Minggu, 3 Oktober 1965
Pada pukul 1.30
dini hari, Presiden Soekarno mengeluarka keputusan yang memerintahkan agar pasukan Batalyon 454/Diponegoro menyerah
kepada Kostrad. Melalui keputusan itu pula dibentuk Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib)
dengan Pangkostrad Mayjen. Soeharto sebagai pangliamanya. Tampaknya keputusan
ini telah dikeluarkan karena pertimbangan bahwa kota Jakarta berada dalam
situasi tegang, sementara kutukan dari rakyat terhadap Gerakan Tigapuluh
September mulai terdengar dimana-mana. Dalam keadaan demikian, pertumpahan
darah terasa mengancam disetiap saat.
Sementara
operasi pembersihan terhadap pemberontakan berjalan terus, Jenderal Soeharto
juga tanpa henti mencari keterangan tentang nasib enam perwira tinggi dan satu
perwira pertama AD yang diculik. berkat bantuan Agen Polisi Tinggkat II
Sukitman, yang ditangkap oleh pasukan pemberontak, dan rakyat sekitar Lubang
Buaya, Jakarta, ditemukanlah sumur tua tempat tubuh para perwira tersebut
disembunyikan PKI.
Senin, 3 Oktober
1977
Bantuan Presiden
Soeharto sebesar Rp 57 juta kepada para transmigran di kabupaten Luwu, Sulawesi
Selatan, telah disalurkan dalam usaha pengadaan bibit unggul tanaman jangka
pendek, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan, termasuk biaya survei dan
penelitian penanaman bibit. Bantuan tersebut disalurkan melalui Gubernur
Sulawesi Selatan dan pelaksanaan kegiatannya diserahkan kepada
instansi-instansi yang ada sangkut pautnya dalam pengadaan bibit unggul, sesuai
pelaksanaan musim tanam dan kondisi daerah setempat. Demikian penjelasan
Kakanwil Transmigrasi Sulawesi Selatan, Hartono Padmowiryono.
Menteri
Pertanian Thojib Hadiwidjaja hari ini telah melaporkan hasil peninjauannya dari
udara di daerah pertanian di Pulau Jawa dan Madura kepada Presiden Soeharto di
Bina Graha. Dalam laporannya dikemukakan bahwa telah terlihat kekeringan
dibeberapa daerah di Pulau Jawa dan Madura. Kekeringan yang paling hebat
melanda bagian selatan Pulau Jawa, mulai dari daerah Cilacap, Kebumen sampai ke
daerah Purwokerto. Oleh karena itu daerah yang mengalami kekeringan tersebut
perlu mendapat perhatian khusus. Dalam rangka ini Pemerintah sudah
mempersiapkan pengadaan proyek padat karya di daerah-daerah kekeringan
tersebut. Dikatakannya pula bahwa maslah kekurangan pangan di beberapa
kecamatan daerah Karawang juga telah dilaporkan kepada Presiden Soeharto.
Rabu, 3 Oktober
1979
Pukul 10.00 pagi
ini Presiden Soeharto memimpin sidang
kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Sidang hari ini
antara lain telah membahas masalah pengadaan pangan. Sidang antara lain
memutuskan untuk menaikkan harga dasar pembelian gabah keringgiling dari para
petani mulai panen yang akan datang. Kenaikkan itu adalah sebesar sepuluh
rupiah untuk setiap kilogram, yaitu dari Rp95,- menjadi Rp105,-. Maksud
Pemerintah dengan menaikkan harga gabah ini adalah agar para petani dapat
menikmati harga yang lebih baik.
Sabtu, 3 Oktober
1981
Bertempat di
Bina Graha, pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Agama,
Alamsyah Ratu Perwiranegara. Menteri Alamsyah melaporkan kepada Presiden bahwa
jumlah jamaah haji Indonesia tahun 1981 adalah 66.767 orang dan yang meninggal
dunia hingga kemarin adalah 442 orang.
Senin, 3 Oktober
1983
Menteri Perindustrian,
Hartarto, dan Menteri Tenaga Kerja, Sudomo, menghadap Presiden Soeharto di
Istana Merdeka pagi ini. Selesai menghadap, Menteri Hartarto mengatakan bahwa
Kepala Negara menginginkan agar kemampuan pabrik mesin tenun yang ada di Jawa
Tengah dimanfaatkan secara nasional. Selain itu diminta juga oleh Presiden agar
Departemen Perindustrian memperhatikan mutu pelayanan purna-jual dan teknologi
mesin tenun yang dihasilkan. Mengenai hal yang terakhir itu, Presiden
menganjurkan pihak pengusaha agar terus mengikuti perkembangan teknologi,
sehingga mesin-mesin tekstil yang mereka produksi dapat setiap perkembangan di
bidang pertenunan.
Ditempat yang
sama siang ini Presiden menerima Menteri Muda Peningkatan Produksi Perikanan
dan peternakan, Prof JH Hutasoit, dan Direktur Jenderal Perikanan, Abdul
Rachman. Mereka menghadap Kepala Negara untuk melaporkan keberangkatan mereka
ke Roma guna menghadiri sidang komite perikanan yang diselenggarakan FAO.
Kepala Negara berpesan agar dalam sidang itu Indonesia tidak terjebak dengan
hal-hal yang berada diluar kepentingan Indonesia.
Rabu, 3 Oktober
1984
Stelah memimpin
sidang kabinet terbatas bidang Ekuin, siang ini Presiden Soeharto mengadakan
pertemuan dengan sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan IV. Tampak menghadiri
pertemuan yang berlangsung di Bina Graha itu, Menko Ekuin Ali Wardhana, Menteri
Riset dan Teknologi BJ Habibie, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua
Bappenas JB Sumarlin, Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin, dan Menteri
Perindustrian Hartarto.
Pertemuan penting
ini secara khusus telah membahas masalah sarana perhubungan, terutama
menyangkut perkembangan dan pembangunan galangan kapal di Indonesia.
Jum,at, 3
Oktober 1986
Menteri
Perdagangan Rachmat Saleh, Menteri Keuangan ad interim JB Sumarlin dan Gubernur
Bank Indonesia Arifin Siregar hari ini secara bersama-sama mengeluarkan tiga Surat Keputusan. Ketiga
Surat Keputusan itu adalah No. 273/Kpb/X/86, No. 829/KMK.01/1986, dan No.
19/16/KEP/6BI. Secara keseluruhan ketiga surat keputusan itu menetapkan
kebijaksanaan baru yang menghapuskan pemeriksaan pabean terhadap semua barang
ekspor. Kebijaksanaan ini dikeluarkan dalam rangka usaha pemerintah untuk lebih
mendorong dan meningkatkan ekspor non-migas.
Sabtu, 3 Oktober
1987
Indonesia akan
tetap menggunakan jasa Amerika Serikat bagi peluncuran satelit Palapa B-2R
setelah Bank Exim AS berjanji untuk memenuhi semua permintaan Indonesia bagi
peluncuran tersebut. Demikian dikatakan oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi,
Achmad Tahir, setelah menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Lebih
jauh dikemukakan oleh Achmad Tahir bahwa permintaan Indonesia itu mencakup
keseluruhan biaya peluncuran Palapa B-2R. Dalam hubungan ini Bank Exim telah
menawarkan kredit sebesar US$132,7 juta, padahal Indonesia hanya meminta
sebanyak US$130 juta. Peluncuran satelit tersebut tetap dilakukan pada bulan
Oktober 1990.
Senin, 3 Oktober
1988
Sehubungan
dengan wafatnya Sultan Hamengkubuwono IX di Washington DC, Amerika Serikat,
hari ini Presiden atass nama keluarga, pemerintah dan rakyat Indonesia
menyatakan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya. Dalam hubungan ini Presiden
Soeharto telah memutuskan untuk menyelenggarakan upacara pemakaman secara
kenegaraan untuk Sultan Hamengkubuwono IX.
Sebagai hassil
pembicaraan antara Presiden Soeharto dengan Kanselir Helmut Kohl, sebuah
perusahaan Jerman, Standard Eletrik Lorenz AG, menyatakan kesediaannya membantu
perluasan telekomunikasi di Indonesia. Bantuan ini berupa pinjaman lunak yang
disertai persyaratan lunak, baik tingkat bunga maupun tenggang waktu
pembayarannya. Jaringan yang ingin dibangun oleh perusahaan ini menggunakan
sistem D-12, sedangkan perusahaan Jerman lainnya yang telah membantu
pembangunan telekomunikasi di Indonesia, yakni Siemens AG, menggunakan sistem
telepon digital.
Selasa, 3
Oktober 1989
Para pengurus
baru DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dibawah pimpinan Ketua Umum Ismail
Hasan Metareum, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Mereka menghadap
Presiden untuk memperkenalkan diri setelah mereka ditetapkan oleh muktamar PPP
baru-baru ini untuk duduk dalam DPP
partai berlambang bintang itu. Kesempatan itu sekaligus juga mereka
manfaatkan untuk melaporkan hasil-hasil muktamar tersebut.
Kepada mereka
Kepala Negara meminta untuk menekankan pendidikan politik kepada warga dan
pendukungnya, disamping membudayakan mekanisme Demokrasi Pancasila. Presiden
menambahkan bahwa melalui pendidikan politik itu, warga dan pendukung PPP diharapkan bisa disadarkan tentang hak dan
kewajiban mereka sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Presiden juga meminta supaya keluarga besar PPP ikut menjaga stabilitas
politik.
Rabu, 3 Oktober
1990
Sidang kabinet
terbatas di bidang Ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dilaksanakan pagi
ini selama satu setengah jam di Bina Graha. Didalam sidang ini Presiden
memutuskan untuk menaikkan harga dasar pembelian gabah oleh Bulog dari KUD dan
sumber lainnya. Pada tingkat KUD harga gabah dinaikkan dari Rp270’- menjadi
Rp295,- per kilogram, sementara harga pembelian Bulog dari KUD dinaikkan dari
Rp282,70 menjadi Rp310,-. Harga pembelian Bulog dari sumber non-KUD naik dari
Rp277,70 menjadi Rp305 untuk setiap kilogramnya. Mengikuti kenaikkan itu, dinaikkan
pula harga pupuk, yaitu pupuk urea dan ZA naik dari Rp185,- per kilogram
menjadi Rp210,-, sedangkan KCL dan TSP naik dari Rp210,- menjadi Rp260,-.
Selain itu
diputuskan pula adanya pengetatan pemberian kredit dalam rangka menekan inflasi
yang pada bulan September mencapai 0,51%, sementara pada bulan Agustus sebesar
0,59%. Perubahan kebijaksanaan diberlakukan dalam hal impor truk. Dalam hal
ini, karena kekurangan truk didalam negeri, Presiden memutuskan untuk
mengizinkan impor truk dalam bentuk jadi
(built up).
Kamis, 3 Oktober 1991
Presiden Soeharto dan Ibu Tien pukul 11.30 hari ini
menyambut kedatangan Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko dalam suatu upacara
kebesaran militer di halaman Istana Merdeka. Pasangan kekaisaran Jepang ini
akan berada di Indonesia selama empat hari. Setelah mengadakan kunjungan
kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Ruang Jepara Istana Merdeka,
Kaisar Akihito menyerahkan cinderamata kepada Presiden dan Ibu Soeharto berupa
ikan Koi (Mas) jenis baru, yaitu hasil persilangan antara ikan Koi Jepang
dengan ikan Koi Indonesia.
Mlam ini
Presiden Soeharto dan Ibu Tien menyelenggarakan santap malam kenegaraan untuk
menghormat Kaisar Jepang dan permaisurinya di Istana Negara. Jamuan makan ini
dimeriahkna dengan peertunjukkan kesenian dari beberapa daerah.
Sabtu, 3 Oktober
1992
Presiden
Soeharto selaku Ketua Dewan Pembina Pebabri, hari ini membuka Munas Pepabri
ke-10 di Taman Mini Indonesia Indah. Dalam sambutanya, Kepala Negara meminta
pengurus Pepabri untuk memikirkan kesempatan kerja bagi anggotanya terutama
yang masih produktif. Namun diingatkan pemanfaatan para purnawirawan itu jangan
sampai mendesak peluang kesempatan kerja para pemuda yang masih produktif.
Apalagi jumlah mereka besar sekali. Para purnawirawan itu dapat dianggap
sebagai tenaga kerja yang terlatih, sehingga merupakan salah satu kekuatan
nasional. Untuk itu harus dirancang secara baik terutama antara DPP Pepabri,
Mabes ABRI, Departemen Hankam dan Departemen Tenaga Kerja.
Sumber : Buku Jejak
Langkah Pak Harto Jilid
Penyusun : Rayvan
Lesilolo