Senin, 25 Juli 1966
Presiden Soeharto bersama Letjen. Soeharto telah berhasil menyusun Kabinet Ampera. Kabinet ini telah terdiri atas 24 departemen dan dibagi atas 5 bidang, yaitu pertahanan dan keamanan, politik, kesejahteraan rakyat, ekonomi dan keluwarga, serta industeri pembangunan. Setiap bidang dipimpin oleh seorang menteri utama (menutama). Kelima menutama tersebut adalah Letjen. Soeharto untuk bidang pertahanan dan keamanan, Adam malik untuk – bidang politik, KH Idham Chalid untuk bidang kesejahteraan rakyat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk bidang ekonomi dan keuangan, dan Sanusi Hardjadinata untuk bidang industeri dan pembangunan. Kelima menutama tersebut merupakan Presidium yang di pimpin oleh seorang menutama, yang dalam hal ini ialah Letjen. Soeharto. Program Kabinet ailah Dwi-Dharma ( kestabilan politik dan kesetabilan ekonomi) dan catur-Karya ( sandang-pangan, pemilihan umum, politik luar negeri yang bebas dan aktiv, dan melanjutkan perjuangan melawan nekolin). Hal ini merupakan sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII tahin1966. Susunan lekap Kabinet Ampera, dengan dilihat dalam Lampiran VII.
Pengumuman tentang pembentukan Kabinet Ampera segera medapat reaksi dari kesatuan-kesatuan aksi. Musyawarah kesatuan-kesatuan aksi Jaya-Raya dalam pernyataan yang di tandatangi oleh ketuanya. Harjono Tjitrosubono SH, meyatakan rasa kecewa bahwa Letjen Soeharto tidak langsung memimpin Kabinet Ampera. dalam pandangan kesatuan-kesatuan aksi tersebut, Kabinet ampere ini baik dari segi struktur maupun personalianya tidak. Sejiwa dengan Kettapan MPRS No. XIII/1966. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa secara keseluruhan cabinet tersebut tidak dapat di terima.
Mengatisipasi reaksi yang demikian. Pemegang ketetapan MPRS NO. XIII/1966, Letjen Soeharto, melalui siaran radi dan TVRI menerangkan bahwa pembentukan Kabinet Ampera merupakan usaha untuk melaksanakan ketetapan MPRS. Menurut Jenderal Soeharto, Kabinet ini merupakan tuntutan raktyat membentuk dalam melaksanakan tugasnya. Rakyat diminta oleh Jenderal Soeharto untuk mengadakan pengawasan dalam bentuk kritik yang membangun.
Rabu, 25 Juli 1973
Presiden soeharto mengajukan agar para pengusaha swasta memiliki visi yang modern, sehingga cara-cara berusaha pun menjadi modern pula. Anjuran tersebut dikemukakan Kepala Negara ketika menerima Ketua Kadim, Suwoto Sukendar, di Bina Graha pagi ini : demikian di ungkapa Ketua Kadin itu kepada para wartawan setelah ia diterima Presiden.
Kamis, 25 Juli 1974
Presiden Soeharto Pagi ini melakukan peninjauan ke darmaga Sindang Laut di Tanjung Priuk. Sebelum menunjau, Kepala Negara telah menyerahkan masing-masing kapal pantai kepada Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Barat. Kapal yang bernama “ Simeulu” yang berbobot mati 360 Dwt itu diserahkan kepada Gubernur Aceh, A Muzakki Walad yang Bernama “ Nan Tongga” dengan bobot mati yang sama, diserahkan kepada Gubernur Sumatra Barat Drs. Harun Zain.
Dalam amanat singkatnya, Presiden mengharapkan agar kapal-kapal tersebut dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik. Dijelaskannya banwa penggunaan kapal-kapal tersebut terutama untuk memperkuat armada niaga daerah, disamping untuk memperkuat armada niaga Nasional.
Jum,at, 25 Juli 1980.
Presiden Soeharto merasa bangga karena produksi beras Indonesia tahun 1979 mencapai sekitar 18 juta ton, malahan ada tanda -tanda bahwa produksi tahun 1980 akan meningkat lebih tinggi lagi. Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Negara pada acara buka puasa bersama di Istana Negara malam ini.
Lebih jauh dikatakan oleh Presiden kita dalam meningkatkan produksi pangan ini merupakan salah satu tugas nasional yang teramat penting dalam mensukseskan Repelita III.Dikatakannya pula bahwa peningkatan produksi tidak saja bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri,tetapi juga merupakan kunci penting dari keberhasilan pembangunan. Peningkatan produksi pangan diharapkan mengurangi impor,pangan, dan ini berarti mengurangi devisa yang berjumlah ratusan juta setiap tahunnya.
Sabtu, 25 Juli 1981.
Pagi ini di Istana Merdeka,Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Suriah untuk Indonesia, Nadim Douay. Dalam pidato balasannya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa seluruh umat manusia mendambakan perdamaian dunia. Namun dunia kita dewasa ini masih penuh dengan berbagai ketegangan,yang disebabkan antara lain oleh pertarungan antara kepentingan kekuatan-kekuatan besar dunia, yang menjadikan negara-negara lain sebagai ajang perebutan pengaruh.karena itu sangat penting tekad dari semua negara, terutama negara-negara yang sedang berkembang,untuk berpegang teguh kepada prinsip menentukan dan mengurus masa depannya sendiri.dan tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.
Ditegaskan oleh Presiden bahwa bertolak dari prinsip inilah maka sejak semula Indonesia mendukung tanpa ragu perjuangan yang sah dan adil dari rakyat Palestina untuk menetukan masa depannya sendiri dan mendukung perjuangan sahabat-sahabat Indonesia di Timur Tengah dalam melawan agresi Israel.
Bustanil Arifin selaku bendahara yayasan Dharmais,pagi ini di Istana Merdeka memberikan laporan kepada Presiden Soeharto,selaku ketua yayasan tersebut.Dilaporkannya bahwa dalam tahun 1981/1982 Yayasan Dharmais telah memberikan bantuan sebesar Rp 1,678 milyar bagi 23;266 warga dari 358 panti asuhan.Panti Wherda, yayasan penampungan cacat, dan sekolah luar biasa di seluruh Indonesi. Selain itu juga telah diberikan bantuan satu pasang pakaian bagi masing-nasing warga panti asuhan dalam menghadapi lebarann mendatang.
Senin, 25 Juli 1983.
Jam 09.00 pagi ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Menteri sosial, Ny.Nani Sudrsono, Direktur Jenderal pertambangan Umum, Prof Dr JA, Ny. Katili, dan Direktur Jenderal Bantuan Sosial, Harun Alrasyid. Mereka meninjau korban letusan Gunung Colo serta banjir di Luwuk dan Toli-Toli, di Sulawesi Utara tengah. Sebaga reaksi terhadap laporan tersebut,Kepala Negara menginstruksikan Menteri Sosial untuk meneliti lebih lanjut akibat yang ditimbulkan oleh meletusnya Gunung Colo yang terletak di Pulau unauna dan termasuk kabupaten poso itu, Juga diperintahkan agar kekuatan ABRI dikerhkan untuk menanggulangi bencana-bencana alam yang dialami oleh rakyat Sulawesi Tengah. Dalam rangka penanggulangan akibat bencana alam itu, Menteri Sosial ditugaskan untuk mempersiapkan kembali pemukiman para pengungsi, bila perlu dengan cara transmigrasi.
Rabu, 25 Juli 1984.
Presiden Soeharto mengatakan bahwa masalah yang paling mendesak dan harus ditangani semua bansa sekarang ini adalah usaha perbaikan taraf hidup dan kesejateraan sebagian besar umat manusia. Masalah itu hanya dapat dilakukan secara terpadu oleh semua bangsa, baik yang maju maupun yang sedang membangun. Demikian dikatakan Kepala Negara ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Peru, Dr Furtonato Isasi Cayo, di Istana Merdeka pada pukul 09,00 pagi ini.
Lebih jauh Presiden mengatakan bahwa dalam hubungan itulah kerjasama antara negara-negara yang sedang membangun makin dirasakan perlunya untuk mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru. Dalam rangka itulah terasa pentingnya kerjasama antara Indonesia dan Peru, baik sebagai sesama negara anggota Non- Blok maupun dalam kelompok 77.
Pukul 10.00 pagi ini, dalam suatu upacara yang berlangsung di Bina Graha, Presiden Soeharto meresmikan lapangan minyak Lalang,Dumai, yang terletak di pantai timur laut Sumatera. Peresmian yang dilakukan dari jarak jauh ini telah dimungkinkan oleh pemanfaatan komunikasih modern yang sekarang dimiliki Indonesia. Dari Bina Graha .Presiden dan segenap undangan dapat melihat secara langsung kegiatan dilokasi yang terletak ribuan kilometer dari Jakarta. Diantara lebih kurang 300 undangan yang hadir dalam acara tersebut tampak Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, dan Direktur Utama Pertamina AR Ramly.
Dalam pidatonya, Kepala Negara mengambil kesempatan itu untuk menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalamkebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia. Dikatakannya , walaupun Indonesia akan menciptakan suasana yang mendorong investasi dikalangan masyarakat sendiri,tetapi secara realitas kita menyadari bahwa Indonesia masih memerlukan modal asing lebih banyak mengalir ke mari.
Pukul 17.00 sore ini,Presiden Soeharto menerima Ketua PLO,Yasser Arafat,di Istana Merdeka. Setiba di pelabuhan udara internasional Halim perdana kusuma,Yasser Arafat dan rombongannya langsung menuju Istana Merdeka.
Dalam Pertemuan dengan Arafat, Presiden didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kususmaatmadja dan Menteri Muda/ Sekertaris Kabinet Moerdiono . Dalam kesempatan ini Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk memperoleh kemerdekaannya ,karena hal itu merupakan hal yang prinsipil dan secara politis sesuai dengan UUD 1945. Demikian dikemukakan Presiden kepada pemimpin PLO.
`Kamis, 25 Juli 1985.
Presiden Soeharto pagi ini, pada jam 09.00 menerima Menteri Muda Urusan peningkatan penggunaan produksi Dalam Negeri Ginandjar Kartasismita, Gubernur DKI Soeprapto, dan Menteri Perindustrian Hartarto. Kedatangan mereka adalah untuk melaporkan mengenai persiapan Pameran Produksi Indonesia (PPI) 1985.
Pada kesempatan itu Presiden mengharapkan agar pameran itu dapat mempertebal tekad untuk mandiri, sehingga menjadi kebanggaan masyarakat untuk menggunakan produksi dalam negeri,Presiden juga menekankan agar bantuann luar negeri baik yang bersifat multilateral maupun bilateral harus dapat di manfaatkan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri.
Senin, 25 Juli 1988.
Pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Rapat kerja Departemen Perdagangan dalam suatu upacara di Istana Negara.Dalam amanatnya Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa deregulasi dan debirokratisasi sama sekali bukan liberalisasi.Dijelaskannya bahwa dalam pembangunan bangsa kita pada umumnya dan pembangunan ekonomi khususnya, secara ideologi kita telah menegaskan bahwa kita tidak akan meluncur kearah liberlisme,kita telah menegaskan bahwa memperhatikan hukum-hukum ekonomi nasional,tetapi kita tidak membiarkan semuanya berjalan semata-mata ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi nasional kita terjun dalam pertarungan bebas yang dapat saling mematikan.
Ditegaskan oleh Presiden bahwa yang kita lakukan menggalang semua kekuatan ekonomi nasional kita agar dapat tumbuh dan sehat. Dalam menggalang kekuatan ekonomi nasional ini mutlak adanya keterpaduan arah dan kegiatan di semua sektor. Sektor yang satu harus merupakan penunjang bagi tumbuhnya sektor-sektor yang lain. Keterpaduan itu jelas antara kekuatan-kekuatan sektor negara, sektor swasta, dan koperasi.
Pada jam 10.00 pagi ini. Selama hampir dua jam, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Pangeran Sihannouk di Istana Merdeka. Pembicaraan antara kedua pemimpin itu bersifat tukar pikiran tentang langkah-langkah yang seharusnya ditempuh untuk mensukseskan pelaksanaan Jakarta Informal Meeting yang pada saat ini tengah berlangsung di Istana Bogor.
Rabu, 25 Juli 1990.
Pagi ini, bertempat di PT Matshusita Gobel Battery Industry di Jakarta Timur,Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan 297 pabrik yang tersebar di delapan provinsi. Pabrik –pabrik yang diresmikan itu meliputi 120 pabrik baru dan 159 perluasan pabrik; investasi seluruhnya berjumlah sekitar Rp 1,19 triliun dan U$$ 177 ,59 juta. Dari 297 pabrik itu terdapat 110 pabrik tekstil , 81 pabrik kimia hilir dan 88 pabrik alat listrik dan logam, yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Menyambut peresmian itu, Kepala Negara mengatakan bahwa bahwa sebagian dari pabrik-pabrik yang diremikannya hari ini menghasilkan alat-alat listrik, barang-barang logam,sepeda, kacamata ,jam dan lain-lain dikatakannya bahwa cabang industri seperti yang padat karya.peluang ini perlu kita manfaatkan sebaik-baiknya terutama untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
Lebih jauh dikatakannya bahwa cabang industri ini kita diharapkan akan berkembang lebih cepat lagi, dengan adanya pabrik-pabrik yang menghasilkan komponen-komponen barang-barang tadi. Kebutuhan barang –barang ini di dalam negeri juga akan terus meningkat sejalan dengan bertambah baiknya tingkat kehidupan masyarakat kita.
Presiden Soeharto bersama Letjen. Soeharto telah berhasil menyusun Kabinet Ampera. Kabinet ini telah terdiri atas 24 departemen dan dibagi atas 5 bidang, yaitu pertahanan dan keamanan, politik, kesejahteraan rakyat, ekonomi dan keluwarga, serta industeri pembangunan. Setiap bidang dipimpin oleh seorang menteri utama (menutama). Kelima menutama tersebut adalah Letjen. Soeharto untuk bidang pertahanan dan keamanan, Adam malik untuk – bidang politik, KH Idham Chalid untuk bidang kesejahteraan rakyat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk bidang ekonomi dan keuangan, dan Sanusi Hardjadinata untuk bidang industeri dan pembangunan. Kelima menutama tersebut merupakan Presidium yang di pimpin oleh seorang menutama, yang dalam hal ini ialah Letjen. Soeharto. Program Kabinet ailah Dwi-Dharma ( kestabilan politik dan kesetabilan ekonomi) dan catur-Karya ( sandang-pangan, pemilihan umum, politik luar negeri yang bebas dan aktiv, dan melanjutkan perjuangan melawan nekolin). Hal ini merupakan sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII tahin1966. Susunan lekap Kabinet Ampera, dengan dilihat dalam Lampiran VII.
Pengumuman tentang pembentukan Kabinet Ampera segera medapat reaksi dari kesatuan-kesatuan aksi. Musyawarah kesatuan-kesatuan aksi Jaya-Raya dalam pernyataan yang di tandatangi oleh ketuanya. Harjono Tjitrosubono SH, meyatakan rasa kecewa bahwa Letjen Soeharto tidak langsung memimpin Kabinet Ampera. dalam pandangan kesatuan-kesatuan aksi tersebut, Kabinet ampere ini baik dari segi struktur maupun personalianya tidak. Sejiwa dengan Kettapan MPRS No. XIII/1966. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa secara keseluruhan cabinet tersebut tidak dapat di terima.
Mengatisipasi reaksi yang demikian. Pemegang ketetapan MPRS NO. XIII/1966, Letjen Soeharto, melalui siaran radi dan TVRI menerangkan bahwa pembentukan Kabinet Ampera merupakan usaha untuk melaksanakan ketetapan MPRS. Menurut Jenderal Soeharto, Kabinet ini merupakan tuntutan raktyat membentuk dalam melaksanakan tugasnya. Rakyat diminta oleh Jenderal Soeharto untuk mengadakan pengawasan dalam bentuk kritik yang membangun.
Rabu, 25 Juli 1973
Presiden soeharto mengajukan agar para pengusaha swasta memiliki visi yang modern, sehingga cara-cara berusaha pun menjadi modern pula. Anjuran tersebut dikemukakan Kepala Negara ketika menerima Ketua Kadim, Suwoto Sukendar, di Bina Graha pagi ini : demikian di ungkapa Ketua Kadin itu kepada para wartawan setelah ia diterima Presiden.
Kamis, 25 Juli 1974
Presiden Soeharto Pagi ini melakukan peninjauan ke darmaga Sindang Laut di Tanjung Priuk. Sebelum menunjau, Kepala Negara telah menyerahkan masing-masing kapal pantai kepada Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Barat. Kapal yang bernama “ Simeulu” yang berbobot mati 360 Dwt itu diserahkan kepada Gubernur Aceh, A Muzakki Walad yang Bernama “ Nan Tongga” dengan bobot mati yang sama, diserahkan kepada Gubernur Sumatra Barat Drs. Harun Zain.
Dalam amanat singkatnya, Presiden mengharapkan agar kapal-kapal tersebut dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik. Dijelaskannya banwa penggunaan kapal-kapal tersebut terutama untuk memperkuat armada niaga daerah, disamping untuk memperkuat armada niaga Nasional.
Jum,at, 25 Juli 1980.
Presiden Soeharto merasa bangga karena produksi beras Indonesia tahun 1979 mencapai sekitar 18 juta ton, malahan ada tanda -tanda bahwa produksi tahun 1980 akan meningkat lebih tinggi lagi. Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Negara pada acara buka puasa bersama di Istana Negara malam ini.
Lebih jauh dikatakan oleh Presiden kita dalam meningkatkan produksi pangan ini merupakan salah satu tugas nasional yang teramat penting dalam mensukseskan Repelita III.Dikatakannya pula bahwa peningkatan produksi tidak saja bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri,tetapi juga merupakan kunci penting dari keberhasilan pembangunan. Peningkatan produksi pangan diharapkan mengurangi impor,pangan, dan ini berarti mengurangi devisa yang berjumlah ratusan juta setiap tahunnya.
Sabtu, 25 Juli 1981.
Pagi ini di Istana Merdeka,Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Suriah untuk Indonesia, Nadim Douay. Dalam pidato balasannya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa seluruh umat manusia mendambakan perdamaian dunia. Namun dunia kita dewasa ini masih penuh dengan berbagai ketegangan,yang disebabkan antara lain oleh pertarungan antara kepentingan kekuatan-kekuatan besar dunia, yang menjadikan negara-negara lain sebagai ajang perebutan pengaruh.karena itu sangat penting tekad dari semua negara, terutama negara-negara yang sedang berkembang,untuk berpegang teguh kepada prinsip menentukan dan mengurus masa depannya sendiri.dan tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.
Ditegaskan oleh Presiden bahwa bertolak dari prinsip inilah maka sejak semula Indonesia mendukung tanpa ragu perjuangan yang sah dan adil dari rakyat Palestina untuk menetukan masa depannya sendiri dan mendukung perjuangan sahabat-sahabat Indonesia di Timur Tengah dalam melawan agresi Israel.
Bustanil Arifin selaku bendahara yayasan Dharmais,pagi ini di Istana Merdeka memberikan laporan kepada Presiden Soeharto,selaku ketua yayasan tersebut.Dilaporkannya bahwa dalam tahun 1981/1982 Yayasan Dharmais telah memberikan bantuan sebesar Rp 1,678 milyar bagi 23;266 warga dari 358 panti asuhan.Panti Wherda, yayasan penampungan cacat, dan sekolah luar biasa di seluruh Indonesi. Selain itu juga telah diberikan bantuan satu pasang pakaian bagi masing-nasing warga panti asuhan dalam menghadapi lebarann mendatang.
Senin, 25 Juli 1983.
Jam 09.00 pagi ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Menteri sosial, Ny.Nani Sudrsono, Direktur Jenderal pertambangan Umum, Prof Dr JA, Ny. Katili, dan Direktur Jenderal Bantuan Sosial, Harun Alrasyid. Mereka meninjau korban letusan Gunung Colo serta banjir di Luwuk dan Toli-Toli, di Sulawesi Utara tengah. Sebaga reaksi terhadap laporan tersebut,Kepala Negara menginstruksikan Menteri Sosial untuk meneliti lebih lanjut akibat yang ditimbulkan oleh meletusnya Gunung Colo yang terletak di Pulau unauna dan termasuk kabupaten poso itu, Juga diperintahkan agar kekuatan ABRI dikerhkan untuk menanggulangi bencana-bencana alam yang dialami oleh rakyat Sulawesi Tengah. Dalam rangka penanggulangan akibat bencana alam itu, Menteri Sosial ditugaskan untuk mempersiapkan kembali pemukiman para pengungsi, bila perlu dengan cara transmigrasi.
Rabu, 25 Juli 1984.
Presiden Soeharto mengatakan bahwa masalah yang paling mendesak dan harus ditangani semua bansa sekarang ini adalah usaha perbaikan taraf hidup dan kesejateraan sebagian besar umat manusia. Masalah itu hanya dapat dilakukan secara terpadu oleh semua bangsa, baik yang maju maupun yang sedang membangun. Demikian dikatakan Kepala Negara ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Peru, Dr Furtonato Isasi Cayo, di Istana Merdeka pada pukul 09,00 pagi ini.
Lebih jauh Presiden mengatakan bahwa dalam hubungan itulah kerjasama antara negara-negara yang sedang membangun makin dirasakan perlunya untuk mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru. Dalam rangka itulah terasa pentingnya kerjasama antara Indonesia dan Peru, baik sebagai sesama negara anggota Non- Blok maupun dalam kelompok 77.
Pukul 10.00 pagi ini, dalam suatu upacara yang berlangsung di Bina Graha, Presiden Soeharto meresmikan lapangan minyak Lalang,Dumai, yang terletak di pantai timur laut Sumatera. Peresmian yang dilakukan dari jarak jauh ini telah dimungkinkan oleh pemanfaatan komunikasih modern yang sekarang dimiliki Indonesia. Dari Bina Graha .Presiden dan segenap undangan dapat melihat secara langsung kegiatan dilokasi yang terletak ribuan kilometer dari Jakarta. Diantara lebih kurang 300 undangan yang hadir dalam acara tersebut tampak Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, dan Direktur Utama Pertamina AR Ramly.
Dalam pidatonya, Kepala Negara mengambil kesempatan itu untuk menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalamkebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia. Dikatakannya , walaupun Indonesia akan menciptakan suasana yang mendorong investasi dikalangan masyarakat sendiri,tetapi secara realitas kita menyadari bahwa Indonesia masih memerlukan modal asing lebih banyak mengalir ke mari.
Pukul 17.00 sore ini,Presiden Soeharto menerima Ketua PLO,Yasser Arafat,di Istana Merdeka. Setiba di pelabuhan udara internasional Halim perdana kusuma,Yasser Arafat dan rombongannya langsung menuju Istana Merdeka.
Dalam Pertemuan dengan Arafat, Presiden didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kususmaatmadja dan Menteri Muda/ Sekertaris Kabinet Moerdiono . Dalam kesempatan ini Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk memperoleh kemerdekaannya ,karena hal itu merupakan hal yang prinsipil dan secara politis sesuai dengan UUD 1945. Demikian dikemukakan Presiden kepada pemimpin PLO.
`Kamis, 25 Juli 1985.
Presiden Soeharto pagi ini, pada jam 09.00 menerima Menteri Muda Urusan peningkatan penggunaan produksi Dalam Negeri Ginandjar Kartasismita, Gubernur DKI Soeprapto, dan Menteri Perindustrian Hartarto. Kedatangan mereka adalah untuk melaporkan mengenai persiapan Pameran Produksi Indonesia (PPI) 1985.
Pada kesempatan itu Presiden mengharapkan agar pameran itu dapat mempertebal tekad untuk mandiri, sehingga menjadi kebanggaan masyarakat untuk menggunakan produksi dalam negeri,Presiden juga menekankan agar bantuann luar negeri baik yang bersifat multilateral maupun bilateral harus dapat di manfaatkan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri.
Senin, 25 Juli 1988.
Pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Rapat kerja Departemen Perdagangan dalam suatu upacara di Istana Negara.Dalam amanatnya Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa deregulasi dan debirokratisasi sama sekali bukan liberalisasi.Dijelaskannya bahwa dalam pembangunan bangsa kita pada umumnya dan pembangunan ekonomi khususnya, secara ideologi kita telah menegaskan bahwa kita tidak akan meluncur kearah liberlisme,kita telah menegaskan bahwa memperhatikan hukum-hukum ekonomi nasional,tetapi kita tidak membiarkan semuanya berjalan semata-mata ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi nasional kita terjun dalam pertarungan bebas yang dapat saling mematikan.
Ditegaskan oleh Presiden bahwa yang kita lakukan menggalang semua kekuatan ekonomi nasional kita agar dapat tumbuh dan sehat. Dalam menggalang kekuatan ekonomi nasional ini mutlak adanya keterpaduan arah dan kegiatan di semua sektor. Sektor yang satu harus merupakan penunjang bagi tumbuhnya sektor-sektor yang lain. Keterpaduan itu jelas antara kekuatan-kekuatan sektor negara, sektor swasta, dan koperasi.
Pada jam 10.00 pagi ini. Selama hampir dua jam, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Pangeran Sihannouk di Istana Merdeka. Pembicaraan antara kedua pemimpin itu bersifat tukar pikiran tentang langkah-langkah yang seharusnya ditempuh untuk mensukseskan pelaksanaan Jakarta Informal Meeting yang pada saat ini tengah berlangsung di Istana Bogor.
Rabu, 25 Juli 1990.
Pagi ini, bertempat di PT Matshusita Gobel Battery Industry di Jakarta Timur,Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan 297 pabrik yang tersebar di delapan provinsi. Pabrik –pabrik yang diresmikan itu meliputi 120 pabrik baru dan 159 perluasan pabrik; investasi seluruhnya berjumlah sekitar Rp 1,19 triliun dan U$$ 177 ,59 juta. Dari 297 pabrik itu terdapat 110 pabrik tekstil , 81 pabrik kimia hilir dan 88 pabrik alat listrik dan logam, yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Menyambut peresmian itu, Kepala Negara mengatakan bahwa bahwa sebagian dari pabrik-pabrik yang diremikannya hari ini menghasilkan alat-alat listrik, barang-barang logam,sepeda, kacamata ,jam dan lain-lain dikatakannya bahwa cabang industri seperti yang padat karya.peluang ini perlu kita manfaatkan sebaik-baiknya terutama untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
Lebih jauh dikatakannya bahwa cabang industri ini kita diharapkan akan berkembang lebih cepat lagi, dengan adanya pabrik-pabrik yang menghasilkan komponen-komponen barang-barang tadi. Kebutuhan barang –barang ini di dalam negeri juga akan terus meningkat sejalan dengan bertambah baiknya tingkat kehidupan masyarakat kita.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Punyusun : Rayvan Lesilolo
Punyusun : Rayvan Lesilolo