR yang dipimpin Ketua Komisi V, Ir. Rachmat Witolear, hari ini Sutami menjelaskan pula bahwa ada beberapa orang berpendapat bahwa listrik di pedesaan belum begitu penting. Namun Menteri Sutami telah berkonsultasi langsung dengan Presiden Soeharto, dan mengenai masalah ini sebanyak-banyaknya harus mendapat listrik. Bahkan dikatakannya, kalau perlu satu rumah satu bola lampu.
PN Garam telah membeli 60.000 ton garam dari petani garam di Pulau Jawa dan Madura sejak dikeluarkannya keputusan Presiden bulan Oktober lalu. Harga dasar garam dari BUUD kepada petani garam Rp 7,- per kg untuk garam kualitas satu dan Rp 5,- untuk kualitas dua. Jumlah garam yang dibeli oleh PN Garam itu adalah 30.000 ton dari Madura, 15.000 ton dari daerah Jawa Timur lainnya, 5.000 dari Jawa Barat dan 10.000 ton dari Jawa Tengah. Hal ini dilaporkan Menteri Perindustrian M Jusuf dalam sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional yang diadakan di Bina Graha pagi ini.
Setelah sidang, Menteri/Sekertaris Negara Shudarmono menjelaskn bahwa Presiden telah menggariskan agar pelaksanaan pembelian garam itu betul-betul melelui rakyat penggarap jangan melalui para tengkulak, Hal ini harus benar-benar diperhatikan, sebab maksud keputusan pemrintah itu adalah untuk melindungi petani penggarap garam. Penyempurnaan itu bukan hanya semata-mata untuk penanganan masalah garam saja, tetapi juga untuk semua ruang lingkup, dan semua desa di organisir kearah pembentukan BUUD/KUD. Ini mengingat tugas BUUD/KUD sangat menyangkut seluruh kegiatan desa.
Dalam sidang itu, Presiden telah menggariskan usaha untuk melindungi petani penggarap, baik petani sawah, ladang, maupun garam. Ia menghendaki agar jangan sampai terjadi hubungan yang tidak seimbang antara penggarap dan pemilik tanah. Dalam hubungan ini Menteri Negara Ekuin dan Menteri Negara Riset ditugaskan untuk mengadakan segi hukumnya maupun sagi lainnya, agar tercipta satu pembagian yang adil atas hasil produksi antara pemilik tanah dan penggarap dalam rangka pemerataan keadilan.
Shudarmono menjelaskan pula bahwa laju inflasi selama sepuluh bulan ( dari Januari sampai Oktober 1977 ) mencapai 9,1 sedangkan dari bulan April Oktober 1977 adalah 6,3 %.Indeks harga sembilan bahan pokok dari tanggaal 29 Oktober sampai 5 November 1977 naik terkendali. Hal yang penting ialah harga beras tetap terkendali sekalipun terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan, dan ada daerah-daerah yang kekurangan beras.
Rabu, 8 November 1978
Rabu, 8 November 1978
Bertempat di Istana Negara, pagi ini Presiden Soeharto melantik tiga Duta Besar Indonesia yang akan ditempatkan di luar Negeri. Mereka itu adalah Sudjatmiko untuk Republik Singapura, Kahono Martohadinegoro untuk kerajaan Belgia, dan Iwan Stambul untuk Republik Nigeria.
Dalam amanatnya, Presiden antara lain mengingatkan ketiga duta besar yang baru dilantik itu bahwa tugas seorang Duta Besar bukan hanya mewakili dan mengurus kepentingan negara dan warganegaranya di luar negeri, melainkan juga harus dapat menterjemahkan kepribadian Indonesia, mengembangkan cita-citanya dan menjelaskan usahanya sehingga keseluruhan cita-cita dan aspirasi rakyat Indonesia dikenal dan dipahami oleh rakyat negara yang bersangkutan. Ini sangat penting, karena persahabatan dan saling pengertian, hanya dapat timbul apabila ada keamanan untuk saling mengenal.
Sabtu, 8 November 1980
Sabtu, 8 November 1980
Presiden Soeharto hari ini di Istana Negara menerima surat kepercayaan Duta Besar Papua Nugini, Benson James Gegeyo. Dalam pidato sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa tanpa pembangunan bangsa-bangsa, tanpa terjembataninya jurang pemisah antara negara-negara maju dan negara yang sedang berkembang, maka perdamaian dunia tidak akan mantap. Oleh sebab itu, terwujudnya tata ekonomi dunia baru memungkinkan negara-negara berkembang berkesempatan memberikan kemajuan dan peningkatan kehidupan ekonominya, merupkan keharusan.
Lima orang Duta Besar dilantik Presiden Soeharto hari ini di Istana Merdeka. Mereka adalah Duta besar HMS Mintraderja untuk Turki, Duta Besar Bahri Halim untuk Prancis, Duta Besar Janwar Marah Jani untuk Polandia, Duta Besar Husnil Tamrin Pane untuk Meksiko dan Duta Besar TM Mochtar Thajeb untuk Tunsia.
\
\
Senin, 8 November 1982
Presiden tidak dapat menerima dan tidak menginginkan lencana yang bergambar Presiden RI dilengkapi dengan kata-kata “ Bapak Pembangunan Nasional “ diperjualbelikan. Hal itu dinggap Kepala Negara sebagai tidak mendidik dan tidak memberikan bimbingan dalam proses demokrasi yang sehat, bahkan mendahului keputusan sidang umum MPR. Presiden menginginkan agar segala keinginan dan kehendak rakyat dan berbagai golongan masyarakat itu disalurkan melalui sistem demokrasi yang mencapai puncak kegiatannya dalam sidang umum MPR. Demikian dikatakan Menteri Penerangan Ali Murtopo setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini.
Selasa, 8 November 1983
Selasa, 8 November 1983
Bertempat di Bina Graha, pagi ini Kepala Negara menerima pimpinan DPR untuk berkonsultasi. Para pimpinan DPR yang hadir dalam pertemuan konsultasi itu adalah Ketua DPR, Amirmachmud, pada wakil Ketua Hardjanto, Nuddin Lubis, Amir Murtono, dan kharis Suhud serta Sekertaris Jenderal Wang Suwandi. Pada kesempatan itu mereka telah menyampaikan saran-saran dari Fraksi-fraksi dan mengenai Repelita IV kepada Presiden.
Presiden Soeharto sangat berterima kasih atas saran-saran tersebut menurutnya, saran-saran tersebut menunjukan adanya rasa tanggung jawab dan keikutsertaan dalam menyusun Repelita IV, yaitu Repelita yang penting artinya karena dalam Pelita tersebut akan diletakan kerangka landasan.
Dalam kesempatan itu juga meminta perhatian dan kesadaraan DPR tentang pentingnya arti dan peranan ketiga RUU yang berkaitan dengan perpajakan, yang sebelumya telah disampaikan kepada DPR. Ia mengharapkan agar ketiga RUU tersebut dapat disahkan DPR pada pertengahan Desember 1983.
Jum’at, 8 November 1985
Kepala Dinas Provinsi Timor Timur hari ini mengatakan bahwa para nelayan di daerah itu telah mendapat bantuan Presiden sebesar Rp 165, 1 juta. Bantuan tersebut diperuntukan bagi pengadaan sarana peningkatan produksi perikanan laut. Dalam hubungan ini telah direncanakan untuk membangun sebuah pabrik es yang akan menghabiskan biaya Rp 150 juta, dan sisa bantuan tersebut diharapkan untuk pengadaan alat penagkap ikan. Bantuan Presiden tersebut diharapkan akan dapat merangsang para nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapannya, sekaligus juga meningkatkan pendapatan mereka sendiri.
Selasa, 8 November 1988
Selasa, 8 November 1988
Di Istana Negara pagi ini Presiden Soeharto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipurna kepada Almarhum Pangeran Sambernyowo atau KGPAA Mangkonegoro I. Penganugerahan ini karena jasa-jasanya dalam melawan penjajah Belanda secara terus menerus di Surakarta, Yogyakarta, sekitar Jawa Tengah, dan sekitar Jawa Timur. Gelar Pahlawan dan Bintang Mahaputera Adipurna diterima oleh ahli waris Almarhum, yaitu GRS Siti Nurul Kusmawardani dan KPH Suryosuyarso.
Pada acara yang sama, Kepala Negara menyerahkan Palkat kepahlawanan kepada almarhum Untung Surapati, yang diterima Gubernur Jawa Timur Soelarso, dan kepada almarhum Sultan Agung AnykoroKusumo, yang diterima oleh Wakil Gubernur DI Yogyakarta Sri Paku AlamVIII
Kamis, 8 November 1990
Dalam rangka hari Pahlawan, pagi ini Presiden Soeharto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional, tanda kehormatan Bintang Mahaputera, dan menyerahkan Plaket Kepahlawanan 1990, dalam suatu upacara sederhana di Istana Merdeka. Gelar Pahlawan Nasional dianugerahkan kepada almarhum Sultan Hamengkubuwono IX atas jasa-jasanya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. Sementara itu Bintang Mahaputera Adipradana diberikan kepada bekas jaksa agung, Laksada. Sukraton Marmosudjono, dan diterima oleh isteri Almarhum. Plaket Kepahlawanan diberikan kepada bekas Presiden Ir Soekarno dan bekas Wakil Presiden Dr Mohammad Hatta, Pangeran Sambernyowo, Sri Susuhuhan Pakubowono VI, H Fachrudin, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Kopral Anumerta Hanun bin Said Al-Tahir.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Anrianto
Editor : Sukur Patakondo
Editor : Sukur Patakondo