4,Agustus 1966.
Akhirnya tercapai kesepakatan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia untuk menjalin hubungan diplomatik.kesepakatan itu merupakan perwujudan atau tidak lanjut dari penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan antara kedua negara yang dicapai dalam perundingan di Bangkok antara kedua negara yang dicapai dalam perundingan di Bangkok, Muangthai, yang berlangsung pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1966.
Senin, 4 Agustus 1969.
Presiden Soeharto membuka Pekan Pembinaan Pelaksnaan Pembangunan di gedung Bappenas. Dalam amanatnya Presiden sekali lagi memperingatkan agar tata kerja seperti pada pada masa sebelum tahun 1966 tidak boleh terulang lagi. Tata kerja yangg dimaksud-kannya meliputi cara-cara dan prosedur pembelian barang, pembuatan kontrak, penentuan pemborong, prosedur pengeluaran uang, pertanggungjawaban keuangan dan sebagainya.
Sebagaimana diketahui pekan pembinaan ini diselenggarakan berdasarkan instruksi Presiden kepada Bappenas. Untuk tahap pertama, pendidikan diikuti oleh 44 pejabat yang trdiri dari kepala atau wakil kepala biro keuangan dari departemen, dengan maksud untuk meningkatkan serta memperlancar pelaksanaan Repelita.
Presiden Soeharto malam ini di Istana Merdeka bertukar pikiran dengan partia-partai Islam Indonesia yang akan datang. Sebagai tahap pertama, malam ini Presiden bertemu dengan NU yang diwakili oleh Djamaluddin Malik, KH Idham Chalid, KH Masjukur, HM Subchan ZE, Imron Rasdji SH. Sesudah itu Presiden menerima pimpinan partai Islam Perti yang diwakili oleh Tengku Muhammad Saleh. Muhammad Saleh, Nurhasan Ibnu Hajar, Yudo Paripurno SH, Iskandar Sarumala, Moh Ali Hanafiah, dan Drs, Syamsu Alamsyah.
Kepada pimpinan kedua partai tersebut Presiden Soeharto berpesan agar KUII tidak bertujuan untuk persatuan umat Islam saja. Melainkan juga untuk memupuk persatuan nasional untuk tercapainya cita-cita bangsa Indonesia, yaitu masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pelaksanaan Pepera secara keseluruhannya berakhir hari ini. Hasil finalnya adalah bahwa rakyat Irian Barat memilih bergabung dengan Indonesia.
Selasa, 4 Agustuss 1970.
Pagi hari jam 8.15 Presiden Soeharto menerima Duta besar Belanda untuk Indonesia, Hugo Scheltema, di jalan Cendana. Jakarta. Dalam pertemuan ini dibahas rencana kunjungan Presiden ke luar Negeri Belanda pada awal bulan depan.
Pukul 9.00 pagi ini Presiden Soeharto melantik pejabat-pejabat DewanKekaryaan Pusat, bertempat di Aula Hankam. Pada kesempatan itu Presiden mengatakan bahwa masalah-masalah nasional tidak akan mampu diselesaikan sendiri oleh suatu kekuatan agar ABRI mengajak semua golongan masyarakat untuk memecahkan masalah nasional.
Presiden kembali menegaskan bahwa ABRI pasti tidak akan memonopoli kekuasaan. Diingatkan oleh Presiden bahwa peranan ABRI demikian besar, bukanlah merupakan keadaan yang menyenangkan seperti disangka orang, melainkan merupakan tanggungjawab yang sangat besar.
Senin, 4 Agustus 1975.
Hari ini di Cibinong, Bogor, Presiden Soeharto meresmikan dua buah pabrik semen, yaitu Pabrik Semen Cibinong I dan II. Dalam kata sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa adalah mutlak bagi Indonesia untuk mengambil langkah-langkah agar kebutuhan semennya dapat segera dipenuhi oleh produksi dalam negeri ,dan bila kebutuhan semennya dapat segera dipenuhi oleh produksi dalam negeri, dan bila kebutuhan itu terpenuhi, Indonesia bahkan dapat mengekspornya ke luar negeri. Dengan mengekspor semen berarti kita dapat membantu negara-negara lain yang tidak menghasilkan semen sendiri, disamping sekaligus memasukkan devisa bagi negara dan penyediaan lapangan kerja baru. Namun diingatkannya bahwa kebutuhan semen di dalam negeri akan terus meningkat setiap tahunnya,karena meluasnya industri di berbagai bidang.
Kepala Negara menyerukan agar para alim-ulama menggali nilai-nilai dan ajaran agama-agama, sehingga dapat melandasi dan memberi dorongan arah kepada kegiatan bangsa didalam proses perubahan dan pembangunan masyarakat, seruan ini dikemukakan Presiden Soeharto
Rabu, 4 Agustus 1976
Sembilan belas pabrik tekstil yang tersebar di daerah Jawa Barat diserah terimakan oleh Presiden Soeharto Pagi ini di Tanggerang. Pabrik – pabrik tersebut dibangun dalam rangka PMAdan PMDN, Sembilan diantaranya terletak di Tanggerang, Tiga di Bogor, dua di Bandung, tiga di Purwakarta, dan masing-masing sebuah di Bekasi dan Sumedang. Pabrik-pabrik yang dibangun oleh PMDN bernilai Rp37,1milyar, sedangkan dana yang diinvestasikan oleh PMA berjumlah US$320juta.
Upacara kesembilan belas pabrik berlangsung secara simbolis di lokasi pabrik tekstil PT Kuraray Manunggal Fibre Industries di Cikokol, Tangerang. Dalam sambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa Pemerintah akan terus mendorong dan melindungi Industeri dalam Negeri. Dikatakannya bahwa pemberantasan penyelundupan yang sekarang dengan keras dilakukan oleh pemerintah antara lain untuk melindungi industeri dalam negeri.namun demikian ia meminta agar industeri dalam negeri menunjukan seluruh tujuan dan sasaran pembangunan kita.
Pemerintah yang sam juga ditinjukannya kepada investor asing. Kepala Negara menganggap hal itu adalah wajar, sebab penanaman-penanaman modal asing juga mendapat keuntungan yang layak. Salah satunya hal yang dimintanya agar diperhatikan mereka adalah proses Indonesiaanisasi yang hendaknya dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Indonesianisasi itu meliputi baik pengindonesiaan kerjanya maupun pengindonesiaan pemilikannya.
Kamis, 4 Agustus 1977
Hari ini pukul 10.00 waktu setempat bertempat di Nirwana Room Hilton Kuala Lumpur, Konferensi Tingkat Tinggi Asean resmi di buka oleh Perdana Menteri Malaysia Duta Hussein Onn. Segera setelah acara pembukaan, Presiden Soeharto tampil sebagai pembicara pertama untuk memberikan sambutannya. Dalam pidatonya Presiden Soeharto mengatakan bahwa Negara-negara ASEAN ingin menegaaskan tujuan damai yang ingin dicapainya. ASEAN secara ingin bersama-sama menyumbangkan peranannya dalam usaha besar menciptakan dunia yang lebih baik, lebih adil dan lebih berperikemanusiaan bagi seluruh umat manusia dibumi kita yang satu ini. Ia menegaskan bahwa telah menjadi tekat ASEAM, untuk menjadi wilayah asia tenggara ini sebagai wilayah yang bebas, damai dan netral. Dalam rangka ini Negara-negara ASEAN bertekad untukmemperkokoh ketahanan nasional masing-masing dan ketahanan regional, yang akan dapat dicapai melalui peningkatan kemampuan dan taraf hidup rakyat masing-masinmg Negara anggota.
Selain itu ia meyerukan pula agar dialog antara ASEAN dan pihak-pihak luar diperluas, tidak hanya dititikberatkan pada kerjasama dan perindusteriaqn saja, tetapi juga mencangkup bidang-bidang lain, seperti pertanian. Ia juga mampu untuk menjaga dinamika ASEAN agar sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kemajuan – kemajuan yang dicapinya.
Sabtu, 4 Agustus 1979
Duta Besar RI untuk Vietnam, Hardi menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Ia datang untuk memberikan laporan tentang pembicara yang dilakukannya dengan Perdana Menteri Vietnam, Pham Van Dong, dan Walik menlu Vietnam, Huang Pik Son, di Hanoi baru-baru ini. Pembicaraan tersebut meliputi pengungsian dari Vietnam dan persoalan Kamboja. Demikian dikatakan Duta Besar Hardin kepada para wartawan setelah diterima Kepala Negara. Menurut Hardin, Presiden Soeharto menyambut baik hasil pembicaraan yang dilakukannya dengan para pemimpin Vietnam itu.
Sedangkan Siang ini Presiden Soeharto mengadan pertemuan dengan menteri Kordinator di Istana Merdeka, selama satu jam Bidang Polkam, M Pangabean, Menteri Hankam/ Pangabean, Jenderal M Jusuf, Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Dalam Negeri, Amirmachmud, Menteri/Secretariat Negara, Sudharmono, dan palima Kopkamtib?wapangab, laksamana Sudon.
Pada Kempatan ini Presiden Soeharto telah menugaskan Departemen Hamkan untuk melakukan Kordinasi didalam penangann Masalah pengungsi Vietnam. Presiden juga menegaskan kembali garis kebijksanan Indonesia dalam masalah ini, yaitu pada prinsipnya tidak menerima pengungsi yang ingin menetap di Indonesia dari manapun datangnya. Akan tetapi kalau ada Pengungsi yang terdapat di kepulawan Indonesia, kita akan memberikan bantuan atas dasar Perikemanusian sesuai dengan kemampuan yang ada.
Kamis, 4 Agustus 1983
Berada di Cilacap, Jawa Tengah, Pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peresmian selesainya pembangunan perluasan kilang minyak Cilacap. Lebih dari 9.000 tenaga Indonesia ikut didalam pembangunan perluasan kilang minyak ini, disamping 200 orang tenaga asing.
Dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kita telah bertekad untuk membangun dengan kekuatan sendiri. Ini berarti banwa kita harus mengerahkan segala kemampuan kita, baik kemampuan ekonomi maupun kemampuan manusia. Menurut Kepala Negara, pembangunan kemampuan manusia itu sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Dikemukakannya kemampuan bangsa-bangsa lain mampu membuktikan bahwa dengan kemauan keras, disiplin nasional dan kemampuan manusia yang tinggi, mereka dapat menjadi bangsa yang maju ekonomi ekonomi dan tinggi tingkat kesejahteraannya, walaupun mereka hanya mempunyai sedikit kekayaan alamnya.
Senin, 4 Agustus 1986
Hari ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto Secara terpisah menerima surat-surat kepercayaan tiga duta besar dari Negara-negara sahabat. Mereka adalah Duta Besar Brazil, Andre Guimaraes, callixte D’Offay Francois Xavier,
Ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Brazil, presiden mengatakan bahwa perjungan Negara-negara yang sedang membangun masih akan berjalan panjang dan penuh ujian. Dunia masih jauh dari suasana seperti yang di harapkan umat manusia,padahal perdamaian itu akan membantukelanacaran pembanguna bangsa-bangsa. Keadaan ekonomi dunia pun masih penuh dengan berbagai maslah dan kesulita. Namun semuanya itu tidak mengendurkan semangat Negara-negara yang sedang membangun. Karena itulah di kawasan ini Indonesia bersama-sama Negara-negara anggota lainnya, membangun ASEAN.
Selasa, 4 Agustus 1987
Ketua Menteri Wilayah Utara Austeralia, Stephen Paul Halton diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pada jam 09.00 pagi ini. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan masalah pertukaran guru dan pariwisata, selain masalah perternakan. Masalah pertukaran guru ini anggap penting, karena pemerintah Wilayah Utara Austeralia telah memutuskan untuk mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah –sekolah dasar mulai tahun 1990.
Menteri Pertambangan dan Energi Subroto pagi ini melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang persiapan peresmian reactor serbaguna dan laboratorium penunjang di serpong. Dilaporkan bahwa reactor muklir serbaguna itu terutama dimaksudkan untuk penelitian. Rector tersebut mulai dibangun pada tahun 1982/1983 dan akan selesai seluruhnya pada tahun 1989/1990.
Sabtu, 4 Agustus 1990
Pukul 11.00 pagi ini, di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima buku Indonesia, a Voyage through the Archipealago. Buku ini diserahkan oleh penerbitnya, Didier Millet dan Kevin Weldon, yang didampingin oleh Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi, Soesilo Soedarman, Direktur Jenderal Pariwisata Joop Ave, dan Direktur utama Garuda Indonesia, Soeparno. Buku yang nanti akan di terbitkan juga dalam berbagai bahasa itu yang berisi ratusan foto mengenai aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Foto-foto yang ditampilkan di dalamnya dipotret oleh puluhan fotorafer provisional dari berbagai Negara yang sengaja di undang untuk itu. Buku ini diharapkan dapat lebih menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Indonesia.
Selasa, 4 Agustus 1992
Presiden dan Ibu Soeharto hari ini melakukan kunjungan kerja di Sumatera Selatan dalam Rangka Peresmian sejumlah peroyek pembangunan. Proyek-proyek yang diresmikan dalam suatu upacara di Palembang itu adalah Jembatan Air Musi II Palembang. Jembatan Air Keramasa Palembang, Jembatan Arteri Lingkar Barat Palembang, Peningkatan Jalan Lintas Tengah Sumatera di Sumatera Selatan, serta listerik pedesaan di 291 desa. Jembatan Air Musi II dengan kepanjangan 532 meter dibangun sejak tahun 1989 dan menelan biaya sebesar Rp9,5miliyar. Proyek jalan lintas tengah Sumatera sepanjang 347 kilometer dengan lebar 6 meter, menghabiskan dana sebesar Rp72,3 miliyar. Sementar itu lintas pedesaan itu keseluruhannya dibangun dengan biaya sebesar Rp 209 miliar.
Dalam sambutanya Presiden Soeharto mengatakan bahwa sekarang ini kita sedang menghadapi tantangan. Semua tantangan itu harus membuwat kita makin sadar bahwa kita bahwa kita harus memacu lebih capat lagi laju pembangunan bangsa kita. Untuk itu, kerja keras, kerja tekun, dan kerja sama diantara semua kalangan bangsa kita harus lebih ditingkatkan lagi. Ini berarti kita harus lebih berusaha untuk meningkatkan semangat kerja kdan solidaritas social bangsa kita. Tetapi diingatan usaha meningkatkan semangat kerja bukanlah kerja yang mudah. Karena itu harus lebih memberikan perhatian pada bidang pendidikan.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Punyusun : Rayvan Lesilolo