Selasa, 3 September 1968
Hari ini
Presiden Soeharto mengadakan peninjauan ke perkebunan tembakkau milik PNP IX di
Kisaran. Setelah peninjauan dan mendapat penjelasan dari pimpinan perkebunan,
Presiden Soeharto menyampaikkan kesan-kesannya tentang perkebunan tembakkau Deli tersebut. Di
hadapan pimpinan dan karyawan, Presiden terutama menyinggung masalah utama yang
di hadapi PNP IX tersebut selama ini, yaitu berkurangnya areal perkebunan.
Dalam hubungan ini Presiden memerintahkan agar pimpinan PNP IX menyelamatkan
areal perkebunan tembakkau Deli. Selanjutnya kepada petani diserukan agar tidak
menyerobot tanah perkebunan, karena tanah perkebunan tembakkau adalah penghasil
devisa negara.
Rabu, 3 September 1969
Dalam pertemuan
dengan delegasi ekonomi swasta Jepang yang di pimpin oleh Dr. Narahashi pagi
ini di Istana Negara, Presiden Soeharto mengharapkan agar penanaman modal asing
tidak hanya terpusat di Jakarta saja, melainkan tersebar ke daerah-daerah.
Presiden juga mengharapkan agar kerjasama industri yang sudah ada dengan pihak
Jepang dapat di perluas ke bidang processing
serta industri ekspor.
Kamis, 3
September 1970
Setiba di
pelabuhan udara Istanbul pagi ini, untuk istirahat dalam perjalanan menuju Negeri
Belanda, tanpa diduga-duga Presiden Soeharto di sambut degan hangat oleh
pemerintah Turki, lengkap dengan upacara militer. Dengan didampingi oleh
Gubernur Istambul dan diiringi lagu-lagu mars, Presiden memeriksa barisan
kehormatan, lalu menuju ruang VIP. Gubernur Istambul juga membacakan pesan
khusus dari Presiden Turki yang meminta agar Presiden Soeharto singgah di
Angkara dalam perjalanan pulang ke Indonesia, supaya dapat di sambut sendiri
oleh Presiden Turki.
Selasa, 3
September 1974
Di Bali Room,
Hotel Indonesia, pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka sidang umum
ke-7 Kongres Asuransi Asia Timur. Kepada para peserta Kongres, Kepala Negara
mengatakan bahwa pemerintah memberi perhatian yang besar terhadap usah
perasuransian. Malah, demikian Presiden, pemerintah sangat mendorong agar
sektor peransurasian dapat memegang peranan yang lebih besar lagi, terutama
sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
Menyinggung
tentang sumbangan Pemerintah bagi pengembangan peransurasian di Indonesia,
Presiden mengatakan bahwa Pemerintah telah meningkatkan peranan asuransi Kredi
guna menjamin kredit bank kepada pengusaha menengah dan kecil. Selain itu
Pemerintah juga sedang berusaha untuk mengadakan asuransi sosial untuk memenuhi
program kesejahteraan masyarakat. Demikian Presiden.
Rabu, 3
September 1975
Presiden dan Ibu
Soeharto pagi ini meninggalkan Jakarta menuju Denpasar, Bali dan akan berada di
sana sampai hari Juma’at sore. Selama di Pulau Dewata itu, Kepala Negara akan
mengadakan serangkaian pembicaraan tidak resmi dengan PM Singapura, Lee Kuan
Yew, yang akan tiba juga disana hari ini.
Pembicaraan
tidak resmi antara Presiden Soeharto dengan PM Lee Kuan Yew mulai berlangsung
hari ini di Pertamina Cottage, Pantai Kuta. Dalam pembicaraan yang berlangsung
selama lebih dari dua jam hari ini, kedua pemimpin antara lain telah membahas
masalah pelaksanan KTT ASEAN yang menurut rencana akan dilaksanakan pada tahun
ini juga.
Pembicaraan
antara kedua kepala pemerintahan itu hari diteruskan sesudah istrahat makan
siang. Malam ini Presiden Soeharto mengajak PM Lee Kuan Yew beserta
rombongannya menyaksikan pertunjukkan kesenian yan g diadakan di Pertamina
Cottage.
Sabtu, 3 September
1977
Presiden
Soeharto pagi ini menerima surat Kepercayaan Duta Besar Republik Federasi
Jerman yang baru Guenther Schoedel, di Istana Merdeka. Dalam pidato balasannya
Presiden mengungkapkan keyakinan saling pengertian dan kerjasama yang erat
antara MEE dan ASEAN pasti memberikan sumbangan kearah kelancaran dialog
Utara-Selatan. Berhasilnya dialog ini akan dapatmemepersempit jurang pemisah
antara negara-negara maju dan negara-negara sedang membangun, yang apabila
tidak segera kita jembatani dapat merupakan benih bagi ketidak-tenteraman
dunia.
Presiden dan Ibu
Soeharto siang ini menerima kunjungan 20 orang anak yatim piatu dari Timor
Timur, yang diantara oleh Gubernur Timor Timur Arnaldo dos Reis Araujo. Menurut
keterangan, keduapuluh anak yatim piatu itu akan ditampung di panti asuhan
Santo Thomas, Ungaran, Jawa Tengah, dengan mendapat bantuan dari Yayasan Dharmais
yang dipimpin Presiden Soeharto. Dalam pertemuan itu, Presiden berpesan agar
mereka belajar baik-baik, dan menganggap panti asuhan Santo Thomas sebagai
orang tua mereka sendiri.
Rabu, 3
September 1980
Sidang kabinet
terbatas bidang Ekuin pagi ini berlangsung di Bina Graha dibawah pimpinan
Presiden Soeharto. Sidang yang berlangsung lebih kurang tiga jam itu antara
lain membahas masalah penyempurnaan pengaturan dalam melaksanakan undang-undang
bagi hasilpencetakan sawah baru, khusunya yang sudah ada irigasinya. Dalam
usaha meningkatkan produksi pangan, Kepala Negara telah menginstruksikan
Menteri Dalam Negeri, para Gubernur dan bupati untuk menertibkan dan
meningkatkan pelaksanaan Undang Undang No.2/1960 tentang bagi hasil.
Sidang kabinet
memutuskan juga untuk menyesuaikan harga dasar gabah kering giling dan beras,
serta harga dasar beberapa jenis palawija. berlaku mulai tanggal 1 Februaru
1981, harga dasar gabah kering giling KUD yang sekarang Rp105,- per kilogram
dinaikkan menjadi Rp120,-, sedangkan harga dasar beras naik dari
Rp179,-/kilogram menjadi Rp195,-. Harga dasar beberapa jenis palawija, seperti
jagung, kedele, kacang ijodan kacang tanah dinaikkan mulai tanggal 1 November
mendatang.
Kamis, 3
September 1981
Pukul 09.45 pagi
ini, di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima pimpinan DPA yang datang untuk
menyampaikan beberapa naskah hasil sidang DPA. Naskah-naskah yang disampaikan
itu menyangkut masalah maritim, pemilihan umum, stabilitas keamanan di kawasan
Asia Tenggara, serta Krisis di Timur Tengah. Pimpinan DPA yang hadir dalam
pertemuan itu adalah Sunawar Sukawati, J Naro, GPH Djatikusumo, dan Piet
Wiryawan.
Pukul 11.00 pagi
ini Presiden Soeharto menyerahkan hadiah dan piala kepada Pemenang Perlombaan
Intensifikasi Khusus Musim Tanam 1980 dan 1980/1981di Istana Negara. Para
anggota kelompok Tani pemenang perlombaan tersebut, dan para wakil Kelompok
Tani pemenang dari NTB, anggota-anggota Forum Sarasehan Kelompok Tani Nelayan
dan pemenang perlombaan Tingkat Karya Bimbingan Intensifikasi dari Satuan
Pembina Bimas Provinsi Jawa Timur, secara khusus diundang oleh Presiden untuk
hadir dalam acara hari ini.
Senin, 3
September 1984
Atass nama
Presiden Soeharto Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Abdul Gafur, menyerahkan
parasamya Purnakarya Nugraha kepada Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Penyerahan
penghargaan itu diterima oleh Bupati Soegiono. Tampak hadir dalam upacara
tersebut Gubernur Sulawesi Tengah, Drs H Galib Lasahido, Panglima Kodam XIII,
Kapolda Sulawesi Utara ddan Tengah, pimpinan DPRD Tingkat I dan II Sulawesi
Tengah, para bupati seluruh Sulawesi Tengah dan seluruh Kepala Dinas di wilayah
Sulawesi Tengah.
Dalam amanat
tertulisnya, Presiden Soeharto antara lain menyatakan bahwa penganugerahan
tanda kehormatan tertinngi ini adalah karena prestasi yang dicapai oleh stiap
kabupaten diseluruh Indonesia selama 5 tahun. Keberhasilan pembangunan selama
Pelita ini juga tidak sedikit tantangan yang timbul, dan untuk keberhasilan itu
kita tidak membuat puas diri, karena di bumi Indonesia tidak ada tempat bagi
mereka yang merasa puas diri. Rasa puas diri itu adalah pangkal dari kemandekan
yang berarti kemunduran.
Selasa, 3
September 1985
Presiden
Soeharto, pada jam 10.00 pagi ini, meresmikan penghunian rumah susun Perum
Perumnas di Klender, Jakarta Timur. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan
bahwa pembangunan perumahan di wilayah perkotaan harus ditangani secara,
mendasar, menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu pula pembangunan perumahan di
wilayah perkotaan hendaknya dilaksanakan dengan berpedoman pada asas pemenuhan
kebutuhan massyarakat secara merata serta dapat mendorong penggunaan dan
pemanfaatan tanah secara optimal. Dikatakannya bahwa bentuk perumahan yang
tepat untuk wilayah perkotaan adalah rumah susun.
Rabu, 3
September 1986
Sidang kabinet
terbatas bidang Ekuin berlangsung di Bina Graha pagi ini. Presiden Soeharto
yang membuka dan memimpin sidang itu dan menghimbau agar wajib pajak berlaku
jujur dalam membayar pajak dengan memberikan angka-angka yang sebenarnya. Dalam
hubungan ini, Presiden menegaskan bahwa terhadap mereka yang kedapatan
melanggar, supaya dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Diungkapkan
didalam sidang hari ini bahwa jumlah uang yang beredar sampai dengan Mei 1986
adalah Rp.10,512 triliun. Dalam bulan Agustus terjadi kenaikkan harga sebesar
0,18, sehingga tingkat inflansi dalam tahun anggaran 1986/1987sam pai bulan
Agustus menjadi 1,58%. Tingkat inflasi dalam tahun Takwim ini dengan demikian
menjadi 3,11%. Adapun tentang neraca perdagangan sementara bulan Juni 1986
sidang mencatat adanya surplus sebesar US$784,9 juta. Surplus itu terjadi
karena ekspor Indonesia untuk waktu yang sama mencapai US$1.674,8 juta,
sementara impor hanya sebesar US$889,9 juta.
Kamis, 3 September
1987
Pukul 10.00 pagi
ini bertempat di halaman tengah istana, Presiden Soeharto menerima kontingen
Indonesiake SEA Games XIV. Presiden mengharapkan agar anggota kontingen yang
berjumlah 700 orang itu berjuang semaksimal mungkin, sehingga dapat meraih
prestasi yang setinggi-tinggihnya. Dikatakannya bahwa bagi Indonesia merupakan
suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri menjadi tuan rumah pesta olahraga
tersebut. Oleh karena itu merupakan suatu kehormatan pula untuk menjadi anggota
kontingen Indonesia pada SEA Games, karena pemilihan tersebut berarti bangsa
Indonesia telah memberikan kepercayaan kepada kontingen dalam mengemban tugas.
Sabtu, 3
September 1988
Siang ini di
Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang
dipimpin oleh Prof. Dr Sri Edi Swasono. dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh
Menteri Koperasi/ Kepala Bulog Bustanil Arifin itu, Presiden menekankan
mengenai pentingnya upaya peningkatan kesadaran berkoperasi dikalangan rakyat
dengan memberikan contoh-contoh serta memberikan pendidikan yang bersifat
visual.
Pada kesempatan
itu Presiden juga menugaskan Dekopin untuk mengadakan penilitian mengenai seberapa luas wilayah
jangkauan yang ideal untuk sebuahKUD, apakah meliputi satu kecamatan atau untuk
beberapa desa. Menurut Kepala Negara, hal itu perlu diteliti, karena sampai
sekarang belum ada sesuatu yang kongrit. Kepala Negara juga menegaskan agar
tidak mengukur maju mundurnya suatu koperasi dari Sisa Hasil Usahannya (SHU)
saja, melainkan juga dari pelayanan yang diberikankepada para anggota koperasi
itu sendiri.
Minggu, 3
September 1989
Pukul 09.00 pagi
ini waktu setempat, Presiden Soeharto dan rombongan tiba di bandar udara
Surcin, Beograd. Dibandar udara itu Presiden disambut dengan upacara kebesaran
militer oleh Presidn Yugoslavia, Janes Drnovsek.
Menjawab
pertanyaan wartawan seusai memeriksa barisan kehormatan, Presiden Soeharto
menyatakan kegembiraannya dapat menghadiri KTT Gerakkan Non-Blok IX yang
dinilanya sebagai suatu pertemuan yang sangat penting. Kepala Negara
mengharapkan KTT Beograd ini memberi penekanan pada pembangunan ekonomi untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat negara-negara di negara-negara Non-Blok yang
pada umumnya tergolong dalam kelompok negara-negara yang berkembang.
Sore ini
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan denngan Presiden Bangladesh Muhammad
Ershad di Hotel Interecontinental Beogrand dimana Kepala Negara menginap selama
menghadiri KTT Gerakan Non-Blok. Dalam pertemuan ini kedua pemimpin telah
membahas berbagai masalah bilateral, regional dan internasional yang menyangkut
kepentingan bersama.
Senin, 3
September 1990
Kepala Negara
mengatakan bahwa pendapat sejumlah pakar ekonomi kurang mendukung upaya
memasyaratkan koperasi, bahkan kadang-kadang pandangan mereka menakut-nakuti
orang untuk menjadi anggota koperasi. Demikian diungkapkan oleh Ketua Dekopin,
Sri Edi Swasono, setealah di terima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pagi
ini. Dikatakannya bahwa Presiden mengajak para ahli agar mendorong masyarakat
menjadi anggota koperasi. Dalam pertemuan itu Kepala Negara mengemukakan
kembali mengenai pentingnya pengalihan sebagai saham perusahaan kepada
koperasi, baik koperasi kawyawan maupun KUD. Pengalihan ini sebaiknya dilakukan
terhadap koperasi yang memiliki usaha yang terkait denngan perusahaan yang
bersangkutan.
Selasa, 3
September 1991
Bertempat di
Istana Negara pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Kongres Ilmu
Pengetahuan Nasioanl (Kipnas) V yang
dihadiri oleh lebih kurang 350 peserta. Acara pembukaan ini dihadiri pula oleh
dua ilmuan penerima Hadiah Nobel, yaitu Dr Heinrich Rohrer (Swiss) dan Dr
Nicolaas Bloembergen (Amerika Serikat).
Dalam amanatnya,
Kepala Negara mengakui bahwa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kita
masih harus bekerja keras untuk mengejar ketinggalan. Diakui pula bahwa hanya
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kita akan mempercepat laju
pembangunan. Sejalan dengan itu, Kepala Negara mengingatkan bahwa peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi akan terus bertambah besar dengan masa-masa yang akan
datang, pada saat pembangunan mulai memasuki proses tinggal ladas. Sebab, dalam
era tinggal landas nanti kita harus membangun masyarakat industri yang modern.
Sumber
: Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi
: Rayvan Lesilolo