Sabtu, 10 September 1966
Ketua Presidium
Kabinet Ampera Jenderal Soeharto dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan
Kongres ke-8 HMI di Solo mengingatkan bahwa Orede Baru yang hendak kita bangun
bukanlah orde liberalisme Barat dan juga bukan orde absolutisme ala G-30-S/PKI.
Rabu, 10
September 1969
Sidang kabinet
terbatas yang di pimpin Presiden Soeharto telah menyetujui rencana Direktur
Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga bank-bank pemerintah untuk kredit opkoop (pembelian) dari 3% menjadi 2,5%
perbulan bagi importif. Sedangakan bagi eksportif dan produsen, suku bunga opkoop itu diturunkan dari 2,5% menjadi
2,25% perbulan. Dengan penurunan ini diharapkan akan mendorong ekspor dan
produksi untuk ekspor. Kabinet juga menyetujui penurunan suku bunga deposito
berjangka 12 bulan dari 3% menjadi 2,5% perbulan, dan deposito enam bulan
diturunkan dari 2,5% menjadi 2% perbulan. Juga disetujui penurunan suku bunga
untuk produksi hidup dari 2,5% menjadi 1% perbulan.
Hal lain yang disetujui
kabinet ialah pembangunan jaringan nusantara microwave yang akan menghubungkan Sabang dengan Makassar melalui
Trans Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Flores dan Makassar. Proyek ini diharapkan
akan selesai dalam tahun pertama Repelita. Selain itu, kabinet juga memutuskan
untuk membentuk Komite Pariwisata yang berkedudukan di Jakarta.
Selasa, 10
September 1974
Di Bina Graha
pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang Dewan Stabilisasi Politik dan
Keamanan Nasional. Dalam sidang ini Kepala Negara telah menguraikan tentang
pembicaraan-pembicaraan tidak resmi yang dilakukannya dengan Perdana Menteri
Australia, Gough Whitlam, dan Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak.
Disamping itu ia juga menjelaskan tentang hasil-hasil kunjungannya di Birma dan
Singapura belum lama ini. Menyangkut pembicaraan-pembicaraan tidak resmi dan
resmi yang telah dilakukannya dengan para pemimpin di kawasan ini, Presiden
menginstruksikan agar segala hal yang dibicarakannya itu dijadikan pedoman oleh
para menteri dan petugas dalam bidang masing-masing, khususnya yang menyangku
luar negeri.
Sabtu, 10
September 1977
Menteri
Penerangan Mashuri siang ini menghadap Presiden Soeharto di kediaman Jalan
Cendana. Selesai menghadap ia menjelaskan kepada wartawan bahwa Kepala Negara
telah menyetujui pengangkatannya menjadi DPR hasil pemilihan umum 1977 sebagai
calon Golkar. Karena itu, jabatannya sebagai menteri harus dilepaskan.
Sejumlah
petani peternak di Kecamatan Kalijati, Subang dan Pegaden Baru, Kabupaten
Subang, saat ini meemlihara 50 ekor sapi bantuan Presiden Soeharto. Kepala
Dinas Peternakan Kabupaten Subang, Ir. Suparya, men jelaskan bahwa petani
peternak itu dapat menikmati sumbangan Presiden Soeharto itu melalui kredit
dengan harga Rp130.000,- per ekor dan diangsur selama 30 bulan. sapi-sapi itu
dikeluarkan dari karantina dalam keadaan sehat dan diharapkan tidak mengalami
gangguan penyakit seperti serangan “antrax”. Saat ini penyakit binatang itu
sedang melanda ternak di berbagai tempat di Jawa Barat. Juga diharapkan dengan tibanya sapi jenis
“Ongole” ini, maka kebutuhan masyarakyat
akan daging sapi di masa mendatang akan dapat lebih di penuhi.
Senin,
10 September 1979
Pukul
09.45 pagi ini, selama setengah jam, Presiden Soeharto menerima DPP
Muhammadiyah di Bina Graha. Selain ketua umum, HAR Fachruddin, dalam pertemuan
ini hadir pula dua orang anggota penggurus lainnya, yaitu HM Daim Saleh dan
Drs. H Bakri Syahid. Usai menghadap Kepala Negara, HAR Fachruddin tidak
bersedia memberitahukan materi yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Tetapi
dikatakannya bahwa mereka datang untuk berhalal bi halal secara kekeluargaan
dengan Presiden. Selanjutnya dikatakan bahwa Muhammadiyah masih menginginkan
ketegasan Jaksa Agung mengenai Islam Jamaah dan mengingatkan bahwa keputusan
Kejaksaan Agung yang melarang pengembangan aliran semacam itu masih berlaku
sampai saat ini.
Rabu,
10 September 1980
Presiden
Soeharto, pagi ini di Istana Merdeka, menerima surat kepercayaan Duta Besar
Belanda untuk Indonesia, EHJD van Gorkom. Dalam amanatnya menyambut pidato Duta
Besar Van Gorkom, Presiden mengatakan bahwa masalah yang dihadapi dunia dalam
dasawarsa-dasawarsa mendatang berkisar pada usaha untuk mempertahankan
perdamaian dan melipat-gandakan pemabngunan bangsa-bangsa lebih dari
dasawarsa-dasawarsa yang lampau. Usaha itu harus ditangani oleh semua bangsa,
dan terutama oleh negarawan-negarawan di semua negara yang penug kesadaran dan
kesungguhan. Dikatakannya bahwa berkat saling pengertian, persahabatan dan
kerjasama yang selama ini terus dipupuk ke dua negara dengan kesabaran, ia
yakin bahwa Belanda yang di Utara dan Indonesia yang di selatan dapat ikut
secara bersama-sama mengambil bagian agar langkah-langkah besar dunia yang
teramat penting itu benar-benar menuju kearah kebaikan dunia. Demikian antara lain
dikatakan Kepala Negara.
Kamis,
10 September 1981
Sejak
pagi hingga siang ini, Presiden Soeharto berada di Kabupaten Karawang, Jawa
Barat, dalam rangka panen palawija di desa Telagasari. Menyamput panen palawija
itu, Presiden berseru kepada para petani pemilik tanah di daerah Karawang
khususnya, dan Jawa Barat pada umumnya, agar mau menyerahkan tanah mereka
kepada buruh tani untuk ditanami palawija setelah dua kali ditanami padi.
Dengan demikian, para buruh tani juga dapat menikmati hasilnya, sementara tanah
tidak dibiarkan kering. Menurut Presiden, ini merupakan suatu jalan keluar
untuk menambah penghasilan buruh tani yang jumlahnya cukup besar, disamping
program transmigrasi.
Sabtu,
10 September 1983
Presiden
Soeharto pagi ini di Bandung menghadiri upacara peluncuran pertama (roll out) pesawat terbang CN-235
produksi IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio). Pesawat penumpang dengan
kapasitas 35-38 orang itu oleh Kepala Negara diberi nama Tetuko.
Dlam
amanatnya Presiden mengatakan bahwa dalam tekad kita untuk membangun masyarakat
modern,, kitapun tidak ingin terus menerus hanya menjadi pengimpor ilmu
pengetahuan dan teknologi. ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi milik
kita, menjadi bagian dari kehidupan yang berakar dan tumbuh dalam masyarakat
kita sendiri. Dalam hubungan inilah kita semua merasa bangga bahwa IPTN telah
mulai memberi jawaban yang tetap terhadap tantangan itu.
Senin,
10 September 1984
Di
Bina Graha pagi ini, Kepala Negara menerima Ketua DPA, M Panggabeann, dan
Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja. Keduanya datang untuk melapor
kepada Presiden sehubungan dengan penyelesaian tugas yang diberikan kepada
mereka untuk mewakili Presiden untuk menghadiri peringatan hari nasional
Rumania. Dilaporkan pula bahwa di Rumania mereka bertemu degan Presiden RRC,
Lie Xian Nien, yang mengirim salam kepada Presiden Soeharto. Ketika itu
Presiden Lie Xian Nien menanyakan
mengenai kesehatan Presiden Soeharto.
Kamis,
10 September 1987
Presiden
Soeharto pagi ini membuka Musyawarah Nasional IX Pebabri di TMII. Dalam kata
sambutannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa sebagai Purnawirawan M
memang anggota Pepabri tidak lagi bertugas aktif dalam jajaran ABRI. Namun
setiap prajurit ABRI lahir dan mengembangkan tradisi sebagai prajurit pejuang. Itulah
sebabnya para purnawirawan ABRI mengibarkan semboyan: Sekali pejuang tetap
pejuang dan sekali prajurut tetap prajurit.
Sumber : Buku
Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo