Sabtu, 30 September 1967
Dalam menyambut
peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang disiarkan secara nasional oleh TVRI
malam ini, Jenderal Soeharto menyerukan agar bangsa Indonesia tetap mawas diri,
melakukan koreksi total di bidang ideologi, politik, ketatanegaraan, ekonomi
dan sikap mental. Mengenang kembali peristiwa penghianatan PKI dua tahun yang
lalu, Pejabat Presiden mengatakan bahwa persoalan pokok yang terjadi pada
tanggal 1 Oktober 1965 itu sebenarnya adalah soal hidup-matinya Pancasila. Pada
waktu itu telah berhadapan dua kekuatan yang bertentangan, yaitu Pancasila dan
sebagian besar rakyat dengan PKI beserta pendukung-pendukungnya. Oleh karena
kesaktian Pancasila itulah maka tragedi nasional yang terjadi pada tanggal 1
Oktober 1965 itu dengan cepat disusul oleh kemenangan nasional, di mana
kekuatan-kekuatan rakyat dan Pancasila bersatu padu.
Sabtu, 30
September 1972
Presiden
Soeharto berpesan kepada para gubernur agar benar-benar memperhatikan
persiapan-persiapan untuk menyukseskan rencana produksi beras pada tahun yang
akan datang. Persiapan-persiapan tersebut menyangkut panca usaha, seperti
pupuk, obat-obatan, kredit bank untuk petani, dan lain-lain. Pesan tersebut
disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat
Solichin GP, Gubernur Jawa Tengah
Munadi, Gubernur Jawa Timur M Noer, Gubernur Sulawesi Selatan Achman
Lamo, serta Wakil Gubernur DI Yogyakarta Sri Paku Alam, yang menghadapnya di
Bina Graha hari ini.
Presiden
Soeharto dan Kepala Bulog Achmand Tirtosudiro di Bina Graha hari ini membahas
masalah harga-harga kebutuhan pokok
sehari-hari, dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kenaikan harga
dan untuk memelihara stabilisasi harga.
Senin, 30
September 1974
Bertempat di
Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto menerima Deputi Menteri Pertanahan
AS, William P Clements Jr. Dalam pertemuan itu telah dibahas mengenai situasi
Asia Tenggara yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Kepada pers
William Clements menjelaskan bahwa ia telah mengemukakan pandangan negaranya
tentang Diego Garcia yang amat penting bagi keamanan dan perdamaian kawasan
sekitarnya. Di sana Amerika Serakat merencanakan untuk membuat pangkalan
militer, tetapi rencana itu mendapat tantangan keras dari berbagai negara.
Kepada Deputi Menteri Pertanahan AS itu Kepala Negara telah menegaskan bahwa Indonesia
tidak menginginkan lautan disekitarnya menjadi area pertentangan, sebab hal itu
dapat menghambat proses pembangunan Indonesia.
Jum’at, 30
September 1977
Presiden
Soeharto merasa prihatin atas kejadian yang menimpa beberapa kecamatan di
Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang sebagian rakyatnya menderita kekurangan
pangan. Demikian pernyataan yang dikemukakan Solihin GP di depan unsur-unsur
pemerintah dan rakyat setempat. Lebih lanjut dikatakannya bahwa Kepala Negara
telah menginstruksikan pejabat-pejabat tingkat pusat sampai provinsi dan
kabupaten Karawang untuk memberikan prioritas perhatian guna menanggulangi
kekurangan pangan itu. Presiden juga menghendaki agar prioritas perhatian harus
menjamin perbaikan keadaan yang dihadapi rakyat di daerah itu agar jangan lebih
memburuk. Disamping itu harus pula diupayakan untuk menyelamatkan penduduk dari
keadaan darurat pangan ini, sehingga mereka dapat kembali kepada kehidupan yang
normal secepat mungkin.
Sabtu, 30
September 1978
Pukul 09.00 pagi
ini Presiden Soeharto menerima Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Subroto.
Menteri Subroto menghadap untuk melaporkan tentang perkembangan pembangunan
pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di daerah Kamojang, Jawa
Barat. Pembangkit listrik ini akan segera berfungsi.
Pada kesempatan
itu Presiden Soeharto menginstruksikan Departemen Pertambangan dan Energi untuk
mengembangkan pembangkit-pembangkit listrik geothermal di daerah-daerah lain
yang memiliki potensi untuk itu.
Selasa, 30
September 1980
Bertempat di
Istana Merdeka, hari ini secara berturut-turut Presiden Soeharto menerima
surat-surat kepercayaan dari Duta Besar Guinea dan Duta Besar Austria. Ketika
menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Rakyat Revolusioner Guinea, RY
Mandiou Toure, Kepala Negara mengatakan bahwa sejak kelahirannya sebagai negara
merdeka pada tahun 1945, Indonesia selalu mendukung perjuangan rakyat Afrika
untuk mencapai kemerdekaan nasionalnya. Dikatakannya bahwa kalimat pertama
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihhapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu,
kata Presiden, pemerintah dan rakyat Indonesia mengutuk politik apartheid serta
penindasan yang dijalankan Afrika Selatan, karena hal ini bertentangan dengan
asas kemerdekaan dan rasa keadilan serta perikemanusiaan.
Sementara itu,
membalas pidato Duta Besar Austria, Dr. Edgar Selzer, Kepala Negara mengatakan
bahwa Indonesia akan dapat lebih banyak memberikan sumbangan kepada perdamaian,
ketertiban dan kesejahteraan dunia jika rakyatnya lebih maju dan sejahtera
daripada sekarang ini. Oleh itu, kata Presiden, bangsa Indonesia menyadari
bahwa berhassilnya pembangunan yang dewasa ini sedang giat-giatnya dilaksanakan
sangat menetukan.
Jum’at, 30
September 1983
Para peserta
Rapim ABRI 1983 diterima oleh Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini.
Pada kesempatan itu, Panglima ABRI , Jenderal LB Murdani, memberika laporran
mengenai penyelenggaraan Rapim ABRI
tahun ini. Kepada Presiden kemudian diserahkannya hasil-hasil Rapim yang pada
tahun ini bertema “Dengan jiwa kejuangan dan profesionalisme yang tinngi, ABRI
bertekad untuk mensukseskan Repelita IV”.
Dalam
pengarahannya, Presiden telah mengungkapkan penilaiannya terhadap ABRI.
Dikatakannya bahwa sampai sekarang ini ia menilai ABRI telah berhassil baik
dalam menjalankan Dwifungsi serta peranannya sebagai stabilisator dan
dinamisator. Menurut Presiden, dalam memperjuangkan kayakinannya mengenai apa
yang baik bagibangsa ini, ABRI sebagai kekuatan sosial menggunakan cara-cara
yang masuk akal dan dengan pendekatan-pendekatan yang demokratis dan
konstitusional. Sebagian kekuatan sosial, ABRI dengan sadar menempatkan diri
sederajat dengan kekuatan sosial politik lainnya dalam alam Demokrasi Pancasila
ini. Sikap yang demikian, menurut Kepala Negara, sungguh merupakan sumbangan
yang penting bagi pelaksanaan dan pengembangan Demokrasi pancasila.
Presiden
mengarahkan bahwa, sebagaimana yang digariskan dalam GBHN, dalam tahun-tahun
yang akan datang kita perlu melanjutkan modernisassi ABRI. Namun yang tidak
kalah pentingnya menurut Presiden adalah mengembangkan terus doktrin perlawanan
rakyat semesta dalam rangka bela negara, yang dilaksanakan dengan sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta untuk mempertahankan kkedaulatan dan
kemerdekaan negara. Dalam rangka ini Kepala Negara meminta perhatian terhadap
pembinaan wilayah dan masyarakatnya, yang perlu terus disesuaikan dengan
kondisi dan perkembangan masyarakat yang makin maju.
Rabu, 30
September 1987
Gubernur Timor
Timur, Mario Viegas Carascaloa, diterima Presiden Soeharto pagi ini di Bina
Graha. Ia menghadap Kepala Negara untuk melapor mengenai perkembangan Timor
Timur selama ini.
Pada kesempatan
itu Presiden telah memberikan bantuan berupa 125 unit alat pemecah kopi untuk
rakyat Timor Timur. Presiden mengharapkan agar alat tersebut dapat disalurkan
dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, mengingat lahan kopi yang terdapat di Timor
Timur cukup luas, yaitu sekitar 580.000 hektar.
Minggu, 30
September 1990
Malam ini
Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW
yang diadakan di Istana Negara. Memberikan kata sambutan pada acara tersebut,
Presiden menyerukan agar kita semua mencurahkan upaya yang lebih besar lagi
dalam bidang pendidikan. Sebab, pada akhirnya, peningkatan kualitas manusia
tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pendidikan. Dikatakannya bahwa kita semua
menyadari bahwa kegiatan pendidikan di negeri kita masih jauh dari apa yang
kita dambakan. Masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Yang harus kita
lakukan adalah berpikir kerass dan
bekerja keras untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan yang ada.
Sebelumnya Presiden
mengatakan bahwa peringatan hari-hari besar keagamaan sepeti Maulud Nabi ini
hendaknya mendorong kita untuk selalu mawas diri, bertanya pada diri kita
sendiri, mengapa keadaan kita masih jauh dari kehidupan yang dicita-citakan
oleh agama kita? mengapa terdapat jurang yang dalam dan lebar antara cita-cita
dan realita?
Sumber
: Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun
: Rayvan Lesilolo