Jum’at 8 September 1967
Pejabat Presiden
telah menugaskan Menteri Tenaga Kerja bersama Menteri Urusan Pegawai dan
Lembaga Administrasi Negara untuk mengadakan investasi jumlah pegawai negeri
yang diperlukan untuk efisiensi kerja dan pelaksanaan tugas, termasuk
peningkatan kesejahteraan pegawai. Tugass itu harus diselesaikan pada akhir
September.
Selasa, 8 September 1970
Presiden
Soeharto yang tiba di Lusaka kemarin, pagi ini, sebelum KTT Non-Blok dibuka,
menerima kunjungan kehormatan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak, dan Pangeran Hasan dari
Jordania. Sementara itu Presiden Soeharto telah pula mengunjungi Presiden
Jugoslavia, Tito, dan Kaisar Ethiopia, Haile Selassie.
Rabu, 8 September 1971
Masih berada di
Riau, pagi ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto meresmikan kilang minyak “Putri
Tujuh” yang terletak di Dumai. Kilang minyak ini mempunyai kapasitas 100.000
barel per hari, dan nanti kapasitasnya akan dapat ditingkatkan menjadi 150.000
barel. Lebih dari setengah produksi kilang minyak ini diekspor, dan sisanya untuk
konsumsi dalam negeri.
Selain acara
peresmian ini Presiden Soeharto menyerahkan sejumlah alat pertanian kepada 14
kepala desa. Alat-alat pertanian yang diserahkan itu terdiri atas mesin
penggiling padi, penyemprot (sprayer)
dan diesel. Ia mengharapkan agar alat-alat tersebut dapat dipergunakan untuk
meningkatkan produksi pertanian di desa masing-masing.
Sementara itu
dalam amanat tertulisnya pada pembukan musyawarah nasioanl Ikahi hari ini di
Medan, Presiden Soeharto mengatakan bahwa salah satu sasaran penting Orde Baru
ialah menegakkan kembali hukum dan menjunjung tinggi keadilan. Salah satu jalan
yang ditempuh dalam mencapai sasaran ini adalah dengan mengembalikan kekuasaan
kehakiman sebagaim kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Menurut Presiden, hal ini tertuang dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yang antara
lain berbunyi “segala campurtangan dalam urusan pengadilan oleh pihak-pihak
lain di luar kekuasaan kehakman dilarang”.
Jum’at, 8
September 1972
Presiden
Soeharto di kediamannya pagi ini menerima Dr. Helmut Kohl, PM negara bagian
Rheinland Pfals di Jerman Barat. Dalam pertemuan tersebut telah dibahas
hubungan bilateral pada umumnya, khususnya masalah bantuan Jerman Barat kepada
Indonesia. Pada kesempatan itu Presiden telah menjelaskan kepada Dr. Kohl
tentang kebijaksanaan pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dan sikap
Indonesia tentang beberapa masalah internasional.
Sabtu, 8
September 1973
Pagi ini
Presiden Soeharto menghadiri acara Wisuda Sarjana dan Peringatan Dasawarsa I
IPB di Bogor. Dalam kata saambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan
bahwa salah satu msalah yang menonjol
dalam pembangunan adalah menentukan cara-cara bagaimana petani dan desa secara bertahap mampu berdiri
kokoh diatas kemampuannya sendiri.
Diungkapkannya
bahwa jawaban yang diberikan pemerintah sekarang ini adalah intensifikasi
pertanian, yaitu usaha menaikkan produksi pada lahan yang sama. Hal itu selama
ini dikerjakan melalui Pancausaha, yaitu penyediaan irigasi yang baik, penggunaan
bibit unggul, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, dan cara bertanam yang
lebih baik.
Selanjutnya
Presiden mengatakan bahwa sektor pertanian sebagai titik berat dan penggerak
pembangunan memerlukan tenaga-tenaga berpendidikan tinggi. Sarjana yang dibutuhkan
adalah yang dapat menunjukkan dan mengajarkan cara-cara bertani yang modern,
yang mampu menemukan cara-cara efisien dalam membangun pertanian dan mampu
menemukan bibit-bibit unggul. Ditegaskannya bahwa pembangunan pertanian tidak berhenti
pada swasembada pangan saja, melainkan juga perbaikan mutu makanan sebagai
syarat penting bagi bangsa yang sehat.
Senin, 8
September 1975
Menteri
Dalam Negeri Amirmachmud menghadap Kepala Negara pagi ini di Bina Graha. Dalam
pertemuan itu telah dibahas beberapa masalah pokok seperti RUU tentang
pemilihan umum serta RUU tentang susunan MPR, DPR, dan DPRD. Selain itu telah
dibahas pula masalah repatriasi orang-orang yang berasal dari Maluku dan kini
masih menetap di Negeri Belanda, serta masalah Timor Portugis yang kini sedang
diamuk perang saudara. Menuru Amirmachmud, yang member keterangan seusai
menghadap Presiden, akibat perang saudara yang terjadi di wilayah jajahan
Portugis itu sekarang telah ada sekitar 1200 orang yang mengungsi ke belahan
Timor Indonesia. Dikuatirkannya bahwa jumlah tersebut akan segera membengkak
bilamana pergolakan di koloni itu tidak segera berakhir.
Rabu,
8 September 1976
Untuk
menindaklanjuti keputusan yang diambil didalam siding Dewan Stabilisasi Ekonomi
Nasional kemarin, pagi ini Kepala Negara memanggil beberapa pejabat tinggi
untuk menghadapnya di Cendana. Pejabat-pejabat yang dipanggil itu adalah
Menteri Hankam/Pangab, Jenderal M Panggabean, Kepala Staf Kopkamtib, Laksamana
Sudomo, Kasad, Jenderal Makmun Murod, Kepala Bakin, Jenderal Yoga Sugama, Jaksa
Agung, Ali Said, Menteri Perdagangan, Radius Prawiro, dan Menteri/Sekretaris
Negara, Sudharmono.
Pertemuan
telah membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk mengamankan penyediaan
pangan dan bahan bakar, sehingga dapat mencapai masyarakat di kota maupun di
pedesaan pada waktunya, untuk itu semua pejabat tersebutdiinstruksikan
Presidden untuk ikut memperlancar jalur
penyediaan bahan-bahan pokok, disamping memonitor perkembangan keadaan di daerah-daerah
yang di landa kekeringan.
Sabtu,
8 September 1979
Pemerintah
telah memutuskan untuk melakukan penyempurnaan terhadap bagian-bagian dan
organisasi semua departemen. Penyempurnaan ini dilakukan dalam rangka
memperbaiki struktur organisasi untuk meningkatkan daya-guna dan hasil-guna serta
keefektifan didalam pelaksanaan tugas. Demikian dikatakan Menteri PAN, Prof.
Dr. JB Sumarlin, usai menghadap Presiden Soeharto bersama Menteri/Sekretaris
Negara, Sudharmono, di Bina Graha siang ini. Lebih jauh Sumarlin mengatakan
bahwa pelaksanaan langkah-langkah penyempurnaan ini dalam banyak hal dalam
menyangkut penyempurnaan struktur dan organisasi inspetur jenderal dan direktur
jenderal dalam rangka meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas.
Dalam
kaitan ini, menurut Sumarlin, Presiden mengharapkan agar BUUD/KUD sebagai
organisasi ekonomi dalam tata daerah pedesaan harus benar berfungsi secara
efektif dan sehat sehingga mampu melayani kebutuhan para anggotanya dan
masyarakat sekitarnya. Presiden mengingatkan agar BUUD/KUD dapat dibentuk
disetiap wilayah kecamatan. Hal ini dikemukakan Presiden sehubungan dengan
usaha peningkatan pembinaan dan pengembangan BUUD/KUD sesuai dengan Instruksi
Presiden No. 2 Tahun 1978.
Senin,
8 September 1980
Sejumlah
alat pemberantasan hama bantuan Presiden hari ini diserahkan Gubernur Sulawesi
Selatan, Andi Odang, kepada regu pengendalian hama Dinas Rakyat Pertanian
Sulawesi Selatan. Bntuan perlengkapan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kegiatan proteksi tanaman dalam menunjang pengamanan peningkatan produksi.
Adapun alat-alat yang diserahkan itu adalah mistblower,
100 buah trender, 40 buah empasan
tikus, 185 buah hand-sprayer dan 5
buah pedal trisser.
Selasa,
8 September 1981
Hari
ini di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Delegasi
Parlemen Malaysia yang dipimpin Wakil Ketua Senat/Dewan Negara Malaysia, Dato
Masor Bin Othman. Dalam pertemuan dengan Kepala Negara itu, delegasi didampingi
oleh Ketua DPR, Daryatmo.
Setelah
pertemuan dengan Presiden, Dato Masor Bin Othman menjelaskan bahwa kemajuan
yang telah dicapai Indonesia selama ini dapat menjadi contoh bagi Malaysi.
Disamping itu apa yang dilakukan Indonesia dibawah pimpinan Presiden Soeharto
dapat pula menjadi cermin kerjasama yang baik dan dapat ditiru.
Rabu,
8 September 1982
Pukul
10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan
pembicaraan resmi dengan PM Lee Kuan Yew. Dalam pembicaraan yang berlangsung
selama dua jam itu, kedua kepala pemerintahan telah mengadkan tukar menukar
pikiran mengenai berbagai masalah dunia yang di hadapi oleh Negara-negara
ASEAN, seperti masalah resesi dunia. Menyangkut masalah resesi dunia itu,
antara lain telah didiskusikan cara-cara ASEAN melaksanakan kerjasama dalam usaha
untuk menerobos hambatan ekspor. Mengenai hubungan bilateral antara kedua
Negara, kedua pemimpin membahas kemungkinan peningkatan kerjasama diberbagai
bidang, termasuk pengembangan Pulau Batam dan Pariwisata.
Kedua
pemimpin juga mengadakan peninjauan terhadap masalah Kamboja dan sikap ASEAN
terhadapnya. Hasil tinjauan itu adalah bahwa ASEAN tetap berpegang teguh bahwa
penyelesaian msasalah Kamboja harus didasarkan pada resolusi PBB yang
menghendaki penyelesaian politik dan penarikan mundur semua pasukan asing dari
negeri itu.
Sabtu,
8 September 1984
Pukul
09.00 pagi ini, Presiden Soeharto meresmikan penghunian rumah susun Permnas, di
Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Acara tersebut di tandi dengan penantanganan
prasasti dan penyerahan kunci oleh Presiden kepada empat oran penghuni yang
masing-masing mewakili warakawuri, wiraswasta, ABRI dan pegawai negeri.
Kemudian Presiden dan rombongan melakukan peninjauan keliling kompleks yang
didahului dengan pengguntingan pita oleh Ibu Tien Soeharto. Hadir dalam upacara
ini antara lain Menko Kesra H Alamsyah Ratu Perwiranegara, Menteri/Sekretaris
Negara Sudharmono, Menteri PU Suyono Sosrodarsono, Menteri Perumahan Rakyat
Cosmas Batubara, dan Gubernur DKI Jakarta R Soeprapto.
Dalam
kata sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa pembangunan lingkungan
perumahan susun yang dilengkapi dengan
berbagai sarana dan prasarana pemukiman penduduk ini juga dimaksudkan untuk
menciptakan kehidupan yang tertib dan teratur. Kehidupan yang tertib dan
teratur itu mempunyai arti penting bagi pembangunan kita. Sebab, demikian
Presiden, kehidupan yang tertib dan teratur itu akan dapat meningkatkan
disiplin masyarakat. Dan peningkatan disiplin masyarakat itu merupakan unsure
yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan, kartena tanpa disiplin yang
tinggi, pembangunan kita pasti akan mengalami hambatan. Demikian antara lain
dikatakan Presiden Soeharto.
Minggu,
8 September 1985
Perdana
Menteri Thailand, Jenderal Prem Tinsulanonda beserta rombongan, sore ini tiba
di pelabuhan udara Halim Perdanakusuma dalam rangka kunjungan kerja selama dua
hari di Indonesia. Kedatangannya di bandar udara disambut oleh Presiden
Soeharto dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma. Kemudian, setelah tiba di
Istana Merdeka, PM Prem melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden
Soeharto.
Malam
ini di Istana Merdeka, Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan jamuan makan
malam untuk menghormat kunjungan PM Prem. Selesai santap malam, acara
dilanjutkan dengan malam kesenian yang berlangsung sampai pukul 22.00.
Senin,
8 September 1986
Pukul
10.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional
(Kipnas) IV yang berlangsung di Balai Sidang Senayan. Kipnas IV ini berlangsung
hingga tanggal 12 September yang akan datang dan diikuti 1.131 peserta dari
seluruh Indonesia.
Dalam
amanatnya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa dalam keadaan
sumber-sumber dana kita yang serba terbatas dewasa ini, maka kita harus
pandai-pandai menentukan prioritas-prioritas. Pada tahap pembangunan sekarang
ini titik berat perhatian kita pada ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah pada
masalah-masalah yang dapat diterapkan hasilnya pada jangka dekat, dengan tidak
mengabaikan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu kita terapkan dalam
jangka panjang.
Selasa,
8 September 1987
Empat
pabrik the hitam milik PT Tehnusamba Indah diresmikan Presiden Soeharto pagi
ini di desa Margalaksana, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keempat pabrik the ini
memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan
pabrik-pabrik teh lainnya. Diantara keistimewaannya ialah the yang diolah
disini tidak di hasilkan oleh pabrik-pabrik ini, melainkan seluruhnya berasal
dari pucuk-pucuk daun teh yang dihasilkan oleh kebun-kebun petani yang tersebar
di Jawa Barat. Selain itu, jika pabrik-pabrik the ini dapat berjalan dengan
baik, maka sebagian sahamnya akan dijual kepada petani the melalui koperasi.
Dengan demikian para petani itu akan ikut memiliki pabrik-pabrik ini.
Jum’at,
8 September 1989
Masih
berada di Uzbekistan, Presiden Soeharto dan rombongan hari ini menyaksikan
peninggalan sejarah kebudayaan Islam yang terdapat di Samarkand. Didampingi
oleh Ketua Presidium Mirza Alim Ibrahimov, Kepala Negara dan Ibu Tien meninjau
bangunan-bangunan kuno peninggalan kebudayaan Islam. Antara lain mereka
meninjau bekas-bekas Masjid Bib-Khanum yang di bangun oleh Timurlenk pada tahun
1399, Madrasah Ulugbek pada tahun 1417, Shir-Dor Madrasah pada tahun 1619,
Tilliah-Kari Madrasah pada tahun 1649 dan Gur-Emir Mausoleum dari Timur yang
terkenal.
Selasa,
8 September 1992
Presiden
Soeharto memerintahkan beberapa pejabat tinggi untuk memikirkan dan menyiapakan
langkah lanjutan bagi pelaksanaan keputusan KTT Gerakan Non-Blok ke-10.
Presiden memberikan instruksi tersebut kepada Menko Ekuin Radius Prawiro,
Menteri Luar Negeri Ali Alatas, Moerdiono, Nana Sutresna dan Penasihat
Pemerintah bidang Ekuin Widjojo Nitisastro.
Sumber
: Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun
: Rayvan Lesilolo