Selasa, 6 September 1966
Ketua Presidum
Kabinet Ampera, Jendderal Soeharto, memberikan jawaban pemerintah terhadap
pemandangan umum anggota DPR-GR. Dalam jawaban tersebut, Jenderal Soeharto
mengatakan bahwa pemerintah sangat gembira atas keberanian para anggota DPR-GR
untuk mengeluarkan pendapat dan kritik terhadap pemerintah. Jenderal Soeharto
menilai ini sebagai tanda permulaan yang baik bagi pemurnian asas dan sendi UUD
1945. Dalam sidang paripurna DPR-GR itu, Ketua Presidium mengemukakan masalah
yang sedang dihadapioleh Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi. Menurut
Jendral Soeharto, saat ini negara kita sedang memerlukan dua macam bantuan,
yaitu berupa penundaan pembayaran utang-utang lama dan pencarian kredit baru dari
luar negeri, Ketua Presidium mengingtkan bahwa kita memerlukan bantuan luar
negeri, sebab dengan bantuan luar negeri, stabilitas ekonomi akan dapat
dicapai.
Rabu, 6
September 1967
Pejabat
Presiden/Menutama Hankam dalam musyawarah komando di War Room Hankam, Jakarta, telah menjelaskan tentang perubahan
organisasi dan prosedur di bidang Hankam, sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Presiden RI No. 132/1967. Pokok-pokok perubahan organisasi dan prosedur di
bidang pertahanan dan keamanan itu antara lain adalah sebagai berikut. Pertama,
Menutama Hankam menjadi Menteri Hankam. Kedua, Menteri Hankam/Pangab membantu
Presiden dalam menentukan kebijaksanaan pertahanan-keamanan dan melakukan
pengendalian atas ABRI dalam sidang operassi, administrasi dan kekaryaan. Ketiga,
Presiden, sebagai pemegang kekuasaan tertinngi atas angkatan bersenjata,
menentukan kebijaksanaan nasional dalam bidang hankamnas. Keempat, Presiden
dalam fungsinya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan bersenjata
itu dibantu oleh Menhankam/Pangab yang berkedudukan sebagai Pembantu Presiden
dan pimpinan ABRI. Kelima, ABRI yang merupakan bagian organik Departemen Hankam
meliputi Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Kepolisian dan Angkatan Udara.
Masing-masing angkatan dipimpin oleh panglima angkatan dan para panglima
tersebut bertanggungjawab kepada Menhankam.
Sabtu, 6
September 1969
Presiden
Soeharto dan Menteri Agama KHM Dachlan
hari ini membicarakan persoalan haji di Istana Merdeka. Sebagai hasil
pembicaraan tersebut pemerintah antara lain menegaskan bahwa urusan haji tetap
diselenggarakan pemerintah. Dengan demikian pemerintah tidak membenarkan
pemberangkatan jemaah haji oleh badan swasta.
Minggu, 6
September 1970
Tiba dari Bonn
kemari sore, hari ini Presiden Soeharto beserta rombongan beristirahat di
Munich. Malam ini Presiden Soeharto dan rombongan berangkat menujun Lusaka,
Zambia, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara Non-Blok (KTT
Non-Blok). Sementara itu Ibu Tien Soeharto akan tinggal lebih lama di Jerman, dan
dan kemudian menuju Bangkok untuk bergabung kembali dengan rombongan Presiden
disana.
Senin, 6
September 1971
Jam 10.30 pagi
ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan, Gubernur
Bank Sentral dan Ketua Bappenas. Dalam pertemuan itu telah dibahas
langkah-langkah dalam menghadapi sidang tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF) yang akan diadakan di Washington pada tanggal 27 September
sampai 4 Oktober mendatang. Pertemuan tersebut menetapkan bahwa dalm sidang
Bank Dunia dan IMF nanti, Indonesia akan mengajukan penerusan proyek-proyek
bantuan Bank Dunia yang telah berjalan selama ini dan persiapan-persiapan bagi
pelaksanaan proyek-proyek baru.
Rabu, 6
September 1972
Presiden
Soeharto meminta agar penyempurnaan prosedur penanaman modal di Indonesia
dipercepat penyelesainnya. Demiian disampaikan Presiden dalam pertemuan dengan
Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, dan Ketua Bappenas Widjojo
Nitisastro, serta beberapa menteri lainnya di Jalan Cendana hari ini.
Jum’at, 6 September
1974
Pembicaraan
antara Presiden Soeharto dan PM Whitlam yang berlangsung kemarin di Yogyakarta,
dilanjutkan hari ini di Wonosobo, Jawa Tengah. Pokok permasalahan yang
disinggung dalam pembicaraan tidak resmi hari ini adalah lebih luas daripada
pertemuan kemarin. Kedua pemimpin menyinggung banyak hal yang menyangkut
hubungan bilateral antara kedua negara, disamping memaparkan pandangan dan
posisi masing-masing negara dalam masalah regional dan internasional.
Menyangkut
hubungan bilateral, kedua pemimpin telah membahas masalah kerjasama dalam
bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi, telah dibicarakan tentang
cara-cara untuk dapat lebih memanfaatkan bantuan dan kerjasama ekonomi yang
diberikan oleh Australia, terutama yang telah disetujui. Di bidang politik,
telah dibahas persoalan masa depan Kepulauan Cocos dan Christmas yang di kuasai
Australia, tetapi terletak di Samudera Indonesia, serta Timor Portugis. Masalah
Pulau Cocos dan Christmas menjadi persoalan karena ada suara-suara bahwa
Australia akan melepaskan kekuasannya atas kepulauan itu. Persoalan regional
yang dibicarakan adalah sengketa Malaysia dan Filipina mengenai Sabah,
disamping masalah Vietnam dan Khmer.
Senin, 6
September 1976
Selama lebih
dari satu jam, siang ini Kepala Negara menerima Menteri Perdagangan Radius
Prawiro, Menteri PAN Sumarlin, Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, dan
Direktur Utama Pertamina, Piet Haryono. Diantara masalah yang dibicarakan dalam
pertemuan itu adalah menyangkut pengangkutan LNG dari Indonesia ke Luar Negeri.
Hal ini tadinya menimbulkan persoalan, sehubungan dengan ketidakmampuan General
Dynamics Corporation untuk menyelesaikan kapal-kapal yang dipesan Burmah
Shipping Corporation, perusahaan yang akan mengangkut LNJ dari Indonesia, dengan
harga yang telah disepakati semula.
Selasa, 6 September
1977
Pagi ini
Presiden Soeharto menerima Menteri Luar Negeri Adam Malik di Buina Graha.
Kedatangan Adam Malik adalah untuk melaporkan hasil kunjungannya ke Nigeria dan
Jerman Barat. Sebagaimanan diketahui, di Lagos (Nigeria) Adam Malik menghadiri
sidang anti-apartheid. Dalam keterangannya dalam pers sesuai pertemuan,
sehubungan dengan pencalonannya menjadi anggota DPR oleh Golkar, Adam Malik
tidak menyampaiakan kemungkinan bahwa Presiden Soeharto akan bertindak seperti
Menteri Luar Negeri sampai dengan bulan April mendatang.
Presiden
Soeharto pagi ini memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina
Graha, Jakarta. Sesuai Sidang Menteri Penerangan Mashuri SH mengatakan kepada
pers bahwa sidang telah membahas situasi sembilan bahan pokok menjelang Idul
Fitri. Kepada sidang dilaporkan bahwa indeks harga sembilan bahan pokok selama
seminggu terakhir bulan Agustus (23-30 Agustus) tidak mengalami perubahan,
sedangkan selama seminggu pertama bulan September mencatat penurunan 0,03%.
Rabu, 6
September 1978
Dubes RI untuk
Uni Soviet, RBIN Didi Djajadiningrat, menghadap Presiden Soeharto di Cendana
pukul 09.00 pagi ini. Ia datang untuk melaporkan perkembangan hubungan
Indonesia dengan negara tersebut. Antara lain dikatakannya bahwa Uni Soviet
sampai kini belum mengubah sikapnya terhadap Indonesia dalam masalah Timor Timur.
Kamis, 6
September 1979
Presiden
Soeharto menerima Menteri Perdagangan dan Koperasi, Radius Prawiro, di Bina
Graha pada pukul 11.00 pagi ini. Usai pertemuan singkat dengan Kepala Negara
itu, Menteri Radius mengatakan bahwa Presiden telah menginstruksikan semua
aparat Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah meningkatkan efisiensi penggunaan
biaya yang bersumber dari dalam negeri dan menekan biaya untuk berbagai
keperluan pembangunan. Instruksi ini diberikan Kepala Negara agar tingkat
inflassi dalam bulan mendatang dapat ditekan. Tindakan ini juga dalam rangka
mencegah melanjutnya inflasi secara berlarut-larut.
Dikemukakan pula
oleh Radius bahwa instruksi Presiden ini adalah dalam rangka keputusan sidang
kabinet terbatas bidang Ekuin yang lalu. Keseriusan masalah inflasi ini
tercermin dari tingkat laju inflasi dalam periode April sampai Agustus 1979
yang mencapai 13,94%.
Sabtu, 6
September 1980
Menteri dalam
negeri Amirmachmud pagi ini menghadap Kepala Negara di Bina Graha. Pemerintah
akan mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap tahanan G-30-S/PKI golonngan
B dan C yang sudah dilepas kembali ke masyarakat, jika mereka mencoba-coba
melakukan kegiatan politik yang mengarah pada kegitan yang menghidupkan kembali
partai terlarang PKI. Penegasan pemerintah ini dikemukakan Mendagri Amirmachmud
selesai diterima Presiden Soeharto. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan
tentang masalah pembinaan para bekas tahanan G-30-S/PKI yang sudah kembali ke
masyarakat.
Usai menghadap,
Amirmachmud mengatakan bahwa pembinaan bekas tahanan G-30-S/PKI adalah
tanggungjawab para gubernur dan bupati. Mereka harus di bina agar menjadi
warganegara yang baik. Dikatakannya pula bahwa pemerintah akan mengambil
tindakan yang lebih tegas daripada ketika mereka masih ditahan sebelumnya,
apabila bekas tahanan golongan B dan C itu mencoba main-main politik dalam
rangka mengembalikan kekuasaan PKI.
Senin, 6 September
1982
Pukul 10.00 pagi
ini. bertemapat di Istana Negara, Presiden Soeharto meresmikan pembukan Kongres
ke-10 Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Dalam kata sambutannya Kepala Negara
mengajak semua penerbit umumnya, dan para anggota Ikapi khususnya, untuk selalu
berusaha menerbitkan buku-buku yang dapat menggairahkan usaha pendidikan dalm
membina warga kita menjadi manusia seperti yang kita harapkan. Ia juga
menyerukan agar para pedagang dan toko buku berusaha mengedarkan buku-buku yang
bermutu, yang benar-benar bermanfaat bagi pendidikan bangsa. Presiden juga
menganjurkan agar penerbit mauoun pedagang dan toko buku mulai sekarang ini
memikirkan suatu kode etik untuk kegiatan dan bidang usaha budaya yang begitu
penting.
Selassa, 6 September
1983
Presiden
Soeharto menggariskan bahwa Indonesia akan mengusahakan agar Uni Soviet
memberikan pengakuan atas kasus penembakan pesawat penumpang Korea Selayan,
Boening-747 KAL, selain mengajukan permintaan maaf. Pemerintah Indonesia akan
mengusahakan agar Uni Soviet mau berjanji untuk mematuhi ketentuan ICAO, dan
sesuai dengan Konvensi Chicago, harus memberikan ganti rugi. Demikian dikatakan
oleh Menteri Perhubungan, Rusmin Nuryadin, setelah menghadap Kepala Negara pagi
ini di Bina Graha. Ia menghadap presiden untuk menyampaikan laporan tentang
masalah-masalah prasarana perhubungan. Selain itu ia juga menyampaikan
keterangan-keterangan yang bersifat teknis mengenai penembakan pesawat
Boeing-747 KAL itu. Dikatakannya bahwa petunjuk Presiden tersebut diberikan sebagai
bahan bagi sikap Indonesia dalam pertemuan ICAO yang akan datang.
Kamis, 6
September 1984
Pukul 06.15 pagi
ini Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur Upacara dan melepas jenazah
almarhum H Adam Malik dari kediamannya di Jalan Diponegoro, Jakarta pusat,
untuk dimakamkan di Tanam Makam Phlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Sebelum
dimakamkan, jenazah almarhum akan dishalatkan di Masjid Istiglal. Selain Ibu
Tien Soeharto, upacara penglepasanjenazah almarhum dihadiri pula segenap
pembesar negara.
Setelah
menjalankan ibadah Shalat Idul Adha, Presiden bersama seluruh jama’ah Masjid
Istiglal menyembahyangkan jenazah almarhum Adam Malik. Selanjutnya almarhum
Adam Malik diberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk dimakamkan
dengan upacara militer, dimana Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah bertindak
selaku Inspektur Upacara. Sementara itu, selesai shalat jenazah, Presiden
Soeharto menyerahkan sapi qurbannya kepada panitia qurban di Masjid Istiglal.
Sabtu, 6
September 1986
Pagi ini, pada
jam 08.30, Presiden Soehartomenerima surat kepercayaan Duta Besar baru Kanada,
Jack Alexander Whittleton, di Istana Merdeka. Menyambut surat kepercayaan
tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa hubungan dalam arti yang
seluass-luasnya terus menerus berkembang antara kedua bangsa dan negara kita.
Hubungan itu sangat bermanfaat karena meliputi kalangan yang sangat luas, baik
pada kalangan pemerintah, dunia usaha, malahan juga kalangan generasi muda.
Menurut Presiden, hubungan yang demikian telah memberi kesempatan kepada kita
untuk saling mengerti, slaing menghormati dan saling memahami posisi
masing-masing, baik dalam posisi bilateral, regional maupun global.
Satu jam
kemudian, pada jam 09.30, Kepala Negara juga menerima surat kepercayaan dari
Duta Besar Brunei Darussalam, Pehin Udana Khatib Ustaz Awang Haji Badaruddin
Bin Pengarah Haji Othman, di tempat yang sama. Menyambut surat kepercayaan itu,
dalam amanatnya Presiden mengatakan bahwa
kita semua merasa sangat beruntung karena hubungan antara negara yang
sangat akrab itu juga dinikmati bersama diantara negara-negara sekawasan yang
bergabung dalam ASEAN, yang memberikan suasana tenteram dan stabil kepada kita
semua. Dengan suasana itu, kita dapat memusatkan perhatian yang lebih besar
kepada masalah pokok yang dihadapi rakyat-rakyat kita, yaitu membangun demi
kemajuan dan kesejahteraan.
Rabu, 6
September 1989
Hari ini di Cava
Centre, Beograd, Presiden Soeharto mengadakan serangkaian dengan tujuh pemimpin
Gerakan Non-Blok. Ketujuh pemimpin tersebut adalah Presiden Tunisia Zine Abedin
Ben Ali, PM Yugoslavia Ante Markovic, Presiden Sudan Letjen Omar Ahmed
el-Basir, Raja Nepal Birendrabir Bikram Shah Dev, Presiden Siprus George
Vassiliou, PM Korea Utara Yon Hyong Muk dan PM
India Rajiv Gandhi. Dalam rangkain pertemuan yang berlangsung dari pagi
hingga tengah hari itu telah dibahas belbagai masalah bilateral, regional dan
internasional yang menjadi kepentingan bersama.
Diantara kepala
negara atau kepala pemerintahan yang di terima oleh Presiden Soeharto pada sore
dan malam ini adalah Presiden Palestina, Yasser Arafat. Kepada Presiden
Soeharto, Arafat menyatakan terharu dan berterima kasih atas pidato Presiden
Soeharto dalam KTT Non-Blok karena isi pidato tersebut mendukung perjuangan
rakyat Palestina.
Presiden
Soeharto menegaskan kepada Yasser Arafat bahwa Indonesia sjak semula mendukung
perjuangan rakyat Palestina secara tulus, karena hal ini sesuai dengan
mukadimah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa
oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Presiden juga mengatakan bahwa
Indonesia sudah siap jika Palestina ingin membuka kedutaan besarnya di Jakarta.
Minggu, 6
September 1991
Prresiden
Soeharto hari ini megadakan pembicaraan dengan Wakil Presiden Taha Yassin
Ramadhan . Pada kesemptan itu, Ketua delegasi Irak itu mengatakan bahwa
pemerintahnya mengharapkan Presiden Soeharto selaku Ketua Gerakan Non-Blok
dapat mengambil langkah yang memungkinkan pencabutan embargo obat-obatan dan
makanan karena bangsa Irak sangat membutuhkannya.
Selain menerima
Wakil Presiden Irak, Presiden Soeharto juga menerima Presiden Vietnam Vo Chi
Cong, Presiden Laos Kaysone Phomviahane, Wakil Presiden Kuban Juan Almeida,
Presiden Palestina Yasser bArafat, PM Yaman Haider Abu-Bakr serta Presiden
Bostwana Ketumile Masire. Dalam pembicaraan itu semua Presiden sepakat bahwa
hasil KTT ini merupakan angin segar bagi Gerakan Non-Blok di masa mendatang.
Presiden
Soeharta mengatakan kepada tamu-tamunya bahwa negara-negara berkembang yang
lazim disebut negara Selatan perlu meningkatkan hubungan ekonomi diantara
sesama mereka. Mereka harus mengubah sikap mentalnya untuk mempercayai mutu
produk negara Selatan lainnya.
Sumber
: Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun
: Rayvan Lesilolo