MINGGU, 21 MEI 1967
Pejabat Presiden hari ini mensahkan susunan Presidium dan Pengurus Harian KONI Pusat di Istana Negara. dalam amanatnya, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa sekalipun tempat utama dalam skala prioritas nasional kita dewasa ini adalah penanggulangan kemerosotan ekonomi, namun perhatian kita di bidang-bidang lain tidak boleh diabaikan. Dikatakan pula selanjutnya, bahwa tugas Orde Baru adalah mewujudkan stabilisasi ekonomi dan politik. Hal ini adalah mutlak tugas Orde Baru, sebab pada masa Orde Lama telah terjadi kemerosotan-kemerosotan ini tidak diakhiri, maka akan membawa kehancuran bagi rakyat, bangsa dan negara.
RABU, 21 MEI 1969
“Targetproduksi beras pada akhir Pelita 1973 sebanyak 15,4 juta ton harus dicapai”, demikian pesan Presiden Soeharto ketika menerima para gubernur se-Jawa dan Sumatera Barat, serta kepala logistik dan inspektorat pertanian di daerah-daerah tersebut pagi ini di Istana Merdeka. Para pejabat tersebut berada di Jakarta dalam rangka pertemuan yang dimulai siang ini di Bulog, untuk membahas masalah peningkatan produksi padi, khususnya padi yang di-bimas-kan. Presiden Soeharto memberikan petunjuk-petunjuk bagi usaha peningkatan produksi padi, khususnya padi yang Bimas GotongRoyong. Antara lain Presiden meminta agar para pejabat daerah memperhatikan pengalaman ataupun kekurangan-kekurangan pada masa lampau.
KAMIS, 21 MEI 1970
Dalam amanat tertulis pada perayaan Waisak yang diselenggarakan malam ini di Candi Borobudur, Jawa Tengah, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kebudayaan asing secara tidak langsung telah menimbulkan gejala-gejala dekadensi moral, seperti korupsi dan manipulasi. Dekadensi moral ini berbahaya bagi kegiatan pembangunan, dan bahkan dapat menggagalkan Repelita. Dalam hal ini peranan umat beragama sangat penting. Oleh sebab itu Presiden Soeharto menyerukan agar setiap umat Budha Indonesia melaksanakan ajaran-ajaran agamanya dengan benar, berbudi luhur, dan mempunyai akhlak yang tinggi.
SENIN, 21 MEI 1973
Dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional, dalam suatu upacara yang berlangsung sejak pukul 10.00 pagi ini di Istana Negara, Presiden Soeharto telah menganugerahkan bintang-bintang kehormatan kepada 24 orang putera terbaik Indonesia. Dalam pidato sambutannya, Kepala Negara antara lain menekankan pada betapa pentingnya kelanjutan pemikiran antar-generasi. Menurut Presiden, dengan melanjutkan pemikiran-pemikiran antar-generasi, maka generasi yang lebih muda, yang lebih memiliki kreativitas dan merasakan kebutuhan-kebutuhan baru dalam pembangunan, akan dapat lebih tepat menentukan arah sasaran-sasaran baru. Sekali perpaduan pemikiran itu berlangsung dengan mantap, maka akan berhasillah usaha bangsa Indonesia meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan sosial ekonomi pada taraf-taraf permulaan pembangunan yang sungguh-sungguh dilakukan sekarang ini.
Menyinggung Hari Kebangkitan Nasional, Presiden menilai dasar dan perjuangan Budi Utomo sebagai perjuangan untuk secara bersama-sama mewujudkan kesejahteraan rakyat, dari rakyat untuk rakyat sendiri. Perjuangan tersebut telah menjadi kekuatan pengikat bagi seluruh rakyat pada masa perjuangan merintis, menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan. Demikian Presiden Soeharto.
SELASA, 21 MEI 1974
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional yang berlangsung mulai pukul 10.00 di Bina Graha. Didalam sidang tersebut, Kepala Negara telah menginstruksikan agar proyek persawahan pasang surut dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Diingatkan oleh Presiden bahwa proyek ini mempunyai prospek yang baik dalam meningkatkan produksi beras Indonesia. Selanjutnya ia mengharapkan agar para sarjana IPB, ITB dan UGM dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan penelitian, sehingga kita memperoleh data yang lebih mantap mengenai sifat-sifat alam di daerah-daerah pasang surut, termasuk sifat-sifat tanah dan air.
Selain masalah pertanian, sidang kali ini juga telah membahas masalah perdagangan dan keuangan. Menyangkut bidang perdagangan, telah dibahas hasil kunjungan misi dagang Indonesia ke Timur Tengah (22 April sampai 4 Mei) yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan Radius Prawiro. Dalam bidang keuangan, Menteri Keuangan telah melaporkan perkembangan index harga sembilan bahan pokok selama dua minggu ini. Dilaporkan oleh Menteri Ali Wardhana bahwa harga-harga cukup stabil, sebab index harga bahan pokok tidak menunjukkan perubahan.
RABU, 21 MEI 1975
Duta Besar Republik Rakyat Mongolia, S Dambadarjaa, menyerahkan surat kepercayaannya kepada Presiden Soeharto pagi ini di Istana Merdeka. Dalam pidatonya, Duta Besar Dambadarjaa mengatakan bahwa Mongolia ingin bekerjasama dengan semua bangsa di dunia, termasuk dengan negara-negara Asia, berdasarkan prinsip hidup berdampingan secara damai, walaupun semua negara mempunyai sistem sosial yang berbeda-beda.
Dalam pidato balasannya, Presiden Soeharto menyatakan kesepakatan akan pendapat yang telah dikemukakan oleh Duta Besar Mongolia itu. Lebih jauh Kepala Negara menekankan pula pada pentingnya usaha untuk mempertahankan hubungan-hubungan baik dan kerjasama yang telah ada diantara bangsa-bangsa atas prinsip hidup berdampingan secara damai.
Sementara itu, ditempat yang sama, pada jam 10.00 pagi, Presiden Soeharto telah pula menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Kerajaan Inggris, John Achibald Ford, yang mewakili negaranya di Indonesia untuk ketiga kalinya. Pada kesempatan itu, Duta Besar Ford mengutarakan kekagumannya atas pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia.
Menyambut rasa kagum Duta Besar Inggris itu, Kepala Negara mengatakan bahwa kerjasama yang saling menguntungkan dengan bangsa lain diperlukan dalam pembangunan Indonesia. Dalam hubungan ini Presiden menyampaikan pula ungkapan terima kasihnya kepada Kerajaan Inggris yang telah menunjukkan pengertian dan memberikan bantuan serta kerjasama. Diharapkannya agar pada waktu-waktu selanjutnya Inggris pun akan tetap ikut serta dalam proses pembangunan Indonesia.
Pukul 12.30 siang ini Presiden Soeharto meresmikan gedung dan laboratorium Fakultas Tehnik Universitas Muhammadiyah yang terletak di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Didampingi oleh Rektor Universitas Muhammadiyah, Dr. Koesnadi, dalam sambutannya Kepala Negara mengatakan bahwa dalam masyarakat yang sedang membangun diperlukan universitas-universitas yang mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan kepada pembangunan. Dalam kaitan ini Presiden mengatakan bahwa mutu universitas adalah jauh lebih daripada jumlahnya. Ia menjelaskan bahwa tanpa mutu, maka universitas dan sarjana tidak akan mampu menggerakkan pembangunan, malahan sebaliknya akan menjadi beban masyarakat saja. Selanjutnya Kepala Negara menegaskan bahwa besar kecilnya peranan dan sumbangan sebuah universitas kepada masyarakat merupakan ukuran utama berhasil tidaknya pelaksanaan tugas universitas itu.
SABTU, 21 MEI 1977
Presiden Soeharto pagi ini secara berturut-turut menerima surat-surat kepercayaan dari Duta Besar Konfederasi Swiss, Roland Wermuth, dan Dutta Besar Republik Nigeria, Ernest Eastman. Dalam pidato balasannya atas pidato Duta Besar Wermuth, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ia sungguh-sungguh menghargai kebijaksanaan pemerintahan Konfederasi Swiss yang mementingkan hubungan bilateral langsung dengan rakyat-rakyat dari daerah selatan serta memberikan penghargaan khusus terhadap Indonesia dan negara-negara ASEAN. Ia juga gembira mendengar dari Duta Besar Wermuth bahwa Konfederasi Swiss menyokong sekuat tenaga dialog Utara-Selatan. Presiden Soeharto menegaskan mengenai dialog tersebut dengan mengatakan: “Dialog ini memang sangat penting dan mempunyai tujuan yang luhur, ialah membuat adil pembagian kekayaan dan kesejahteraan antara negara-negara yang berbeda tingkat kemajuan perkembangannya. Karenanya Indonesia bersama-sama lainnya juga turut serta mengusahakan agar dialog itu berhasil”.
Menurut Presiden Soeharto masalah korupsi merupakan masalah yang serius dan mengenai hal ini sudah dilakukan tindakan preventif maupun represif. Hal ini dikemukakannya dalam wawancara khusus dengan wartawan Belanda Robert Kroon di Jakarta dan dimuat dalam surat kabar De Telegraf yang terbit hari ini. Surat kabar Belanda itu menilai Presiden Soeharto sudah memperlihatkan diri sebagai pemimpin yang menguasai administrasi negara dengan pengetahuannya yang luas tentang angka-angka statistik dan berbeda dengan apa yang sering digambarkan orang asing yang menyatakan bahwa ia adalah orang yang suka mistik.
De Telegraf juga menyatakan bahwa Presiden Soeharto juga menganggap hubungan antara Republik Indonesia dan Negeri Belanda penuh dengan rasa persahabatan. Kesalahan-kesalahan di masa yang lalu telah dilupakan dan dimaafkan. Filsafat kami, demikian Presiden Soeharto, adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan kami bukan bangsa pendendam.
SENIN, 21 MEI 1979
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima Pengurus Pusat MUI yang dipimpin oleh prof. Dr. Hamka. Selain Buya Hamka, hadir pula pimpinan MUI lainnya, seperti H Hasan Basri, H Sudirman, H Syukri Gazali, dan H Amiruddin Siregar. Dalam pertemuan yang berlangsung selama setengah jam itu telah dibahas masalah liburan puasa bagi murid-murid sekolah serta persoalan Komisi Pembaharuan Pendidikan.
Kepada pimpinan MUI Kepala Negara menjelaskan bahwa pada prinsipnya murid sekolah mendapat liburan selama bulan puasa, akan tetapi liburan itu tidak penuh satu bulan. Dikatakannya bahwa dengan tidak meliburkan sekolah secara penuh pada bulan puasa, Pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk mensekulerkan rakyat.
Obahorok Kepala Suku Dani dari Lembah Baliem, Irian Jaya, pukul 10.00 pagi ini diterima Presiden Soeharto di Bina Graha. Obahorok dan rombongannya datang dengan membawa seperangkat panah (sebuah busur lengkap dengan seikat anak panah), sebuah kampak batu dan dua senjata khas Irian Jaya, sebagai oleh-oleh untuk Kepala Negara.
Dalam ramah tamah, Presiden berpesan agar penduduk Irian Jaya tetap mempertahankan makanan pokok mereka, tetapi gizinya diusahakan untuk dapat ditingkatkan. Dianjurkannya agar rakyat disana menanam palawija dan tanaman lainnya.
Pada kesempatan itu Kepala Negara banyak bertanya kepada Obahorok mengenai keadaan rakyat pedalaman Irian Jaya. Antara lain Presiden menanyakan tentang rakyat yang masih menggunakan koteka, karena biaya pergantian pakaian masih dirasakan berat.
RABU, 21 MEI 1980
Afiliasi dengan badan-badan internasional jangan sampai mengorbankan kepentingan nasional di dalam negeri, demikian antara lain petunjuk Presiden Soeharto ketika menerima Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Harun Zain di Bina Graha pagi ini. Dikatakan Presiden bahwa jangan sampai terjadi kita mengorbankan solidaritas internasional dan afilasi dengan badan internasional.
KAMIS, 21 MEI 1981
Presiden Soeharto menegaskan bahwa Pemerintah tidak akan membantu golongan ekonomi lemah jika golongan ini hanya ingin memperoleh manfaat komisi dari proyek pembangunan yang akan dikerjakannya. Ia mengharapkan agar golongan ekonomi lemah tumbuh sebagai pelaksana proyek pembangunan itu sendiri. Demikian dikatakan Menteri PPLH Emil Salim, setelah diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Emil Salim menghadap Kepala Negara untuk berkonsultasi mengenai penyempurnaan Keputusan Presiden No. 14A tahun 1980. Keppres itu akan diubah menjadi Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1980.
JUMAT, 21 MEI 1982
Presiden Soeharto dalam sambutannya pada peringatan Irak Mikraj Nabi Muhammad SAW di Masjid Istiqlal Jakarta, malam ini mengatakan bahwa pesan-pesan moral dari kisah Israk Mikraj itu perlu senantiasa kita renungkan kembali. Lebih-lebih pada saat kita menghadapi masalah besar dalam pembangunan masyarakat kita, yang seringkali tidak hanya menuntut kemampuan akal, melainkan juga menuntut tanggungjawab moral. Seringkali kita menghadapi pilihan-pilihan yang tidak hanya hitam putih antara yang baik dan buruk saja.
Selanjutnya dikatakan sebagai bangsa yang kuat keagamaannya, kita memang harus pandai menentukan sikap dan tindakan kita dalam mengejar dan mencapai kemajuan hidup, selalu dalam suasana keseimbangan: antara segi-segi fisik lahiria dan segi-segi mental rohaniah, antara segi-segi duniawi dan segi-segi ukhrawi. Untuk itu kita harus selalu melihat secara jelas tujuan kita. Dengan kejelasan tujuan itu, kita akan dapat menentukan cara yang paling tepat untuk mencapai tujuan tadi.
SABTU, 21 MEI 1983
Di Istana Negara pagi ini Presiden Soeharto melantik tiga duta besar baru Indonesia. Mereka adalah Duta Besar Ashadi Tjahjadi untuk Jerman Barat, Duta Besar Walujo Sugito untuk Negeri Belanda, dan Duta Besar Sufri Jusuf untuk Sri Lanka. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa hanya dengan keseimbangan pada tingkat yang tinggi antara kemajuan industri yang kokoh dengan dukungan pertanian yang kuat kita akan dapat membangun dengan kekuatan sendiri untuk mewujudkan masyarakat maju yang berkeadilan sosial.
Oleh karena itu, Presiden meminta agar para duta besar dalam melaksanakan tugasnya juga harus aktif berusaha untuk mengembangkan kerjasama ekonomi dengan negara yang bersangkutan. Dalam rangka itu langkah-langkah untuk memperluas pemasaran barang ekspor kita serta langkah-langkah untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, merupakan usaha-usaha yang penting untuk meningkatkan penerimaan devisa yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan yang makin meningkat. Para duta besar itu diingatkan oleh Kepala Negara bahwa tugas ini merupakan tugas yang tidak ringan, tetapi harus dapat dihadapi dan diatasi. Demikian Presiden.
Pukul 10.30 pagi ini, Presiden Soeharto menerima kontingen Indonesia yang akan bertarung dalam SEA Games XII yang akan datang. Dalam ramah tamah yang berlangsung di halaman belakang Istana Merdeka itu, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa setelah para atlit disiapkan secara fisik dan teknis, mereka masih harus dibekali dengan satu hal yang tidak kalah pentingnya, yaitu semangat juang.
SENIN, 21 MEI 1984
Pukul 10.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan penggunaan empat pemancar RRI di Cimanggis, dan dimulainya penghijauan serta pelestarian lingkungan Studio Alam TVRI di Sidamukti. Acara ini sekaligus dilangsungkan di Cimanggis, Jawa Barat. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri Penerangan Harmoko dan Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi.
Menyambut peresmian proyek-proyek tersebut, Presiden meminta agar siaran-siaran RRI dan TVRI dapat menyebarluaskan semangat kerja dan semangat membangun bagi masyarakat. Disamping itu, RRI dan TVRI juga harus dapat menyampaikan informasi yang diperlukan masyarakat secara cepat. Dalam hal ini Presiden meminta agar siaran-siaran yang tertuju kepada masyarakt pedesaan lebih ditingkatkan lagi, justru karena sebagian besar masyarakat kita tinggal di pedesaan. Demikian Presiden.
SELASA, 21 MEI 1985
Bertempat di Bina Graha, pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Perdagangan Australia, John Dawkins. Usai bertemu Presiden, ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk berkunjung ke Australia memenuhi undangan PM Bob Hawke. Dikatakannya bahwa ia sendiri merasa senang sekali atas tanggapan Presiden tersebut, karena rakyat Australia akan merasa gembira sekiranya dapat menyambut Presiden Soeharto.
Selanjutnya dikatakannya bahwa Australia akan terus meningkatkan hubungan perdagangan dengan Indonesia. Dalam hal ini Australia akan berusaha membuka lebih lebar pasarnya bagi barang-barang dari Indonesia dan ASEAN, serta akan mengurangi hambatan-hambatan bagi masuknya barang-barang impor termasuk pengurangan tarif-tarif dan proteksi.
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Cosmas Batubara, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Dalam pertemuan itu Presiden menginstruksikan agar ditingkatkan terus pembangunan asrama-asrama mahasiswa di berbagai kota. Karena dengan adanya asrama akan mendorong mahasiswa mencapai hasil belajar yang baik, serta mereka akan terbiasa tinggal di asrama yang berbentuk rumah susun.
Disamping itu Presiden juga menganjurkan agar diatas sebagian tanah bekas pelabuhan udara Kemayoran dibangun rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat luas.
RABU, 21 MEI 1986
Presiden Soeharto pagi ini di Istana Merdeka menyerahkan giro bilyet sebesar RP 712.915.432,- kepada IKPN dan Inkoveri. Uang tersebut merupakan hasil potongan gaji dan pensiun anggotanya masing-masing yang akan digunakan sebagai modal kerja. Dari jumlah tersebut, IKPN menerima Rp 521.532.432,- yang diterima ketuanya, Sumitro Djojohadikusumo. Sementara itu PWRI, melalui Ketua Umum Sudiro, menerima Rp 113.319.000,-, sedangkan Ketua Umum Inkoveri, Sartiono, menerima Rp 78.064.000,-.
KAMIS, 21 MEI 1987
Menteri/Sekretaris Negara Negara, Sudharmono, menyampaikan keterangan kepada pers bahwa Presiden dan Ibu Soeharto pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini tidak mengadakan “open house” bagi anggota-anggota masyarakat yang ingin memberi ucapan selamat di Cendana. Dikatakannya bahwa hal ini dilakukan dalam rangka hidup sederhana sebagaimana tuntutan dalam suasana pembangunan dewasa ini. Hal ini juga diberlakukan baik kepada pejabat pemerintahan, korps diplomatik maupun masyarakat luas lainnya.
SENIN, 21 MEI 1990
Presiden Persatuan Emirat Arab, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahayan, tiba di Jakarta pagi ini dalam rangka kunjungan kenegaraan di Indonesia. Kunjungan disambut oleh Presiden Soeharto dalam suatu upacara kenegaraan di halaman Istana Merdeka. Setelah diperkenalkan kepada para pejabat tinggi Indonesia dan Korps diplomatik, Presiden Sheikh Zayed melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka.
Untuk menghormat kunjungan kenegaraan Presiden Zayed dan rombongan, malam ini Presiden dan Ibu Seharto menyelenggarakan jamuan makan malam kenegaraan di Istana Negara, dimulai pada jam 20.00, jamuan santap malam ini baru berakhir pada pukul 23.30 menjelang tengah malam. Kepada Presiden Zayed dan rombongan disuguhkan pula pertunjukan kesenian dari berbagai daerah Indonesia.
Ketika menyampaikan pidato selamat datangnya, Kepala Negara antara lain mangatakan bahwa dalam suasana ekonomi dunia yang penuh tantangan dewasa ini, Persatuan Emirat Arab dan Indonesia sebagai anggota OPEC memikul tanggungjawab bersama untuk menggalang persatuan dan solidaritas OPEC. Baik untuk kepentingan nasional masing-masing anggota OPEC maupun kepentingan ekonomi dunia, kita perlu menjaga agar minyak bumi stabil pada tingkat yang wajar. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto menyatakan kegembiraannya bahwa pertemuan OPEC baru-baru ini di Jenewa telah berhasil menyepakati suatu keputusan bersama untuk menjaga stabilitas harga minyak.
Penyusun Intarti, S.Pd