13 Agustus 1973
Tujuh orang anggota dan pimpinan Bepeka dilantik oleh Presiden Soeharto pagi ini di Istana Negara. Para anggota Bepeka ini diangkat Kepala Negara dari 19 orang calon yang diusulkan DPR. Diantara mereka terdapat Ketua Bepeka, Jenderal Umar Wirahadikusumah, dan Wakil Ketua, Mayjen. Sudradjat.
Dalam kata sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Bepeka adalah benar-benar akan memperkuat pelaksanaan demokrasi dalam arti yang sesungguhnya. Ada atau tidaknya demokrasi dalam suatu negara tercermin pada bagaimana negara itu memperoleh uang untuk mengatur hidup dan pembangunan masyarakat. Kepala Negara juga mengharapkan agar antara Bepeka, DPR dan pemerintah terdapat kerjasama yang sebaik-baiknya. Akan tetapi diingatkannya bahwa kerjasama yang baik itu tidak untuk saling melindungi atau menutupi kekurangan masing-masing. Demikian Presiden Soeharto.
Sementara itu, sebelum acara pelantikan anggota-anggota Bepeka, Presiden Soeharto pagi ini telah menerima kunjungan Menteri Pariwisata Aljazair, Abdul Aziz, yang bertindak sebagai utusan khusus Prsiden Boumedienne, Abdul Aziz adalah utusan khusus kedua yang dikirim ke Jakarta oleh pemimpin Aljazair itu dalam waktu kurang dari dua bulan, dengan tugas yang sama, yaitu meminta kesediaan Presiden Soeharto untuk menghadiri KTT Non-Blok yang akan berlangung di Aljazair bulan depan. Akan tetapi, sebegitu jauh, belum ada persiapan yang dapat dijadikan indikasi bahwa Presiden Soeharto akan menghadiri KTT tersebut.
Selasa, 13 Agustus 1974
Kepala Bulog, Bustanil Arifin, diterima Presiden Soeharto di Cendana pagi ini. Dalam pertemuan itu telah dibahas berbagai masalah yang berkaitan dengan penyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok menjelang Idul Fitri yang akan datang. Demikian dikatakan oleh Kepala Bulog usai menghadap Kepala Negara.
Rabu, 13 Agustus 1975
Lebih kurang 30 orang peserta Kongres Nasional Pewayangan Indonesia 1975, yang dipimpin oleh H Boediardjo, menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Kedatangan mereka adalah untuk melaporkan hasil-hasil kongres nasional, dimana antara lain telah ditetapkan Pembentukan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia sebagaimana dianjurkan Presiden Soeharto beberapa waktu yang lalu. Pada kesempatan itu, Presiden menyatakan bahwa ia akan membantu kegiatan organisasi pewayangan ini.
Jum’at 13 Agustus 1976
Dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan, bertempat di Istana Negara, pagi ini Presiden Soeharto menganugrahkan Bintang Tanda Kehormatan RI kepada Ir. M Putuhena dan Bernard Wilhelm Lapian. Ir. Putuhena dianugrahi Bintang Mahaputera Utama, sedangkan Bernard Lapian menerima Bintang Mahaputera Pratama.
Sabtu, 13 Agustus 1977
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan PM Takeo Fukuda. Apa saja yang dibicarakan oleh kedua kepala pemerintahan itu tidak diketahui dengan pasti. Tampaknya masalah hubungan ekonomi antara kedua negara mendapat sorotan utama.
Perdana Menteri Jepang, Takeo Fakuda, dalam keterangan persnya di Istana Negara sore ini mengatakan bahwa kebijaksanaan impor minyak Jepang dari Indonesia tak akan berubah, sekalipun impor minyak Jepang dari negara RRC meningkat. Mengenai rencana Jepang untuk membangun terminal minyak di Pulau Lemper, Fukuda mengatakan bahwa hal itu kini baru dalam tingkat penjajakan. Dikatakannya bahwa pembangunan itu memerlukan penelitian yang seksama dan penggunaan teknologi yang rumit.
Senin, 13 Agustus 1979
Pukul 20.00 malam ini Presiden Soeharto menghadiri pembukaan Muktamar I Majelis Dakwah Islamiyah Keluarga Besar Golongan Karya yang diselenggarakan di Balai Sidang, Jakarta. Dalam amanatnya Kepala Negara mengingatkan bahwa pemikiran yang mempertentangkan antara agama dengan Pancasila, serta memperlawankan antara kepentingan umat Islam dengan kepentingan Nasional, jelas tidak menguntungkan bangsa kita dan umat Islam sendiri. Dalam hubungan ini, Presiden meminta agar Majelis Dakwah Islamiyah dapat berperan untuk menghilangkan sia-sia pemikiran itu. Demikian antara lain isi sambutan Presiden.
Kamis, 13 Agustus 1981
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, dan isterinya, pukul 11.30 pagi ini tiba di lapangan udara internasional Halim Perdanakusuma dalam rangka kunjungan resmi dua hari di Indonesia. Di tangga pesawat, kedua tamu negara itu disambut oleh Presiden dan Ibu Soeharto. Indonesia adalah negara pertama dikunjungi Dr. Mahathir Mohammad sejak ia diangkat menjadi Perdana Menteri Malaysia.
Pukul 16.00 sore ini, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan PM Mahathir di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan situasi politik dan ekonomi yang dihadapi kedua negara, dan masalah-masalah regional. Pada kesempatan itu PM Mahathir Mohammad telah menjelaskan kepada Presiden Soeharto hal-hal yang dibicarakannya dengan Perdana Menteri RRC, Zhao Zhi Yang, terutama yang berkaitan dengan perkembangan Asia Tenggara, dalam kunjungannya ke RRC tempo hari.
Malam ini di Istana Negara, Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan jamuan makan kenegaraan untuk menghormat kunjungan PM Mahathir Mohammad dan Datin Seri Dr. Siti Hasmah. Dalam pidatonya, Presiden antara lain mengatakan bahwa persodaraan, saling percaya, kerjasama dan bantu membantu selama ini antara Malaysia dengan Inonesia tidak saja memberi manfaat bagi kedua bangsa kita, tetapi juga telah ikut memberi sumbangan bagi stabilitas dan ketenangan kawasan kita. Oleh sebab itu, Presiden Soeharto menganggap sungguh penting usaha-usaha makin meningkat hubungan yang demikian.
Senin, 13 Agustus 1984
Jam 9.30 pagi ini, Ketua DPA, M Panggabean, dan Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja, diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha. Mereka menemui Kepala Negara untuk melaporkan tentang persiapan kunjungan mereka ke Rumania dalam rangka menghadiri perayaan Hari Nasional Rumania ke-40 untuk mewakili Presiden Soeharto. Sebagaimana diketahui Presiden Rumania, Nicolae Ceaucescu, mengundang Presiden Soeharto untuk mengunjungi negerinya. Presiden Soeharto sangat menghargai undangan tersebut, tetapi tidak dapat memenuhinya mengingat kesibukan-kesibukan didalam negeri selama bulan Agustus ini. Oleh karena itu Kepala Negara meminta Ketua DPA dan Menteri Luar Negeri untuk mewakilinya.
Menteri Riset dan Teknologi, BJ Habibie, menghadap Presiden Soeharto siang ini di Bina Graha. Usai menghadap, ia mengatakan bahwa Kepala Negara sangat menyetujui prakarsa dari took-toko insinyur Indonesia untuk mendirikan Institut Teknologi Indonesia (ITI) yang dapat menjawab tantangan kurangnya tenaga Insinyur. Menurut Habibie, Presiden menilai bahwa sekarang merupakan waktu yang tepat untuk menjawab tantangan tersebut. Institu ini juga diharapkan dapat membantu institut teknologi lainnya di Indonesia. ITI yang berlokasi di Serpong, Jawa Barat akan mulai menerima mahasiswa tahun ini.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo