Selasa, 8 Oktober 1968
Bertempat di Istana Merdeka pagi ini Presiden Soeharto menerima misi ekonomi Jepang yang terdiri atas 20 pengusaha yang tergabung dalam keidanrem (federasi organisasi-organisasi ekonomi Jepang). kepada pengusaha-pengusaha Jepang tersebut, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pembangunan hanya bermanfaat bagi rakyat apabila dilakukan dengan mengerahkan segala daya dan dana yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak mungkin dicapai tanpa bantuan asing; sebaliknya bila selamanya menggantungkan diri pada bantuan asing pun, tujuan pembangunan Indonesia tidak akan tercapai. oleh karena itu, dijelaskan oleh Presiden, bahwa penanaman modal asing diarahkan pada sektor-sektor yang belum dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri.
Siang hari, pukul 12,30, Presiden Soeharto menerima 10 orang utusan Suku Daya dari Kalimantan Barat, yang terdiri atas kepala Suku /panglima perang. Kepada para kepala Suku/panglima perang suku Daya tersebut, Presiden menyatakan kegembiraannya atas kedatangan mereka. Dengan pertemuan ini, menurut Presiden, maka dapatlah diketahui keadaan atau perkembangan di daerah-daerah. Dalam kesempatan ini Presiden berpesan agar rakyat Kalimantan Barat dapat meningkatkan produksi, dan apa yang dilihat selama kunjungan mereka ke ibukota hendaknya diterapkan pula di daerah sesuai dengan kondisi yang ada di tempat mereka.
Rabu, 8 Oktober 1969
Presiden Soeharto menyatakan kesediaannya menjadi Pelindung Festival Film Asia yang akan berlangsung di Jakarta tahun depan. Hal ini dinyatakannya kepada Gubernur DKI-Jaya Ali Sadikin selaku Ketua Kehormatan Festival tersebut, yang pagi ini menghadapnya di Istana Merdeka. Dalam rangka itu Presiden mengharapkan agar Festival Film Asia itu akan dapat mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi filmnya.
Kamis, 8 Oktober 1970
Sore ini Presiden Soeharta menerima lebih kurang 400 orang utusan mahasiswa ITB di Jalan Cendana. Para mahasiswa tersebut datang untuk menyampaikan pernyataan agar pelanggar hukum yang mengakibatkan tewasnya seorang mahasiswa ITB, Rene Coenrad, ditindak dengan tegas.
Dalam tanggapanya, Presiden mengatakan bahwa kejadian itu merupakan suatu pelanggaran hukum, dan hukum harus kita tegakkan. Selanjutnya Presiden mengharapkan agar dalam menghadapi peristiwa semacam ini, mahasiswa dapat mengendalikan nafsu sehingga persoalannya dapat diselesaikan secara wajar sesuai dengan rasa keadilan dan hukum yang berlaku.
Jum'at, 8 Oktober 1971
Presiden Soeharto malam ini kembali menerima pimpinan sembilan partai politik dan Golkar di Istana Merdeka. ini merupakan kelanjutan pertemuan yang diadakan dua malam yang lalu. Dalam pertemuan kali ini Presiden mendengarkan tanggapan pimpinan partai politik dan Golkar tentang gagasan-gagasan yang dikemukakannya dalam pertemuan terdahulu.pada umumnya pimpinan partai politik dan Golkar menyambut baik gagasan Presiden, baik yang menyangkut penyederhanaan dalam fraksi DPR maupun penyederhanaan kepartaian melalui pengelompokan partai-partai yang sudah ada.
Senin, 8 Oktober 1974
Sidang dewan Stabilitasi Politik Nasional berlangsung pagi ini di Bina Graha. Sidang yang dipimpin oleh Presiden Soeharto itu antara lain telah mendengarkan laporan Menteri Luar Negeri Adam Malik mengenai perkembangan di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan masalah spirus. Khusus mengenai Asia Tenggara, sidang memutuskan bahwa Pemerintah mempunyai sikap yang tegas dalam masalah Khmer. Ditegaskan bahwa apabila Sihanouk sebagai pemerintahan pelarian diterima PBB. maka keputusan yang demikian dari badan dunia itu tidak akan menyelesaikan persoalan Khmer.,sebab peperangan akan berjalan terus.
Jum'at 8 Oktober 1976
Presiden Soeharto, bersama PM Fraser, sore ini meresmikan pabrik bahan bangunan dan pipa asbes semen di Tangerang, Jawa Barat. Pabrik yang dimiliki oleh PT James Hardie Indonesia ini merupakan proyek penanaman modal asing yang dilakukan oleh perusahaan Australia, yaitu James Hardie Asbestos Ltd.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengharapkan agar modal swasta asing mampu dan mau menyesuaikan kepentingannya dengan dasar-dasar dan arah pembangunan Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Dikatakannya bahwa kepada investor-investor asing itu kita telah memberikan rangsangan dan fasilitas-fasilitas yang menarik. Sebagai imbalannya kita pun mengharapkan penanaman modal asing ikut mendorong maju pembangunan menurut arah yang kita cita-citakan. Demikian Presiden.
Presiden dan Ibu Soeharto malam ini di istana Negara menyelenggarakan jamuan santap malam untuk menghormat tamu Negara, Perdana Mentri dan Nyonya Fraser. Dalam sambutannya, Kepala Negara, antara lain telah berbicara mengenai ASEAN dan masalah-masalah perdamaian, serta Timor Timur. Menyangkut soal yang terakhir ini, adalah masalah penghapusan jajahan dan penentuan masa depan mereka sendiri. Mereka telah menyatakan bergabung dengan saudara-saudara sekandungnya dari Indonesia, dan bangsa Indonesia pun telah menerimanya dengan tanggungjawab.
Khusus mengenai kunjungan PM Fraser, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kita masing-masing tentu mempunyai jawaban yang kita anggap baik mengenai berbagai masalah. Mungkin jawaban yang kita berikan berbeda-beda karena lingkungan dan kepentingan yang berbeda. Tetapi yang penting adalah adanya saling pengertian dan saling percaya. Karena itu Presiden menganggap pembicaraan yang telah dilakukannya dengan PM Australia itu sangat berharga.
Sabtu, 8 Oktober 1977
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Buya Hamka , hari ini menghadap Kepala Negara di Istana Merdeka. Sesuai pertemuan itu, Buya Hamka menjelaskan kepada para wartawan bahwa Presiden Soeharto akan mempertimbangkan orang-orang asing yang pernah berjasa dalam membantu kemerdekaan Republik Indonesia di masa lalu untuk memberikan penghargaan. Dalam hubungan ini, Hamka telah mengajukan beberapa nama orang-orang yang berjasa yang ada ditanah Arab, seperti almarhum Mufti Palestina Amin Husaini. Usnul Hamka tersebut mendapat sambutan yang baik dari Presiden Soeharto.
Kamis, 8 Oktober 1981
Jam 19.50 malam ini, Presiden Tanzania dan Nyerere tiba di bandar udara Halim Perdanakusuma untuk memulai kunjungan kenegaraan selama lima hari di Indonesia. Di tangga pesawat, kedua tamu agung itu disambut dengan hangat oleh Presiden dan Ibu Soeharto dalam suatu upacara kehormatan militer penuh.
Jum'at, 8 Oktober 1982
Presiden dan rombongan hari ini meninjau industri pesawat terbang Casa di Getafe. Selain mendapat penjelasan mengenai perkembangan industri tersebut, Kepala Negara juga melihat dari dekat proses pembuatan pesawat terbang disana. Di Hanggar I, Presiden meninjau pembuatan bagian-bagian pesawat Airbus dan CN-235, sementara di Hanggar II, Presiden melihat pembuatan helikopter BO-105 dan pesawat tempur rancangan Spanyol, C-101 Jet Trainer.
Selasa, 8 Oktober 1985
Bertempat di Balai Sidang Jakarta, pukul 09.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri upacara peringatan seratus tahun usaha pertambangan minyak dan gas di bumi di Indonesia. Upacara diadakan untuk memperingati pertama kali ditemukanya minyak bumi yang dapat diproduksi secara komersial seratus tahun yang lalu di Telaga Tunggal, dekat Pangkalan Brandan, Sumatera Utara.
dalam amanatnya, Presiden mengatakan bahwa sampai saat ini kita belum mempunyai cukup modal, keahlian dan keterampilan untuk mencari, menggali, mengolah minyak bumi dan gas alam yang terdapat di bumi dasar laut. Karenanya kita memanfaatkan kemampuan luar negeri untuk bekerjasama dengan kita. Namun kita bersyukur bahwa dua dasawarsa terakhir ini, kemampuan dan keahlian kita meningkat, sehingga dari waktu ke waktu kita makin banyak memiliki tenaga-tenaga yang ahli dan terampil dalam bidang perminyakan dan gas alam. Di tahun-tahun yang akan datang kemampuan itu harus kita tingkatkan lebih tinggi, lebih cepat, dan lebih banyak lagi, terutama sebagai persiapan agar menjelang akhir abad ke-20 ini kita benar-benar dapat memasuki tahap tinggal landas disegala bidang.
Di Cendana sore ini, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Malaysia, Mahtir Mohamad. PM Mahatir mengadakan kunjungan kerja selama satu hari dalam rangka meninjau IPTN di Bandung. Dalam kunjungannya kepala Presiden Soeharto sore ini ia telah menghadiahkan sebuah mobil Prontonsaga, buatan Malaysia, sebagai cinderamata.
Dalam pembicaraan sore ini telah disinggung berbagai masalah baik dalam bidang ekonomi maupun polotik. Dalam bidang ekonomi, Presiden Soeharto dan PM Marhatir berpendapat bahwa Indonesia dan Malaysia perlu lebih meningkatkan kerja sama guna menghadapi keadaan ekonomi dunia saat ini. Hal ini terutama karena ke dua negara mempunyai kepentingan dan posisi yang sama dalam produk-produk pertanian dan pertambangan.
Dalam bidang politik, PM Mahatir telah memberitahukan Presiden Soeharto tentang rencananya untuk megunjungi RRC pada bulan November yang akan datang. Masalah politik lainnya yang dibicarakan adalah soal insiden perbatasan yang terjadi antara Malaysia dan Filipina baru ini. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto megharapkan agar kedua negara tetangga itu tetap mengutamakan persahabatan.
Kamis, 8 Oktober 1987
Ketua Dewan Komisaris Marubeni, Kazuo Haruna, dan Presiden Direktur Marubeni, Tomo tatsuo, Diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. setelah bertemu dengan Kepala Negara, Kazuo Haruna mengatakan bahwa kunjunganya kepada Presiden disamping membicarakan kemungkinan dilakukannya pembangunan PLTN di Indonesia. Diungkapkannya pula bahwa Presiden Soeharto telah menjelaskan tentang keadaan perekonomian Indonesia dewasa ini, serta langkah-langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi berbagai kesulitan ekonomi.
Sabtu, 8 Oktober 1988
Presiden dan Ibu Soeharto melayat dan melepas jenazah Sultan Hamengkubuwono XII Yang disemayamkan di Kraton Yogyakarta. Jenazah bekas wakil Presiden itu akan dimakamkan, di makam keluarga kraton di Imogiri. Sehubungan dengan wafatnya Sultan Hamengkubuwono IX, Presiden telah menetapkan perkabungan nasional selama satu minggu. Juga telah diputuskan bahwa almarhum akan dimakamkan dengan upacara kenegaraan.
Selasa, 8 Oktober 1991
Pukul 09.00 pagi ini, bertempat, di Balai Sidang Jakarta, Presiden Soeharto membuka Konvensi Tahunan perminyakan Indonesia XX dan Konfrensi Energi Internasional Jakarta II Tahun 1991. Acara ini dihadiri oleh 5.000 orang peserta dar berbagai negara, Diantara mereka terdapat sejumlah mentri perminyakan dari berbagai negara.
Pada kesempatan itu, Presiden mengatakan bahwa sekarang sudah tiba saatnya bagi kita semua, baik pensuplai maupun pemakai energi, untuk lebih sering berdialog dan berkonsultasi untuk menghilangkan sekat-sekat yang hanya merugikan diri kita sendiri. Sekarang ini pasar energi sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur spekulasi, oleh karena tidak sambungnya kedua kepentingan itu. Oleh karena itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa kesempatan sekarang ini, dimana hadir wakil-wakil dari pemerintah negara produsen dan konsumen serta dari industri perminyakan, sangat baik dimanfaatkan dalam upaya bersama untuk menciptakan kerjasama yang lebih serasi.
Kamis, 8 Oktober 1992
Presiden Soeharto pagi ini menerima Mentri Parawisata,Pos, dan telekomunikasi Soesilo Soedarman di istana Merdeka. Soesilo Soedarman meghadap untuk melapor tentang penyelenggaraan konfrensi kebudayaan di Yogyakarta. Usai diterima Presiden Soeharto, ia mengatakan bahwa Kepala Negara memerintahkan kepadanya untuk terus memeriksa kasus tender yang dilakukan PT (pasero) Telkom untuk pembangunan proyek telekomunikasi di NTB.
Di tempat yang sama, Presiden Soeharto menerima pula para menteri ASEAN yang bertanggung jawab dalam bidang pertanian Malaysia Datuk Sanusi Bin Junid, Meteri Pertanian Filipina Roberto Sebastian, , Menteri pembangunan Nasional Singapura Lim Hik Kiang, Menteri Pertanian Wardoyo, Menteri Kehutanan Hasjrul Harhap serta Menteri Koperasi Bustanil Arifin.
Kepada mereka Presiden mengatakan bahwa Indonesia belum bisa disebut sebagai pengekspor beras sekalipun telah mengirim beras ke beberapa negara \, terutama produk pertanian ini diberikan kepada negara lain sebagai bantuan. Misalnya Indonesia pernah mengirim beras ke Vietnam dan Myanmar.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Sukur Patakondo