Kamis, 14 September 1967
Hari ini
Indonesia telah mempersona non gratakan dua
pejabat Kedutaan Besar RRC, yaitu kuasa Usaha ad interim, Lu Tzu Po, dan Sekretaris II, Li Su Sheng. kedua orang
itu diperintahkan untuk meninggalkan Indonesia selambat-lambatnya tanggal 18
September 1967.
Kamis, 14
September 1972
Presiden
Soeharto menerima Presiden MEE, Sisco L Mansholt, di Istana Merdeka hari ini.
Kepada Mansholt, Presiden mengatakan bahwa bantuan-bantuan yang diberikan oleh
negara-negara Eropa Barat tidak akan ada manfaatnya jika ekspor Indonesia ke
Eropa Barat dihambat.
Selasa, 14
September 1976
Sidang Dewan
Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional berlangsung pagi ini di Bina Graha
dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Sidang kali ini membahas perkembangan
politik dalam negeri, khususnya yang menyangkut Timor Timur. sehubungan dengan
adanya usaha di luar negeri untuk memasukkan masalah Timor Timur dalam
agenda pembahasan di PBB dan dalam rumusan
Deklarasi Politik KTT Non-Blok yang berlangsung bulan lalu di Colombo, Presiden
menegaskan bahwa Timor Timur adalah masalah dalam negeri Indonesia.
Didalam sidang,
Kepala Negara juga telah memberikan pengarahan mengenai konsolidasi,
rehabilitasi, dan pembangunan Timor Timur. Untuk ini ia menginstruksikan agar
para pejabat meningkatkan koordinasi didalam pembuatan kebijaksanaan mengenai
Timor Timur., baik dalam aspek dalam negeri maupun luar negeri.
Rabu, 14
September 1977
Menteri Luar
Negeri Adam Malik menilai aksi kedelaan tokoh mahasiswa Jakarta dan Bandung,
yang menduduki gedung DPR-RI dan mengangkat diri mereka sebagai anggota DPR
(Sementara), sebagai lelucon dan hanya membuang tenaga saja. Demikian
penjelasan Adam Malik di Bina Graha sewaktu akan menghadap Presiden Soeharto.
Ia juga menjelaskan bahwa kedatangannya di Bina Graha ialah untuk melaporkan
rencana kepergiannya ke Sidang Umum PBB hari Sabtu mendatang.
Sementara itu,
Kepala Staf Kopkamtib Laksamana Sudomo mengatakan bahwa tindakan mahasiswa
menduduki gedung DPR dan menyatakan diri sebagai anggota DPR (S) adalah lawakan
terbesar di tahun 1977. Ia menegaskan bahwa sampai sekarang ini DPR masih tetap
berfungsi, dan menilai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut sebagai
tindakan yang menjurus kepada tindakan yang bersifat anarchi yang sering
disebut juga sebagai anarcho-syndicalism.
Demikian penjelasan Sudomo setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina
Graha hari ini.
Kamis, 14
September 1978
Pagi ini
Presideen Soeharto menghadiri Peringatan Hari Pramuka ke-17 dan sekaligus membuka
Raimuna Nassional ke-3, serta meresmikan Gelanggang Krida Pramuka Daerah Jawa
Timur dan Bumi Perkemahan di Karangkates, Jawa Timur. Dalam amnatnya, Kepala
Negara mengatakan bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan, Gerakan Pramuka
perlu berperan lebih aktif dalam membina generasi muda kita. Proses pendidikan
kepramukaan harus dilakukan lebih terarah dan terencana agar menghasilkan
remaja dan pemuda yang memiliki ketahanan mental, oral dan fisik serta memiliki
keterampilan yang memantapkan kepercayaan pada diri sendiri. Namun demikian,
begitu ditekankan oleh Kepala Negara, keberhasilan segala usaha itu sangat
tergantung pada para anggota Gerakan Pramuka itu sendiri.
Minggu, 14
September 1980
Pagi ini
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan emapat mata dengan Emir Kuwait di
Istana Merdeka. Pembicaraan antara kedua pemimpin itu telah membahas berbagai
masalah, baik bilateral maupun internasional. Menyangkut masalah bilateral,
sebagai hasil pertemuan itu, kedua Kepala Negara sepakat untuk lebih mempererat
hubungan dan kerjasama antara kedua negara, terutama dalam bidang ekonomi.
Rabu, 14
September 1983
Pukul 09.00 pagi
ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto menerima kunjungan para
peserta Jakarta Meeting IV Stanford Research
Institute Internasional (SRI). Dihadapan lebih kurang 150 tokoh-tokoh
terkemuka dunia usaha yang berasal berbagai bangsa itu, Kepala Negara
mengatakan bahwa masa depan yang lebih baik hanya dapat kita wujudkan melalui
gerakan besar-besaran pembangunan semua bangsa, khususnya bangsa-bangsa yang
sedang membangun. Tujuannya adalah agar setiap bangsa dapat mencapai wujud
masyarakat yang dicita-citakan menurut jalan yang ditentukannya sendiri. Dengan
demikian semua bangsa dapat ikut bertanggungjawab secara aktif dalam memantapkan
perdamain dan kemajuan bersama.
Khusus mengenai
pembangunan ekonomi Indonesia, Kepala Negara mengatakan bahwa kalangan swasta
mengambil peranan yang penting didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam
hubungan ini ia menilai bahwa kalangan swasta Indonesia telah mengalami
kemajuan pesat dalam mengerahkan modal, kemampuan manajemen, kemampuan
menguasai teknologi maupun kemampuan berusaha. Karena itu sekarang ini para
pengusaha swasta Indonesia dapat menjadi partner yang tangguh bagi penanaman
modala asing yang tetap dibuka oleh Indonesia.
Sabtu, 14
September 1985
Selama dua jam,
mulai pukul 10.15 waktu setempat, Presiden Soeharto dan Presiden Turki Kenan
Evren melakukan pembicaraan resmi di istana kepresiden Turki, Camli Cankaya.
Pembicaraan telah membahas masalah-masalah bilateral, regional, dan
internasional. Antara lain disepakati oleh kedua Kepala Negara untuk
meningkatkan hubungan dan kerjasama anatara kedua negara. Dalam hal ini kedua
belah pihak menyepakati untuk mempelajari kemungkinan melakukan perdagangan
imbal-beli antara swasta, pembentukan perusahaan bersama, dan mengadakan
hubungan laut dan udara langsung antara Indonesia-Turki.
Sebelum
mengadakan pembicaraan, Presiden beserta rombongan berziarah ke Mausoleum Kemal
Attaturk, dimana Kepala Negara meletakkan karangan bunga. Kemudian rombongan
mengunjungi Museum Attaturk. Ketiak mengisi buku tamu di museum tersebut,
Presiden Soeharto menulis: “ Bangsa Indonesia mengagumi kepahlawanan Kemal
Attaturk”.
Rabu, 14
September 1988
Selama satu jam
lebih, pada pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima menteri Luar Negeri
Ali Alatas di Bina Graha. Ali Alatas menghadap Kepala Negara untuk melaporkan
berbagai hal yang berkaitan dengan
politik luar negeri. Usai menghadap, ia mengatakan bahwa Presiden mnyatakan
puas akan hasil Konferensi Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok yang berlangsung di
Nikosia, Siprus. Dalam Konferensi itu diputuskan bahwa Yugoslavia menjadi ketua
dan tuan rumah KTT gerakan ini tahun depan.
Presiden
berpendapat bahwa dengan terpilihnya Yugoslavia, maka prinsip-prinsip murni
Gerakan Non-Blok akan tetap terjamin. Dikemukakan oleh Presiden bahwa sejak
semula salah satu pertimbangan pokok dan tujuan utama pencalonan Indonesia
sebagai tuan rumah KTT itu adalah untuk menjamin dipertahankannya
prinsip-prinsip murni gerakan serta pencapaian sasaran-sasaran berdasarkan
prinsip tersebut. Penunjukan Yugoslavia itu merupakan jalan tengah dari
keinginan Indonesia dan Nikaragua yang sama-sama bertahan dalam pencalonan
sebagai tuan rumah KTT Non-Blok tahun 1989.
Jum’at, 14
September 1990
Pemerintah
daerah Kalimantan Tengah hari ini mengumumkan bahwa Presiden Soeharto telah
memberikan bantuan sebesar Rp20 juta untuk rehabilitasi Gereja Imanuel di
Palangka Raya. Gereja Protestan yang tertua di Kalimantan Tengah ini sebelum
dipugar dapat menampung 500 orang jemaatnya; setelah dipugar akan dapat
menampung 1.200 jemaat. Diungkapkan pula bahwa sejak 1985 sampai 1990 bantuan
yang telah diberikan Presiden untuk membangun dan rehabilitasi rumah-rumah
ibadah di provinsi ini mencapai Rp561 juta.
Sumber
: Buku Jejajak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun
: Rayvan Lesilolo