Rabu, 11 Oktober 1967
Hari ini pejabat Presiden Jenderal Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Ampera yang disempurnakan. Kabinet ini mempunyai program yang disebut Dwi Dharma dan Catur Karya. Dwi Dharma Kabinet adalah kestabilan politik dan kestabilan ekonomi, sedangkan Catur Karyanya adalah melaksanakan sandang-pangan, melaksanakan pemilihan umum, melaksanakan politik luar negeri bebas-aktif, dan melanjutkan perjuangan melawan Nekolium. Kabinet yang disederhanakan ini hanya memiliki 23 orang Menteri, yaitu 21 Menteri yang mengepalai departemen pemerintahan, dan 2 orang Menteri negara yang masing-masingnnya membidangi Ekuin dan Kesra. dalam Kabinet ini jabatan Menteri muda ditiadakan, sedangkan jabatan deputi Menteri diganti dengan Direktur Jenderal (dirjen). jabatan Menteri negara adalah untuk sebagai kordinator dari departemen-departemen yang ada. penyempurnaan-penyempurnaan lain terlihat juga dalam bidang Pertahanan Keamanan. Bidang ini tidak lagi dibagi-bagi atas Departemen Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian dan Departemen Veteran dan Demobilisasi seperti dalam Kabinet yang lalu. susunan Kabinet Ampera yang disempurnakan ini dapat dilihat dalam Lampiran XIII.
Senin, 11 Oktober 1971
Menhankam/Pangab Jenderal Soeharto ini membuka Commander's Call terbatas ABRI tahun 1971 yang berlangsung di Aula Departemen Pertahanan dan Keamanan, Jakarta. Commander's Call yang akan berlangsung hingga tanggal 13 Oktober itu membahas masalah peningkatan pelaksanaan Dwifungsi ABRI. Dalam amanatnya Jenderal Soeharto mengatakan bahwa ABRI harus memainkan peranan besar dalam melaksanakan pembangunan bangsa, baik tahap kini maupun tahap-tahap selanjutnya. Menurut Jenderal Soeharto, peranan itu sesungguhnya telah melekat pada kepribadian ABRI sendiri sejak lahir dan selama pertumbuhanya. Dijelaskan bahwa " tugas ABRI tidak hanya menyingkirkan bahaya-bahaya, melainkan sekaligus harus meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi pembangunan masa depan bangsa kita". Untuk dapat meneruskan tugas-tugas pembangunan sekarang ini dan mendorong percepatan pembangunan masa depan, ABRI harus menyiapkan diri, terutama lebih menyatukan diri dan menyatukan bahasa.
Jum'at, 11 Oktober 1974
Di kediamannya pagi ini Presiden Soeharto menerima Stephen D Bechtel Jr, Presiden Bechtel Group dari Amerika Serikat, yang disertai oleh N Wilson, perwakilan Bechtel di Asia. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan partisipasi Bechtel dalam pembangunan di Indonesia, seperti dalam proyek LNG yang akan dibangun di Kalimantan Timur dan Aceh. Proyek-proyek tersebut akan dibangun dalam rangka kerjasama dengan Pertamina. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan agar proyek-proyek Bechtel tersebut bisa berhasil dengan baik, sehingga bermanfaat bagi pembangunan Indonesia.
Selasa, 11 Oktober 1977
Presiden Soeharto beserta rombongan hari ini berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah al Munawarah. Dalam kesempatan ziarah itu, rombongan telah berdoa kepada Allah yang dilanjutkan dengan sembahyang tahiyatul masjid di Masjid An-Nabawi. Kepala Negara dan Ibu Soeharto juga berziarah ke makam Abu Bakar dan Umar Bin Khattab yang letaknya berdampingan dengan makam Nabi Muhammad SAW.
Di Riyadh sore ini telah dikeluarkan komunike bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi. ketika memberikan penjelasannya sebelum mengeluarkan komunike tersebut, Presiden Soeharto dan Raja Khalid menyatakan sama-sama puas akan perkembangan hubungan bilateral yang semakin kokoh dan erat antara kedua negara. Mereka bertekad untuk mengembangkan kerjasama dalam bidang politik, ekonomi dan perdagangan, teknologi serta kebudayaan. Kedua belah pihak telah juga menyetujui untuk mengadakan kerjasama dalam pembangunan berbagai macam proyek di Indonesia. Dalam hubungan ini Kerajaan Arab Saudi akan memberikan pinjaman dengan syarat-syarat yang lunak kepada Indonesia.
Dalam komunike bersama ditegaskan bahwa keamanan, stabilitas dan perdamaian yang hakiki tidak akan mungkin terwujudkan di kawasan Timur Tengah, apabila Israel tidak mengundurkan diri dari seluruh wilayah Arab yang didudukinya sekarang, termasuk Baitul Makdis. Hal tersebut berkaitan dengan dipulihkannya hak-hak yang sah dari rakyat Palestina serta kebebasan menggunakan hak mereka untuk menentukan nasibnya sendiri. Kedua kepala negara itu menyeru kepada dunia internasional agar mengambil langkah-langkah segera untuk mendesak Israel menghentikan tindakan ekspansionismenya dengan mengadakan pemukiman-pemukiman di wilayah Arab yang didudukinya. Mereka juga sepakat untuk terus maju meningkatkan solidaritas Islam, yang merupakan sikap bahu membahu dan bersetia kawan anatara sesama umat Islam.
Mengenai Timor Timur, Raja Khalid menegaskan bahwa Arab Saudi memandang Timor Timur sebagai soal dalam negeri Indonesia sendiri dan menyampaikan ucapan selamat atas keberhasilan Indonesia dalam usahanya membangun daerah tersebut. Kedua pihak juga menyatakan harapannya agar pendirian tersebut dijadikan landasan untuk diterapkan di PBB dalam menangani masalah Timor Timur.
Presiden Soeharto dan Ibu Tien beserta rombongan hari ini tiba di Kuwait. Sebagai mana layaknya, di lapangan udara Presiden Soeharto disambut dengan penghormatan kenegaraan oleh Emir Kuwait, Sheikh Sabah Al-Salim Al-Sabah. Setelah memeriksa barisan kehormatan yang diiringi oleh dentuman meriam sebanyak 21 kali, Presiden Soeharto, dengan diantar oleh Emir Kuwait, berkendaraan menuju Istana Al Salam dimana para tamu agung menginap.
Malam ini Emir Kuwait mengadakan jamuan makan di istananya, untuk menghormati kunjungan Presiden dan Ibu Soeharto di Kuwait. Sebelumnya Presiden Soeharto telah menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Kelas Satu kepada Emir Kuwait, dan Bintang Mahaputera Adipurna kepada Putera Mahkota/Perdana Menteri Sheikh Jaber Ahmed Al Jaber, dan isteri Emir Kuwait.
Rabu, 11 Oktober 1978
Dalam suatu upacara singkat pagi ini di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dan Duta Besar Birma yang baru, U Hla Swe. Dalam sambutannya, Kepala Negara menyambut dengan gembira keinginan Duta Besar Hla Swe untuk meningkatkan lagi hubungan yang telah ada dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua negara.
Sebelumnya, Presiden mengatakan bahwa pembangunan bangsa-bangsa memerlukan suasana stabil dan tentram, bukan saja didalam negeri masing-masing, melainkan juga di kawasan di sekitarnya dan di seluruh dunia. Untuk itu diperlukan adanya dasar-dasar yang seharusnya menjadi kerangka hubungan antara bangsa, yaitu sikap tulus untuk saling menghormati kedaulatan masing-masing, saling percaya dan bantu membantu untuk tujuan-tujuan konstruktif. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto.
BKPM hari ini menyatakan bahwa Presiden Soeharto telah menyetujui permohonan penanaman modal asing dari Garsia Investment Ltd; Hongkong, yang bekerja sama dengan PT Sribunian Trading Coy; Palembang. Perusahaan ini akan bergerak di bidang kehutanan, yaitu penebangan kayu, penggergajian dan industri perkayuan lainnya di Palembang. Dengan investasi sebesar US$3.146.880,-, dalam tahun pertama, perusahaan ini diharapkan akan dapat menampung 563 tenaga kerja Indonesia dan 24 tenaga kerja asing.
Sabtu, 11 Oktober 1980
Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini menyerahkan bantuan pemerintah berupa 300 kendaraan jenis "Mini Car" kepada 150 KUD di berbagai daerah di Indonesia. Bantuan tersebut diterima oleh Menteri Muda Urusan Koperasi, Bustani Arifin, yang kemudian meneruskannya kepada pengurus-pengurus KUD yang bersangkutan. KUD yang menerima bantuan Presiden itu adalah KUD-KUD di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Hubungan persahabatan antara Indonesia dan Bangladesh semakin kuat sejak kunjungan Presiden Soeharto ke sana. Demikian dikemukakan oleh Wali Kota Dakka, Abul Hasnat, setelah melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha, pagi ini.
Selasa, 11 Oktober 1983
Musyawarah Nasional ke-2 Dharma Wanita dibuka Presiden Soeharto pagi ini di Istana Negara. Dalam acara yang juga dihadiri oleh Ibu Tien Soeharto itu, Kepala Negara mengatakan bahwa dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kaum wanita yang tergabung dalam Dharma Wanita khususnya dan kaum wanita Indonesia umumnya dapat dan mutlak memberikan sumbangan. Hal itu ditekankan oleh Presiden karena keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh besarnya peranan dan sumbangan setiap orang, semua lapisan dan semua golongan tanpa kecuali. Dikatakan pula bahwa dalam pembangunan yang demikian itu, kaum wanita jelas harus berperan dan memberikan sumbangan. Baik karena jumlahnya maupun karena peranannya dalam masyarakat, maka tanpa ikutnya kaum wanita, pembangunan akan mengalami hambatan yang tidak kecil, malahan mungkin akan gagal. Demikian Presiden.
Sabtu, 11 Oktober 1986
Siang ini Presiden Soeharto menerima Ketua BKPM, Ir Ginandjar Kartasasmita, di Bina Graha. Ketua BKPM itu manghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang hasil kunjungan kerjanya di Jepang baru-baru ini. Dalam kesempatan itu Presiden menginstruksikan BKPM agar terus mencari cara-cara guna lebih memperbaiki lagi iklim investasi di tanah air, khususnya investasi yang berorientasi ekspor. Bila hal ini bisa dilakukan, maka Presiden yakin Indonesia akan lebih mampu bersaing dengan negara-negara lain di Asia untuk menarik para investor asing untuk menanamkan modal mereka disini.
Selasa, 11 Oktober 1988
Pagi ini, pada jam 09.00, Kepala Negara menerima Menteri Perminyakan Irak, Dr Irsani Abdul Rahim Al Chalabi, di Bina Graha. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Duta Besar Irak di Indonesia dan Menteri Pertambangan dan Energi Ginanjar Kartasasmita itu, Kepala Negara mengharapkan agar Komite harga OPEC, yang akan bersidang bulan depan, mampu mencapai kesepakatan yang dapat dipakai sebagai landasan jangka panjang dalam upaya meningkatkan peranan OPEC untuk memantapkan harga minyak di pasar dunia. Presiden menekankan pandangannya pada pentingnya harga minyak yang dapat memberikan jaminan kepentingan jangka panjang kepada negara penghasil minyak, baik untuk generasi sekarang ini maupun untuk generasi yang akan datang. Menurut Presiden harga minyak yang tepat adalah harga yang dapat diterima oleh produsen, konsumen, dan perusahaan penjual jasa yang membantu untuk memproduksi minyak. Untuk masa kini harga yang tepat ialah US$18, dan OPEC harus menyesuaikan produksinya dengan harga ini.
Rabu, 11 Oktober 1989
Pukul 20.15 malam ini, Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang berlangsung di Istana Negara. Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain menegaskan bahwa apapun alasannya dan bagaimanapun bentuknya, ronrongan terhadap pembangunan tidak dapat dibiarkan. Demi kelancaran pembangunan, demi rasa keadilan dan demi ketentraman masyarakat, maka penegakan hukum merupakan syarat yang penting. Dikatakannya bahwa penegakan hukum yang benar-benar ketat dan tanpa pandnag bulu merupakan syarat yang tidak boleh dikompromikan untuk membentuk etik yang kuat dalam kehidupan bangsa kita. Kelemahan dalam bidang etika akan melemahkan bangsa kita dalam keseluruhan bidang kehidupan.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Sukur Patakondo