Sabtu, 6 November 1965
Dalam sidang paripurna Kabinet Dwikora di Istana Bogor hari ini Presiden Soekarno meminta kepada pers untuk menciptakan situasi tenang, agar dapat mengambil tindakan-tindakan peneyelesaian politik.
Sabtu, 6 November 1971
Presiden Soeharto pagi ini menyerahkan 110 buah jeep Toyota Komando Resimen, Komando Daerah Militer dan Resimen Induk Kodam se-Jawa dan Madura. Mobil-mobil tersebut diserahkan secra simbolis oleh Presiden kepada masing-masing Pangdam di halaman Bina Graha. Presiden Soeharto memberikan sumbangan karena Departemen Hankam tidak dapat memberikannya. Presiden mengharapkan agar sumbangan itu dapat merupakan bantuan bagi pelaksanaan tugas-tugas pertahanan Nasional dan pemeliharaan teritorial. Dari sumbangan tersebut, Kodam V/ Jaya mendapat 8 buah, Kodam VI Siliwangi 23 buah, Kodam VII/ Diponegoro 41 buah dan Kodam VIII/ Brawijaya memperoleh 38 buah kendaraan.
Presiden Soeharto malam ini menghadiri acara peringatan Nuzulul Qur'an yang dilakukan di Istana Negara. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa semua kitab suci dari agama besar lainnya juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu membangun manusia dan masyarakatnya. Persamaan-persamaan itulah yang harus menjadi lapangan berpijak bersama bagi umat beragama, lebih-lebih umat beragama di Indonesia yang sedang membangun. Indonesia sedang melaksanakan pembangunan, membangun masyarakat Indonesia oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Presiden menegaskan bahwa peringatan Nuzulul Qur'an penting bagi umat Islam di Indonesia, karena peristiwa besar terjadi sekitar tiga belas setengah abad yang lalu itu membawa pandangan-pandangan baru bagi umat manusia dan kemanusiaan. Ia membawa pandangan-pandangan baru bagi tata pergaulan hidup manusia dan membawa tuntutan-tuntutan serta harapan-harapan baru ke arah kehidupan yang lebih baik lahir batin, bagi seluruh umat manusia.
Berbicara tentang kehidupan yang lebih baik itu, Presiden mengatakan bahwa menurut perhitungan yang wajar, masyarakat adil dan makmur baru akan tercapai bila Indonesia berhasil melaksanakan lima atau enam tahap Repelita. Jadi dua atau tiga dasawarsa lagi. Landasan masyarakat telah mencapai taraf kemampuan yang memadai, dengan basis pertanian yang cukup kuat. Bila semua ini telah tercapai baru pada saat itulah Indonesia tiba pada landasan masyarakat adil dan makmur bedasarkan Pancasila dan baru pada saat itu pula Indonesia dapat tegak atas kemampuan sendiri, sehingga bantuan luar negeri secara bertahap dapat berakhir.
Senin, 6 November 1972
Presiden Soeharto Selama satu jam hari ini mengadakan pembicaraan dengan utusan khusus Presiden Pakistan Zulfikar Ali Butho. Selain menyampaikan pesan Presiden Pakistan, utusan tersebut telah menjelaskan kepada Presiden Soeharto tentang situasi di Pakistan sikapnya terhadap Bangladesh.
Selasa, 6 November 1973
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang dewan stabilitas ekonomi Nasional yang berlangsung di Bina Graha. Dalam sidang tersebut antara lain telah dibahas lebih lanjut masalah larangan ekspor bahan makanan yang brlangsung selama ini. Keputusan yang diambil oleh sidang kali ini adalah mencabut larangan ekspor gaplek luar negeri. Sebagaimana diketehui pada bulan juli yang lalu pemerintah menetapkan melarang para eksportir untuk mengekspor jagung dan ubi-ubian beserta produk yang dihasilkan dari kedua jenis bahan makanan itu. Dengan dicabutnya larangan ekspor gaplek, maka larangan ekspor masih tetap berlaku, kecuali jagung yang tidak memenuhi persyaratan bagi konsumsi manusia.
Rabu, 6 November 1974
Menteri Hankam/Menpagad, Jenderal M Panggabean, Menteri Sosial, Mintaredja, Menteri/Sekertaris Negara, Sudharmono, dan ketua Panitia pembangunan Tanam Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Letjen Hasan Habib, diterima Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Dalam pertemuan itu telah membahas berbagai hal yang menyangkut pembagunan Tanam Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Dalam hubungan ini Kepala Negara menyetujui dilanjutkannya pembangunan makam pahlawan tersebut setelah monumennya selesai dibangun.
Rabu, 6 November 1975
Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Duta Besar untuk PBB, Anwar Sani, pukul 09.00 pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu telah dibahas berbagai masalah yang berkaitan dengan perkembangan wilayah Timor Portugis, baik menyengkut dampaknya terhadap Indonesia, seperti masalah pengugsi, maupun dimensi pembahasan tingkat Internasional. Usai pertemuan, Adam Malik mengatakan bahwa ia akan mengunjungi Atambua, Ibukota Kabupaten Belu, di belahan Timur Indonesia, terutama untuk melihat keadaan para pengungsi yang membanjir di Timur Portugis.
Senin, 6 November 1978
Presiden dan Ibu Soeharto tiba di lapngan Patimura, Ambon, pada jam 14.00 waktu setempat, dalam rangka kunjungan kerja selama dua hari. Dalam perjalanan menuju kota Ambon Presiden dan rombongan disambut puluhan ribu rakyat sepanjang jalan.
Sore ini Presiden dan Ibu Tien menyaksikan pameran anggrek hasil kerajinan rakyat maluku. Dari arena pameran, Kepala Negara dan Ibu Soeharto meninjau Museum Siwa Lima. Acara kemudian dilanjutkan dengan malam kesenian maluku yang berlangsung di kediaman Gubernur Maluku.
Sabtu, 6 November 1982
Presiden Pakistan dan Begum Zia UI Halq pagi ini meninggalkan Jakarta menuju Kuala Lumpur. Sebelum akhir kunjungannya, telah dikeluarkan komunike bersama Indonesia-Pakistan. Dalam komunike itu dinyatakan bahwa kedua kepala negara merasa puas atas kemajuan kerjasama bilateral dalam rangka forum kerjasama ekonomi dan budaya Indonesia-Pakistan (IPECC). Kedua pihak yakin bahwa pengembangan dan perlusan kerjasama saling menguntungkan akan sangat bermanfaat bagi kedua negara dan memperkuat ketahanan nasional masing-masing.
Selasa, 6 November 1984
Hari ini di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, Presiden Soeharto meresmikan proyek Asahan selesai dibangun seluruhnya. Proyek ini merupakan proyek terpadu terbesar yang dibangun dimiliki Indonesia sampai saat ini, sekalipun gagasan pemanfaatan sungai Asahan sudah ada sejak zaman kolonial. Tenaga listrik dibangkitkan dan air terjun Singura-gura dalam proyek ini dipergunakan sebagai sumber tenaga bagi peleburan Aluminium di Kuala Tanjung. Sebagai tanda selisinya pembangunan proyek Asahan, maka dalam acara peresmian hari ini dilakukan penyulutan tungku terakhirnya.
Menyambut beroperasinya proyek Asahan, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan terus menumbhkan pusat-pusat penggerak pembangunan yang merata diseluruh tanah air, maka pembangunan kita bukan saja mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi, melainkan juga menyebarkan pemerataan. Proyek Asahan merupakan salah satu pusat penggerak pembangunan yang demikian. Tenaga listrik yang dihasilkan di Asahan, jalan-jalan raya dan pelabuhan yang telah dibangun, jelas bukan saja untuk mendukung peleburan aluminium di Kuala Tanjung, melainkan juga untuk menghidupkan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang lebih luas demi kemajuan kesejahteraan rakyat di daerah ini.
Selanjutnya presiden meminta kepada semua pihak, kepada masyarakat, khususnya kepada Otorita Proyek Asahan, agar dalam mengembangkan pembangunan daerah, dengan penuh tanggung jawab ikut melestarikan alam dan lingkungan wilayah yang mendukung kekayaan alam ini. Dengan tanggung jawab yang demikian, kita bukan saja mewariskan proyek-proyek yang besar yang bermanfaat bagi generasi-generasi yang akan datang, tetapi juga mewariskan kekayaan dan lingkungan alam yang lestari yang juga merupakan milik generasi-generasi yang akan datang itu . demikian Presiden.
Selain Ibu Soeharto, upacara peresmian dihadiri oleh pejabat-pejabat pusat daerah. Dintara para Menteri Kabinet Pembangunan yang hadir tampak Menteri Kordinator bidang Ekuin, Ali Wardana, Menteri/Sekertaris Negara, Shudarmono, Menteri Dalam Negeri, Soepardjo Roestam, Menteri Perindustrian, Hartato, menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, Menteri Koperasi, Bustanil Arifin, dan Menteri Muda/ Sekertaris Kabinet, Moerdiono.
Rabu, 6 November 1985
Sidang kabinet terbatas bidang Ekuin berlangsung pagi ini di Bina Graha di baawah pimpinan Presiden Soeharto. Sidang hari ini antara lain memutuskan bahwa pemerintah tidak akan menaikan harga dasar gabah kering, sehingga harga beli oleh KUD dari petani tetap Rp175 per kilogram. Selain itu diputuskan pula bahwa harga jagung dan kedelai tidak berubah.
Sementara itu dalam sidang Menteri keuangan melaporkan bahwa tingkat inflasi dalam Oktober adalah sebesar 0,008%, sedangkan tingkat inflasi dalam tahun takawim adalah sebesar 3,67%. Terungkap pula didalam sidang bahwa jumlah uang yang beredar pada bulan September adalah sebesar Rp 9,456 triliun , sementara neraca perdagangan (Agustus 1985 ) mengalami surplus sebesar US$259,2 juta.
Dalam pada itu Wakil Presiden memberikan laporan mengenai pengawasan pembangunan dan masalah PIR di Kalimantan Selatan. Dalam hubungan ini Presiden menginstruksikan para menteri terkait agar mengambil tindakan lanjutan untuk mengatasi masalah-masalah yang dilaporkan Wakil Presiden.
Kamis, 6 November 1986
Presiden Soeharto mengingatkan daerah-daerah, khususnya yang telah mengalami serangan hama wereng coklat, agar mengamati secara sungguh-sungguh serangan yang terjadi dan memberikan angka-angka laporan yang tepat dan sesungguhnya, tidak perlu takut kalau kondisinya nanti tidak baik. Karena dengan demikian, langkah-langkah perencanaan dan pengendalian yang di ambil dapat dilakukan secara cepat dan berhasil pula.
Peringatan itu disampaikan Kepala Negara dalam suatu pertemuan khusus yang membahas soal serangan hama wereng coklat dan langkah-langkah pengendalian dengan sejumlah Gubernur di Bina Graha siang ini. Para Gubernur yang diundang Presiden menghadiri pertemuan itu adalah Gubernur DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu hadir pula para Kanwil Penerangan, Kapala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dari masing-masing Provinsi tersebut, serta ketua-ketua kelompok Tani dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan JawaTimur.
Ditegaskan oleh Presiden bahwa serangan hama wereng coklat yang terjdi sekarang ini serius dan membahayakan. Memang produksi padi tahun 1986 ini diperkirakan masih melebihi kebutuhan nasional sehingga swasembada masih akan tercapai. Akan tetapi serangan yang terjadi sekarang sangat potensial untuk meledak, sehingga apabila tidak segera diatasi akan mengancam pembangunan nasional pada umumnya, pembangunan pertanian pada khususnya, terutama dalam rangka swasemdaba beras yang telah dicapai dengan segala usaha payah dan kerja keras selama ini.
Secara terus terang Kepala Negara memperingati bahwa selama ini daerah-daerah kurang mengamati dan memberikan angka-angka secara tepat. Mungkin karena menyembunyikan sesuatu, takut kalau kondisinya kurang baik, sehingga memberikan angka-angka laporan yang lebih kecil. Secara tegas Presiden memperingati agar hal ini jangan terulang lagi.
Sebelum pertemuan khusus itu, Presiden Soeharto hari ini di Istana Negara telah melantik tiga orang Duta Besar Indonesia. Mereka adalah Duta Besar Marsekal (Purn.) Sukurdi untuk Jerman Barat, Duta Besar Laksamana M Romli untuk Kerajaan Belanda, dan Duta Besar Sularto Sutowardoyo untuk Republik Zimbabwe.
Memberikan sambutan pada acara tersebut, Presiden Soeharto kembali mengigatkan bahwa peranan duta besar dalam melaksanakan politik luar negeri sangatlah penting. Pelaksanaan politik luar negeri tidak lain adalah pelaksanaan ke luar negeri dari usaha menciptakan tujuan nasional. Dalam rangka ini kata Presiden, memang benar bahwa kuat atau lemahnya garis politik luar negeri akan ditentukan oleh bobot keadaan di dalam negeri. Namun juga benar bahwa kelincahan dan ketajaman diplomat ikut menentukan berhasilannya pelaksanaan politik luar negeri itu.
Sementara itu, bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto secara terpisah menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Jerman Timur untuk Indonesia, Siegfried Kuhnel, dan Duta Besar Thailand, Kamtorn Udomritthiruj.
Membahas pidato Duta Besar Kuhnel, Kepala Negara mengatakan bahwa tahun-tahun mendatang merupakan tahun-tahun yang membuka kemungkinan yang lebih luas baagi Indonesia dan Jerman Timur untuk makin mengembangkan hubungan dan kerjasama yang saling memberi manfaat di bidang ekonomi dan perdagangan. Hal ini karena selama ini hubungan dan kerjasama antara kedua negara terus meningkat, yang antara lain ditandai oleh penandatanganan Protokol mengenai kerjasama Ekonomi dan Perdagangan, serta dibentuknya Komisi besar mengenai kerjasama Ekonomi.
Ketika menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Komtorn Udomritthiruj, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ketahanan regional membuat kita sendiri tanpa memberikan kita diombang-ambing oleh kekuatan-kekuatan lain dari luar. Ketahanan regional itu pula yang membuat kita mampu bertahan kendatipun di wilayah sekitar kita masih berkembang gejola-gejolak yang berkepanjangan. Selanjutnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa dengan Asia Tenggara yang maju dan sejahtera, yang tentaram dan bersatu, yang memiliki ketahanan regional dan mampu mengurus dirinya sendiri, maka kita ingin menyumbangkan semuanya itu juga bagi terwujudnya dunia yang lebih tenteram, lebih sejahtera, dan lebih adil.
Senin, 6 November 1989
Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka Kongres Nasional XII PII di Istana Negara. Dalam amanatnya. Kepala Negara Mengidentifikasikan tantangan-tantangan Indonesia dalam era tinggal landas nanti beserta jawaban-jawabannya. Pertama, keluar, kita harus dapat menjawab tantangan zaman di tengah-tengah dinamika ekonomi dunia yang cepat. Untuk itu jawabannya adalah efisiensi nasional agar menjadi perhatian kita semua. Kita juga harus menguasai makin banyak ilmu pengetahuan dan teknologi, karena kemajuan bangsa-bangsa dan kemjuan pada umumnya akan makin dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Kedua, kedalam,disamping mengejar ketinggalan dan bangsa-bangsa lain, kita harus dapat mengatasi masalah-masalah sosial ekonomi yang besar seperti perluasan kesempatan kerja, peningkatan penghasilan masyarakat, peningkatan mutu pendidikan, penyediaan perumahan yang layak, peningkatan derajat kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini Kepla Negara meningkatkan bahwa kunci utama bagi keberhasilan pembangunan kita di masa datang adalah peningkatan kualitas sumber daya insani.
Misi Keidaren yang terdiri atas 22 pimpinan perusahaan multinsional Jepang menghadap Presiden Soeharto pada jam 10.00 pagi ini di Istana Merdeka. Kepada para pengusaha Jepang itu, Presiden menjelaskan tentang kebijaksanaan pembangunan selama ini, khususnya pembangunan industri hulu dan lihir. Secara khusus Kepala Negara menekan juga bahwa industri tidak akan berarti banyak jika tidak diimbangi dengan penyediaan berbagai prasarana konomi.
Setelah menghadap Presiden, juru bicara Keidaren mengatakan bahwa para pengusaha Jepang ingin memperluas kehadiran mereka di Indonesia khususnya dalam bidang industri. Selain itu mereka juga berminat untuk melibatkan diri dalam pembangunan berbagai prasarana seperti jembatan dan jalan raya.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo
Editor : Sukur Patakondo