RABU, 28 JUNI 1967
Pejabat Presiden dalam amanatnya kepada PNI/FM menyatakan bahwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan partai politik. Sejarah perjuangan telah mencatat bahwa PNI sejak semula telah meletakkan dasar dan cita-cita kemerdekaan pada landasan nasional dan sosialisme, yang akan diwujudkan dan ditumbuhkan diatas kepribadian Indonesia. Dasar dan tujuan perjuangan bangsa Indonesia. Dalam hal ini PNI sebagai salah satu partai besar yang sudah dewasa, hendaknya belajar dari pengalaman-pengalaman yang lalu, sehingga dapat menempatkan diri dengan tepat dalam kekompakan barisan baru.
JUM’AT, 28 JUNI 1968
Dalam rangka penertiban dan peningkatan penerimaan negara, Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk tidak memberikan keringanan, kelonggaran ataupun pembebasan terhadap pembayaran pungutan-pungutan bea masuk atau harga dari barang-barang yang didatangkan dari luar negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan tarif yang berlaku. Juga diinstruksikan agar membatalkan semua keringanan, kelonggaran ataupun pembebasan yang telah diberikan terhadap barang-barang yang sekarang ini belum sampai di daerah Indonesia. Instruksi tersebut dimuat dalam Inpres No. 21/1968 yang mulai berlaku hari ini.
SABTU, 28 JUNI 1969
Presiden dan Ibu Tien Soeharto hari ini menyambut kedatangan PM India, Ny. Indira Gandhi, di lapangan udara Kemayoran, Jakarta. dalam pidato sambutannya, Presiden mengemukakan bahwa Ny. Indira Gandhi dan rakyat India terasa sangat dekat dihati rakyat Indonesia. Presiden mengharapkan bahwa kunjungan PM Indira Gandhi akan mempererat hubungan persahabatan, saling pengertian dan kerjasama antara kedua negara. PM Indira Gandhi, dalam pidato balasannya, membenarkan ucapan Presiden Soeharto. Ia mengatakan bahwa banyak perkembangan yang terjadi sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, baik didalam kedua negara maupun di dunia pada umumnya. Walaupun demikian, ia berpendapat bahwa apa yang dicetuskan oleh Kongerensi Bandung pada tahun 1955 tetap bermanfaat, karena prinsip-prinsip itu berhubungan dengan kebenaran dan hakiki.
Malam ini di Istana Merdeka Presiden Soeharto mengadakan jamuan makan malam untuk menghormati kedatangan PM Indira Gandhi. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto antara lain menegaskan bahwa antara India dan Indonesia terdapat hubungan yang sangat erat, yang terjalin sejak berabad-abad yang lalu, dengan kebudayaan dan nilai moral yang tinggi yang masih kuat membekas sampai kini. Dikatakan pula, bahwa pegerakan perjuangan kemerdekaan kedua bangsa pada permulaan abad ini telah saling memberi inspirasi dan dorongan semangat. Presiden Soeharto juga menekankan kesamaan keyakinan yang dimiliki oleh kedua bangsa, bahwa politik luar negeri yang bebas dan aktif merupakan salah satu jaminan kuat untuk memelihara kemerdekaan politik dan memperkuat kedudukan ekonomi serta kesejahteraan bangsa-bangsa.
PM India Ny. Indira Gandhi dalam sambutannya mengatakan bahwa ia melihat banyak kemajuan yang dicapai Indonesia. Ia mengatakan juga bahwa dalam kunjungannya ini ia ingin memperbaharui harapan-harapannya, terutama agar hubungan kedua negara dapat terus berkembang. Menyinggung soal non-aligment, ia menegaskan pendapatnya bahwa politik non-aligment dewasa ini masih tetap diperlukan, terutama untuk mengimbangi kekuatan-kekuatan besar di dunia.
SENIN, 28 JUNI 1976
Kepala Negara mengadakan pertemuan dengan beberapa menteri di Bina Graha pagi ini. Menteri-menteri yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Pertambangan Mohammad Sadli, Menteri Perindustrian M. Jusuf, Menteri Pertanian Thojib Hadiwidjaja, Menteri Perhubungan Emil Salim, PUTL Sutami, Menteri P dan K Sjarif Thajeb, Menteri Kesehatan Siwabessy, dan Menteri Penerangan Mashuri. Dalam pertemuan dihadiri pula oleh Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono itu, Presiden telah mendengarkan laporan dari masing-masing menteri; laporan-laporan tersebut akan menjadi masukan bagi Presiden didalam menyusun pidato kenegaraannya pada tanggal 16 Agustus yang akan datang.
SELASA, 28 JUNI 1977
Menteri Negara Riset Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, setelah diterima Presiden Soeharto di Cendana hari ini menjelaskan bahwa Presiden telah menyetujui diadakannya kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antara Indonesia dan Hongaria. Kerjasama itu meliputi pengembangan pertanian campuran dan penggunaan radio isotop dalam bidang kedokteran.
KAMIS, 28 JUNI 1979
Presiden Soeharto pagi ini membuka Sidang Tahunan Para Menteri Luar Negeri ASEAN yang berlangsung di Pertamina Cottage, Pantai Kuta, Denpasar. Dalam kata sambutannya, Presiden mengatakan bahwa kesatuan sikap yang selama ini diperlihatkan oleh negara-negara ASEAN dalam menghadapi masalah-masalah dunia merupakan suatu langkah maju dalam usaha memantapkan tekad untuk memberikan isi kepada organisasi regional ini. Dikatakan selanjutnya bahwa kesatuan sikap itulah yang membuat ASEAN tidak goyah dalam menghadapi susunan dunia yang sedang bergolak ini.
Lebih jauh dikemukakan oleh Kepala Negara bahwa dengan melihat pertumbuhan ASEAN, tidak berkelebihan bila kita menilai bahwa ASEAN telah tumbuh sebagai suatu kekuatan sosial-ekonomi potensial di kawasan ini. Menurutnya, kenyataan ini memberikan harapan bahwa wilayah kita akan berkembang menjadi suatu pusat kegiatan pengembangan ekonomi dalam rangka perwujudan Tata Ekonomi Dunia Baru. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar negara-negara maju dapat menunjukkan pengertian dan kesediaan mereka memenuhi cita-cita kita mewujudkan tata ekonomi dunia yang lebih adil, yang menjamin kesempatan yang sama bagi semua bangsa untuk maju dan hidup sejahtera untuk kepentingan perdamaian dunia yang abadi.
SELASA, 28 JUNI 1983
Gubernur Bank Sentral, Arifin Siregar, dan Menteri Keuangan, Radius Prawiro, pukul 10.45 pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Mereka datang untuk melaporkan tentang keadaan keuangan negara saat ini. Usai menghadap, Arifin Siregar mengungkapkan bahwa cadangan devisa Indonesia sampai akhir Mei yang lalu berjumlah US$7,5 miliar. Sebanyak lebih kurang US$3,7 miliar dari jumlah tersebut berada di Bank Sentral, dan US$3,5 miliar berada pada bank-bank devisa lain. Menurut Gubernur Bank Sentral, setelah dievaluasi ternyata keadaan cadangan devisa Indonesia menunjukkan adanya “titik-balik” dalam arus penerimaan devisa yang menyehatkan keadaan ekonomi. Sementara itu keadaan pasar devisa sekarang sudah tenang dan tidak ada lagi spekulasi.
RABU, 28 JUNI 1989
Indonesia menerima tawaran Prancis untuk duduk sebagai ketua bersama dalam konferensi internasional tentang penyelesaian masalah Kamboja. Tetapi penerimaan itu adalah dengan syarat yaitu harus dengan persetujuan para peserta konferensi tersebut. Demikian diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas setelah diterima Kepala Negara di Istana Merdeka pagi ini.
Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Bolivia, Arnold Hofman-Bang Soleto. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengatakan bahwa hubungan kedua negara yang dewasa ini lebih banyak terjadi di forum-forum internasional, perlu diikuti dengan peningktan hubungan bilateral dan kerjasam di bidang pembangunan, termasuk dalam usaha untuk melindungi harga bahan mentah, terutama timah yang menjadi salah satu komoditi ekspor kedua negara. presiden juga menegaskan bahwa merupakan hal sulit bagi Indonesia dan Bolivia dan bagi bangsa-bangsa yang sedang membangun lainnya untuk melaksanakan pembangunan dalam suasana dunia yang penuh konflik dan ketegangan.
KAMIS, 28 JUNI 1990
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima para peserta rapat kerja Departemen Penerangan Kepala Negara mengemukakan kepada mereka bahwa dewasa ini kita juga melihat tanda-tanda menyusutnya masalah-masalah politik dan militer di dunia yang digantikan oleh masalah-masalah ekonomi serta kemanusiaan yang bergerak makin menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa kita sedang mulai bergerak maju menuju kearah terwujudnya dunia yang lebih aman, lebih makmur dan lebih bersaudara.
Kita beruntung hidup dalam zaman yang makin cerah ini. Tentu saja perkembangan-perkembangan tadi tidak berarti susutnya seluruh masalah politik dan militer yang ada. Kita juga tidak boleh mengira akan ada sorga di muka bumi dalam waktu yang tidak habis-habisnya. Manusia tetap akan merupakan manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Menghadapi hal-hal itu selain harus menyiapkan seluruh potensi bangsa untuk memanfaatkan peluang yang terbuka, kita juga harus tetap selalu harus waspada terhadap perkembangan-perkembangan yang bisa merugikan.
Penyusun Intarti, SPd