Senin, 12 September 1966
Menpangad Jenderal Soeharto dalam upacara serah terima jabatan Pangdam
VII/Diponegoro dari Mayjen. Suryosumpeno kepada Mayjen. Surono di Stadion
Tentara, Semarang, menandaskan bahwa yang mendongkel Bung Karno adalah PKI sendiri. Sebab sebelum
terjadinya G-30-S/PKI sudah ada istilah pendongkelan Bung Karno.
Kamis, 12
September 1968
Presiden
Soeharto menyerahkan 200 ekor sapi kepada Kodam IV/Sriwijaya. Ini merupakan
pemenuhan janji Presiden pada wakyu mengunjungi Sumatera Selatan bulan Juli
lalu. Penyerahan telah berlangsung dalam suatu upacara yang di lakukan di
Tanjung Karang, di mana sapi-sapi tersebut diserahkan kepada Pangdam
IV/Sriwijaya, Brigjen. Ishak Juarsa, oleh petugas Presiden, Letkol Drh.
Aryadarmaka.
Jum’at, 12
September 1969
Presiden
Soeharto mengirimkan kawat kepada Raja Husein dari Yordania mengenai pembakaran
Masjid Aqsa. Dalam kawat tersebut Presiden mengatakan bahwa berita itu sangat
mengejutkan, baik bagi dirinya pribadi maupun bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia. Dikatakannya bahwa pembakaran tempat suci itu tidak saja
bertentangan dengan hati nurani umat Islam tetapi juga hati nurani umat manusia
seluh dunia. Presiden juga mengungkapkan bahwa ia juga telah menginstruksikan
Perwakilan Tetap RI dan PBB dan semua perwakilan Indonesia di luar negeri untuk mengambil bagian secara aktif
bersama-sama wakil-wakil dari negara Arab dan negara-negara Islam lainnya dalam
melindungi dan menyelamatkan Masjid Aqsa.
Rabu, 12
September 1983
Pukul 10.00 pagi
ini Presiden Soeharto menutup Kontes Ayam dan Pameran Unggas Nasional II
bertempat di Balai Kotamadya Bandung. Pada kesempatan itu Kepala Negara
menganjurkan agar bimbingan massal untuk beternak ayam diseluruh tanah air
diutamakan terus-menerus. Selain itu diharapkannya juga agar pemilik modal yang
besar mengelola pembibitan, baik untuk petelur maupun ayam potong, sedangkan
yang bermodal lemah memusatkan diri pada peternakan ayamnya. Hal ini juga
dimaksudkan sebagai cara untuk menghilangkan kesenjangan dalam masyarakat kita.
Dalam kontes
tersebut diperebutkan piala bergilir dari Presiden Soeharto. Piala yang
sebelumnya ditaburu dengan “Beas Panghurip” oleh Ibu Tien, pagi ini diserahkan
Kepala Negara kepada pemenangnya.
Kamis, 12
September 1974
Kendatipun sudah
menjadi purnawirawan, tetapi sebagai seorang TNI kita harus tetap turut serta
memikirkan dan bekerja untk rakyat. Jangan acuh tak acuh, tetapi gunakan
pengalaman dan kemampuan masing-masing. Demikian pesan Presiden Soeharto kepada
para purnawirawan ABRI mengenai peranan mereka dalam pembangunan setelah tidak
lagi aktif dalam jajaran ABRI, melalui 15 orang pengurus Pepabri yang
menghadapnya pada pukul 10.00 pagi ini
di Istana Merdeka. Pengurus Pepabri menemui Kepala Negara untuk
menyampaikan Piagam Anggota Kehormatan, karena ia telah bersedia menjadi
anggota kehormatan organisasi purnawirawan ABRI itu.
Senin,
12 September 1977
Menteri
Perhubungan Emil Salim hari ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Grah, untuk
melaporkan persiapan-persiapan mengenai angkutan lebaran. Selesai pertemuan,
Emil Salim Mengatakan kepada pers bahwa Presiden Soeharto memesankan agar
kepentingan rakyat banyak dijaga dengan sebaik-baiknya, dan jangan sampai
dirugikan oleh angkutan umum selama lebaran ini. Menteri menjelaskan bahwa
menjelang lebaran ini sarana angkutan umum dikerahkan semaksimal mungkin, namun
hal tersebut belum dapat menjamin dipenuhinya kebutuhan rakyat akan sarana
angkutan.
Selasa,
12 September 1978
Menteri
Kerjasama Pembangunan Belanda, Jan De Koning, pukul 09.00 pagi ini melakukan
kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Pada
kesempatan ini ia didampingi oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia, sementara
Kepala Negara didampingi oleh Menko Ekuin, Widjojo Nitisastro. Dalam pertemuan
tersebut telah dibicarakan mengenai perkembangan ekonomi negara-negara sedang
berkembang, dan kemungkinan-kemungkinan untuk mencari jalan guna menjembatani
jurang pemisah antara negara-negara industri dengan nagara-negara sedang
berkembang.
Sebagai
pokok bahasan dalam pertemuan itu tentu
saja masalah hubungan bilateral antara kedua negara, termasuk masalah bantuan
kepada Indonesia. Mengenai hal in de Koning mengatakan bahwa pandangannya tidak
banyak berbeda dari menteri sebelumnya, Jan Pronk.
Rabu,
12 September 1979
Presiden
Soeharto berpesan agar orang-orang sudah terlanjur mengikut ajaran agama Islam
Jamaah supaya sadar, karena tidak seluruh ajaran itu mengandung kebenaran.
Demikian dikatakan Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara, setelah
mendampingi Mufti Besar Kuwait, Sheikh Abdullah Al Noury, menghadap Presiden di
Cendaan pagi ini.
Sabtu,
12 September 1981
Presiden
dan Ibu Soeharto sore ini tiba di Yogyakarta untuk menghadiri acara peringatan
Hari Pramuka yang ke-20 yang berlangsung di Bumi Perkemahan Babarsari,
Yogyakarta. Sebenarnya Hari Pramuka jatuh pada tanggal 14 Agustus, akan tetapi
karena dalam bulan Agustus tahun ini sangat banyak acara, maka peringatannya
baru dilakukan sekarang.
Rabu,
12 September 1984
Presiden
Soeharto telah menginstruksikan kepada Bulok unuk membantu menanggulangi
kekurangan panngan di Bangladesh beberapa waktu yanng lalu telah mengirim kawat
kepada Presiden Soeharto meminta agar Indonesia dapat membantu kekurangan
pangan yang dialami rakyat Bangladesh sebagai akibat tiga kali dilanda banjir
besar. Demikian diungkapkan oleh menteri Koperasi/Kepala Bulog, Bustanil
Arifin, ketika membuka rapat kewaspadaan nasional II Bulog.
Mentrei
Tenaga Kerja Sudomo, atas nama Presiden Soeharto, menyampaikan anugerah tanda
pengharapan Parasamnya Purnakarya Nugraha kepada Kabupaten Sikka, NTT.
Penghargaan itu diterima oleh Bupati Sikka, Drs Daniel W Palle, dalam suatu upacara
meriah yang dilaksanakan dilapangan Kota Baru, disaksikan oleh ribuan
masyarakat Sikka.
Jum’at,
12 September 1986
Pukul
20.00 malam ini pemerintah mengumumkan keputusannya untuk melakukan devaluasi
mata uang ruoiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 45%. Dengan demikian
nilai tukar rupiah terhadap dollar berubah dari Rp1.134,- menjadi RP1.664,-.
Keputusan yang mulai diberlakukan pada malam ini juga, disampaikan oleh Menteri
Keuangan, Radius Prawiro.
Menurut
Radius Prawiro, keputusan ini diambil untuk mengatasi akibat yang sangat parah
ari merosotnya harga minyak bumi dewasa ini. Dismping itu, tindakan ini diperlukan juga untuk
menyelamatkan perekonomian Indonesia dari kerapuhan harga minyak bumi dipasaran
internasional antara sekarang hingga tahun 1990an nanti. Dikemukakanya lebih
jauh bahwa dengan langkah ini, neraca pembayaran Indonesia akan dapat
dipertahankan pada tingkat yang sehat dan barang ekspor non-migas kita dapat
lebih mempinyai daya saing di passaran internasional.
Sabtu,
12 September 1987
Presiden
Soeharto secara garis besar menerima bahan-bahan GBHN 1988 yang dihimpin dan
disusun oleh Tim Sembilan berdasarkan masukan mayarakat luass. Ketua Team
Sembilan, Drs Moerdiono, mengungkapkan hal itu kepada wartawan usai diterima
Presiden di Bina Graha pagi ini. Menurut Murdiono, bahan-bahan tersebut akan
diserahkan kepada MPR oleh Presiden pada tanggal 1 Oktober 1987 untuk dijadika
pertimbangan bagi MPR dalam menyusun GBHN 1988. Selain Moerdiono, anggota Team
Sembilan adalah Cosmas Batubara, Ginandjar Kartasasmita, GH Mantik, Mahmud
Subarkah, Soegiorno, Dr Adrianus Mooy, Dr Astrid, dan Dr Suryanto.
Selasa,
12 September 1989
Presiden
Soeharto, malam ini meninggalkan Moskow menuju Indonesia setelah melakukan
lawan ke Uni Soviet. Di bandar udara Sherementyevo, Moskow, Presiden dan Ibu
Soeharto dilepas Wakil Presiden Uni Soviet dan Nyonya Anatoly Lukyianov dan
sejumlah pejabat tinggi Soviet lainnya. Sebelumnya, Presiden dan Ibu Soeharto
melakukan kunjungan perpisahan kepada Presiden dan Nyonya Raisha Gorbachev di
Kremlin.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo