SELASA, 7 MEI 1968
Jam 11.30 pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto menyambut kedatangan tamu negara,Kaisar Haile Selassie , Kepala Negara Ethiopia, di Pelabuhan Udara Kemayoran, Jakarta. Kaisar Haile Selassie mengunjungi Indonesia atas undangan Presiden Soeharto, dari tanggal 7 sampai 13 Mei. Dalam jamuan makan kenegeraan pada malam harinya, Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa perdamaian dunia dapat terwujud bila seluruh negara dunia menghargai kemerdekaanya dan bekerjasama atas dasar saling menghormati dan menguntungkan.
JUMAT, 7 MEI 1971
Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW diadakan di Istana Negara malam ini. Dalam amanatnya, Presiden Soeharto menyerukan kepada semua pihak tanpa terkecuali, agar dalam melaksanakan kampanye atau usaha-usaha untuk menarik suara sebanyak-banyaknya dalam pemilihan umum nanti memelihara persatuan seluruh bangsa, agar tidak retak sedikitpun. Menurut Jenderal Soeharto hal ini perlu diingatkan karena sekarang dengan penuh kesungguhan, kita sedang melaksanakan pembangunan lima tahun. Untuk itu kita harus tetap meletakkan persatuan bangsa sebagai salah satu modal utama dan harus memperkuat wadah negara kesatua RI ini. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto mengingatkan bahwa islam sendiri mengajarkan kepada kita untuk mengusahakan persatuan umat walaupun dengan berbagai golongan yang berbeda-beda, saling pengertian dan saling menyayangi adalah salah satu sendi yang penting dalam mu’amalah yang berdasarkan Islam, demikian Presiden.
Dengan menunjuk keteladanan Nabi Muhammad , Presiden mengatakan bahwa pemimpin yang kita perlukan sekarang adalah pemimpin yang dapat menyatukan masyarakat, yang dapat memberikan perasaan tenteram kepada masyarakat dan menggerakkan masyarakat dalam membangun. Pemimpin yang dipercaya rakyat adalah pemimpin yang jujur, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada yang dipimpinnya. Juga pemimpin itu harus dapat menunjukkan kepada masyarakat jalan yang benar, serta dapat menghasilkan prestasi-prestasi yang diharapkan oleh masyarakatnya.
Presiden mengungkapkan kegembiraannya karena sebagai seorang muslim ia melihat kesegaran baru yang makin menghembus di kalangan masyarakat Islam. Islam tidak lagi tampak angker, yang hanya penuh dengan larangan dan ancaman dosa, melainkan lebih diartikan sebagai agama untuk masyakat dan kemajuan. Walaupun begitu Jenderal Soeharto tetap mengingatkan agar prinsip-prinsip Islam kita pegang teguh, kewajibannya kita jalankan dan larangan-larangannya kita tinggalkan. Tetapi semua itu jangan membelenggu kita sendiri.
SELASA, 7 MEI 1974
Sudah tiba waktunya sekarang bagi negara-negara ASEAN untuk mencurahkan lebih banyak lagi usaha guna menjadikan kerjasama di bidang ekonomi menjadi kenyataan. Masalah-masalah ekonomi masih tetap memerlukan perhatian utama kita. Hal itu terutama merupakan akibat negatif dari keadaan dunia dewasa ini, yakni adanya krisis moneter, krisis perdagangan dan krisis energi, yang mau tidak mau akan memberikan dampak terhadap negara-negara ASEAN. Demikian diingatkan Presiden Soeharto kepada para menteri luar negeri ASEAN yang menghadiri pembukaan sidang ke-7 Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN di Istana Negara pagi ini. Secara lebih terperinci Kepala Negara merujuk kerjasama di bidang industri yang akan menuju kearah hasil yang nyata dalam membangun proyek-proyek industri ASEAN, untuk memberikan barang dan jasa yang diperlukan guna meningkatkan tingkat hidup rakyat dan memperbaiki ketahanan ekonomi.
Sebelum membuka pertemuan tingkat menteri itu, Presiden Soeharto telah menerima kunjungan kehormatan para menteri luar negeri ASEAN di Istana Merdeka. Pada kesempatan itu Menteri Luar Negeri Filipina, Carlos P Romulo, telah menyampaikan pesan Presiden Ferdinand Marcos kepada Presiden Soeharto. Dalam suratnya Presiden Marcos menyatakn penghargaan kepada Presiden Soeharto atas usahanya menyelesaikan perselisihan antara Filipina dan Malaysia menyangkut masalah Filipina Selatan.
RABU, 7 MEI 1975
Bertempat di Bina Graha, pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima delegasi Dewan PBB untuk masalah Namibia yang diketuai oleh Rupiah Bwezani Banda, Duta Besar Zambia untuk PBB. Anggota delegasi lainnya adalah tujuh orang wakil dari tujuh negara anggota PBB. Dalam pertemuan dengan delegasi yang diantar oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik itu, Presiden telah menegaskan kembali sikap pemerintah dan rakyat Indonesia yang senantiasa mendukung perjuangan semua bangsa di dunia melawan kolonialisme dan imperialisme, termasuk perjuangan rakyat Namibia.
Kasal, Laksamana Subiyakto, menghadap Kepala Negara di Bina Graha jam 10.00 pagi ini. Ia datang untuk melaporkan tentang rencana pemberangkatkan KRI Teluk Tomini ke Australia dalam waktu dekat. Usai pertemuan dengan Kepala Negara, Laksamana Subiyakto mengatakan bahwa KRI Teluk Tomini akan mengangkut 260 ekor sapi dan 100 ekor domba dari Townsville, Negara Bahagian Queensland, Australia, ke Indonesia. Hewan-hewan tersebut merupakan bibit unggul yang akan dikembangkan dan kemudian disebarkan pemerintah ke semua daerah yang memerlukan.
Kepala Negara menganjurkan agar masyarakat melakukan penanaman kapas di Indonesia, dalam rangka usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tekstil. Anjuran tersebut dikemukakan Presiden Soeharto kepada Direktur PT Textra, H Aminuddin, yang menemuinya siang ini di Bina Graha. Ia menghadap Presiden untuk melaporkan tentang perkembangan perusahaan tekstilnya yang berlokasi di daerah Cijantung, Jakarta Timur. Kepala Negara merasa perlu menganjurkan masyarakat untuk menanam kapas, karena selama ini Indonesia mengimpor kapas dalam jumlah yang sangat besar, dan impor tersebut terus meningkat setiap tahunnya.
JUMAT, 7 MEI 1976
Presiden Soeharto hari ini menetapkan kebijaksanaan untuk mengadakan hadiah-hadiah seni, ilmu pengetahuan, pengabdian, dan olahraga. Hadiah-hadiah tersebut akan diberikan kepada mereka yang menunjukkan prestasi yang luar biasa di bidang-bidang yang dimaksudkan itu. Demikian ditetapkan didalam Keputusan Presiden No.23 Tahun 1976 yang dikeluarkan pada hari ini. Didalam pertimbangan disebutkan bahwa pemberian hadiah tersebut diadakan untuk merangsang dan membina pengembangan sosial budaya yang bertujuan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat membina dan memperkuat rasa harga diri, kebanggan nasional, dan kepribadian bangsa.
SENIN, 7 MEI 1979
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima ketua Opstib Pusat, Laksamana Sudomo, dan Menteri PAN, JB Sumarlin. Keduanya menghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang hasil Opstib selama bulan April. Dalam pertemuan tersebut Presiden telah menginstruksi agar Opstib mencegah berlangsungnya pungutan liar terhadap orang tua murid yang akan memasukkan anaknya ke sekolahdalam tahun ajaran baru ini. Presiden juga menginstruksikan para pejabat untuk sering turun ke bawah, sehingga dapat meningkatkan pengawasan dan mencegah penyelewengan uang negara.
Sementara itu, hari ini Presiden Soeharto menegaskan bahwa Keputusan Pemerintah tentang tidak di liburkannya sekolah umum pada bulan puasa sama sekali tidak dimaksudkan untuk tidak menghargai kehidupan agama. Menurut Presiden, langkah itu diambil untuk menyesuaikan dan menyusul ketinggalan selama ini, dalam rangka nation buiding. Demikian dikatakan Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara, setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha selama setengah jam pada pukul 11.00 pagi ini.
Umat beragama juga dihimbau Presiden agar tidak perlu merasa khawatir akan kemungkinan terjadinya sekularisme ataupun terhadap rencana perubahan UU Pendidikan Nasional yang dianggap seolah-olah merugikan agama. Sehubungan dengan ini, Presiden menyerukan agar umat beragama di Indonesia tidak terpengaruh oleh desas-desus yang bisa merugikan.
KAMIS, 7 MEI 1981
Hari ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Ekuin, Widjojo Nitisastro, Menteri Keuangan a.i., Sumarlin, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, di Istana Merdeka. Pertemuan yang diadakan sebagai tindak lanjut sidang kabinet terbatas bidang Ekuin kemarin itu membahas langkah-langkah selanjutnya di bidang perhubungan, guna memperlancar pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.
SENIN, 7 MEI 1984
Jam 08.20 pagi ini, Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Jambi dalam rangka peresmian proyek peningkatan ruas jalan Lintas Sumatera di Muara Bungo. Ruas jalan yang diresmikan itu adalah antara Muara Bungo-Lubuk Linggau sepanjang 285 kilometer dan antara Jambi-Muara Bungo sepanjang 151,4 kilometer . dalam peresmian jalan yang dibangun dengan bantuan Pemerintah Jepang ini hadir pula Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam, Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin, Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, dan Pangab Jenderal LB Murdani.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan selesainya peningkatan jalan ini. Maka terbukalah kesempatan yang makin besar bagi masyarakat Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan untuk lebih giat membangun kearah kehidupan yang lebih maju dan lebih sejahtera. Dikatakannya bahwa daerah ini memang mempunyai potensi besar untuk maju. Daerah ini mempunya kemampuan untuk menigkatkan produksi pertanian, dan juga memiliki kekayaan bahan tambang.
Dikemukakannya bahwa peningkatan produksi pertanian dan produksi-produksi lainnya tentu tidak akan banyak gunanya jika hasil-hasil itu tetap tinggal di daerah ini dan tidak dapat dipasarkan ke tempat-tempat lain. Sebab, demikian Kepala Negara, produksi yang berlebihan dan tidak dapat dipasarkan kecualimerupakan pemborosan tenaga dan modal, juga berarti hilangnya kesempatan dan harapan, yaitu untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik dan hidup lebih menyenangkan bagi masyarakat luas.
RABU, 7 MEI 1986
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang diadakan di Bina Graha. Seusai sidang, sore ini bertempat di Departemen Penerangan, Menko Ekuin Ali Wardhana menguraikan kepada pers dan para pemimpin redaksi media massa latar belakang paket kebijaksanaan yang dinamakan “Paket Kebijaksanaan 6 Mei” . Ia mengatakan bahwa tujuan Paket Kebijaksanaan yang dituangkan dalam sembilan belas putusan itu ialah lebih mendorong lagi kegiatan sektor swasta di bidang ekspor non-migas maupun di bidang penanaman modal.
KAMIS, 7 MEI 1987
Pagi ini Menteri Luar Negeri Chili, Jaime del Valle, melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Kepada Kepala Negara, ia menyampaikan keinginan pemerintahnya untuk meningkatkan hubungan kerjasama dengan Indonesia, baik dalam perdagangan maupun politik. Peningkatan hubungan itu sangat dimungkinkan, karena kedua negara mempunyai produk-produk yang dapat diperdagangkan, disamping karena banyaknya kesamaan sikap dan pandangan terhadap berbagai masalah internasional.
Sementara itu kepada Menteri Luar Negeri Chili itu, Kepala Negara telah menjelaskan tentang falsafah Pancasila, konsepsi pembinaan bangsa dan pembangunan nasional. Presiden juga menerangkan kepada tamunya tentang sejarah kemerdekaan Indonesia, dan usaha-usaha kudeta PKI pada tahun 1965. Mendengar penjelasan Presiden, Menteri Del Valle sangat terkesan, karena banyak persamaan dengan apa yang dialami oleh chili.
Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Aceh, Prof. Dr. Ibrahim Hasan MBA, siang ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia menghadap Kepala Negara untuk melapor tentang perkembangan keadaan dan pelaksanaan pembangunan setelah delapan bulan ia dilantik menjadi gubernur.
Dalam pertemuan itu, Presiden telah memberikan petunjuk mengenai pembangunan Aceh, khususnya menyangkut bidang pertanian. Antara lain Presiden menekankan perlunya Aceh mengembangkan komoditi pertanian seperti kelapa sawit, minyak nilam, pala, kopi, kemiri, kedelai dan tambak udang. Hal ini disarankan Kepala Negara, karena ia melihat bahwa Aceh mempunyai potensi besar bagi pengembangan komoditi tersebut.
Mengenai pembangunan dalam bidang spirituil, Presiden berjanji untuk memberikan bantuan bagi pembangunan tempat-tempat ibadah di Aceh; bantuan yang akan diberikan itu berasal dari dana kerohanian kepresidenan atau dari YAMP. Dijanjikan pula oleh Presiden untuk menyalurkan sumbangan dari Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharmais untuk membantu anak-anak yatim dan anak-anak terlantar. Selain itu, Kepala Negara juga akan menyarankan agar Gubernur dan Menteri Pekerjaan Umum membicarakan rencana pembangunan sarana komunikasi, seperti jembatan yang akan menggantikan fungsi rakit penyeberang kendaraan di sungai-sungai besar di pantai Barat Aceh
SABTU, 7 MEI 1988
Menteri Luar Negeri Jepang, Sousuke Uno, diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada jam 09.30 pagi ini. Dalam kunjungan kehormatan itu, Menteri Luar Negeri Uno antara lain disertai oleh Duta Besar Jepang di Indonesia dan dua orang anggota diet (Parlemen) serta didampingi oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas
Dalam pertemuan itu antara lain telah dibicarakan mengenai masalah bantuan yang akan diberikan Jepang kepada Indonesia dalam rangka IGGI. Sekalipun ia belum dapat mengungkapkan jumlah bantuan yang akan diberikan itu, tetapi Menteri Uno mengatakan kepada Presiden Soeharto bahwa pemerintahnya tetap menujukkan kesungguhan untuk memikirkan kesulitan ekonomi Indonesia. Pada kesempatan itu juga Menteri Uno telah menyampaikan undangan pemerintah Jepang kepada Presiden Soeharto untuk mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang.
MINGGU, 7 MEI 1989
Berkenaan dengan Hari Raya Idul Fitri, pagi ini Presiden Soeharto melakukan shalat Ied bersama ribuan ribuan umat umat Islam di Masjid Istiqlal. Diantara para pejabat negara yang ikut berjamaah tampak antara lain Wakil Presiden Sudharmono, dan Menteri Agama Munawir Sjadzali.
SENIN, 7 MEI 1990
Dari pagi hingga siang ini, Presiden dan Ibu Soeharto menginspeksi pembangunan bandar udara Soekarno-Hatta tahap II dan Fasilitas Pemelihara Pesawat Garuda (GMF atau Garuda Maintenance Facilities) yang terletak didalam kompleks bandar udara tersebut. Kepada Kepala Negara dan rombongan, pimpinan proyek tersebut, Ir. Soetomo Adisasmito, menjelaskan bahwa pembangunan tahap II ini diperuntukkan bagi sembilan juta penumpang per tahun.
Pembangunannya dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama yang dimulai pada bulan Januari 1987 memakan waktu 39 bulan dengan biaya seber FFr435.731.000 dan Rp96.688.889.000. Biaya pembangunan tahap kedua yang dimulai Januari 1988 adalah sebesar FFr1.494.500.000 dan Rp206,5 miliar; proyek ini diperkirakan selesai pada pertengahan 1991.
Pada waktu mengunjungi GMF, Direktur Utama Garuda, M Soeparno, menerangkan kepada Presiden dan Ibu Soeharto bahwa GMF dibangun untuk mengatasi kesenjangan antara permintaan dan penyediaan pesawat terbang. Untuk itu Garuda harus dapat memelihara kelayakan terbang pesawat yang dimilikinya. Selain itu pembangunan GMF juga dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak asing, disamping untuk menghemat biaya. Umpamanya, dalam overhaul sebuah DC-10 dapat dihemat biaya sekitar US$800 ribu sampai US$1 juta. Pembangunan GMF tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp352 miliar, sementara tenaga kerja yang diperlukandiambil dari UI, ITB, dan IPTN.
Dalam inspeksi GMF itu, Kepala Negara menyatakan rasa bangganya melihat tenaga kerja ahli yang masih muda, tetapi telah mampu mewujudkan alih teknologi. Malah sekarang kemampuan itu telah dapat diekspor. Dalam hubungan ini, Presiden meminta agar kemampuan tenaga ahli yang masih muda itu dapat terus ditingkatkan.
KAMIS, 7 MEI 1992
Presiden Soeharto hari ini di Padang meresmikan proyek pengembangan fasilitas pelabuhan Teluk Bayur. Kemudian di desa Lubuk Besar, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Kepala Negara meresmikan pabrik pengolahan kelapa sawit PT Tidar Kerinci Agung dan perluasan pabrik teh PT Perkebunan VIII.
Menyambut kehadiran proyek-proyek tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa sekitar sepuluh tahun yang lalu ia pernah menganjurkan agar para perantau Minangkabau mengirimkan seribu rupiah seorang sebulan untuk membangun kampung halamannya. Ia bergembira bahwa anjurannya sudah mulai dapat diwujudkan dan dilaksanakan melalui Gerakan Seribu Minang. Menurut Presiden, gerakan ini perlu dibina secara terpadu dengan pembangunan masyarakat di daerah ini, dibawah pimpinan pemerintah daerah Sumatera Barat.
Penyusun Intarti, S.Pd