KAMIS, 14 MEI 1970
Presiden Soeharto dalam amanat tertulisnya pada Musyawarah Nasional Industri Pariwisata yang diselenggarakan oleh Indonesian Chamber of Tourism di Bandung, mengemukakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pariwisata. Hal ini mengingat bahwa kepariwisataan juga dapat menciptakan proses berantai yang akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat. Oleh sebab itu Presiden Soeharto meminta semua pihak yang bergerak dalam industri periwisata di Indonesia dapat membina kerjasama yang saling melengkapi dan tidak saling mematikan.
SENIN, 14 MEI 1973
Sejumlah mesin giling, truk dan mesin pemecah batu, kini diserahkan Presiden Soeharto kepada provinsi-provinsi NTB dan NTT. Bantuan prasarana perhubungan darat itu diserahkan secara simbolis dalam suatu upacara di Bina Graha kepada Gubernur NTB Wasito Kusumah dan Gubernur NTT EL Tari, yang didampingi oleh Pangdam Udayana Brigjen, Yogi Supardi.
SELASA, 14 MEI 1974
Sidang Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Presiden Soeharto kembali bersidang di Bina Graha pagi ini. Sidang yang berlangsung mulai pukul 10.00 pagi itu antara lain telah membahas masalah keikutsertaan Indonesia dalam International Commision of Control and Supervision (ICCS, atau Komisi Initernasional untuk Pengawasan dan Pengendalian) di Vietnam. Sidang memutuskan bahwa Indonesia akan keluar dari ICCS kecuali bila pihak-pihak yang bersengketa ingin mencapai penyelesaian diantara mereka. Sikap Pemerintah Indonesia ini dikeluarkan mengingat bahwa sejak ditandatanganinya Persetujuan Paris hingga saat ini masih saja terjadi konflik senjata disana.
Presiden Soeharto hari ini mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6/1974 tentang Program Bantuan Pembangunan SD. Program yang merupakan bantuan pembangunan SD tahap kedua ini dimaksudkan sebagai kelanjutan program pembangunan gedung-gedung SD tahap pertama seperti yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden No. 10 tahun 1973. Sekolah-sekolah yang akan dibangun dalam tahap kedua ini akan terdiri atas tiga ruangan kelas yang segera dapat dipergunakan. Selain itu sekolah-sekolah tersebut juga dilengkapi dengan kamar-kamar kecil serta alat-alat sekolah.
RABU, 14 MEI 1980
Presiden Soeharto pada prinsipnya dapat mnyetujui usul HNSI agar kapal pukat harimau tipe Bagan Siapi-api dilarang melakukan kegiatan menangkap ikan. Presiden Soeharto juga meminta agar Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan bekerjasama dengan HNSI untuk mempersiapkan pemindahan pemilikan kapal trawl ini, karena usaha ini memerlukan anggaran yang banyak.
Dalam pertemuan itu telah pula dibicarakan rencana pemberian bantuan langsung Presiden kepada Koperasi Nelayan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dan belum terjangkau. Bantuan itu terutama diberikan dalam bentuk kapal motor untuk menangkap ikan, peralatan penangkapan ikan, serta pembuatan pelabuhan penangkapan ikan. Presiden Soeharto juga mnyetujui prinsip-prinsip untuk penyusunan undang-undang bagi hasil perikanan.
Sementara itu, Menteri PPLH Emil Salim pagi ini melaporkan kepada Presdiden Soeharto mengenai hasil peninjauannya di kabupaten-kabupaten Serang, Pandeglang dan Rangkasbitung, yang semuanya terletak di Jawa Barat. Peninjauan itu dilakukannya dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden No. 14A Tahun 1980.
Dalam kesempatan ini, Presiden telah menginstruksikan Menteri PPLH untuk membicarakan dengan Direktorat Jenderal Agraria (Departemen Dalam Negeri) mengenai penyusunan pola tata guna tanah di pantai. Dengan adanya pola tata guna tanah seperti itu, maka pejabat setempat mempunyai pedoman jika sewaktu-waktu ada permintaan penggunaan tanah di wilayah pantainya.
KAMIS, 14 MEI 1981
Pukul 11.00 pagi ini, selama 20 menit, Presiden Soeharto melakukan pembicaraan telepon dengan Perdana Menteri Jepang, Zenko Suzuk. Dalam pembicaraan antara kedua kepala pemerintah yang berada di ruang kerja masing-masing itu, Presiden meminta penjelasan dari PM Suzuki mengenai pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan untuk terus menjalin kerjasama bilateral dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.
SABTU, 14 MEI 1983
Pukul 09.00 pagi ini, di Bina Graha, Kepala Negara melakukan pembicaraan telepon dengan PM Yasuhiro Nakasone yang berada di kantornya di Tokyo. Dalam pembicaraan yang berlangsung selama 15 menit itu, Presiden Soeharto menyampaikan harapan negara-negara anggota ASEAN agar Jepang dapat memainkan peranan sebagai penghubung antara negara-negara berkembang dengan negara-negara industri dalam konferensi Williamsburg, Amerika Serikat, nanti. Juga diharapkan agar persahabatan dan kerjasama Jepang dengan negara-negara ASEAN dapat tetap terpelihara.
Ikut mendengarkan pembicaraan antara kedua kepala pemerintahan itu adalah Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dan Duta Besar Jepang, Yamasaki.
Setelah pembicaraan jarak jauh dengan PM Nakasone, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Ketua Komite Palestina di PBB, Massamba Sarre. Dalam kunjungannya ini Ketua Komite Palestina di PBB itu didampingi oleh Zehdi Labib Terzi dari PLO.
RABU, 14 MEI 1986
Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Cendana, Presiden Soeharto menerima Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto. Prof. Subroto menghadap Kepala Negara guna melaporkan selesainya sejumlah proyek di lingkungan pertambangan dan energi.
Proyek-royek tersebut adalah, pertama, PLTA Saguling, yang terdiri dari empat unit yang menghasilkan listrik 700 Mw. Proyek kedua adalah bahan baku formalin khusus untuk ekspor dengan kapasitas produksi 100 ton/hari. Ketiga, proyek aromatik di Plaju yang menghasilkan bahan baku PTA (pure telepatic acid) untuk pembuatan polyester. keempat, lapangan minyak Kakap di lepas pantai Laut Cina Selatan yang akan menghasilkan 10-15.000 barrel per hari.
Selain itu juga dilaporkan tentang perkembangan harga minyak di pasaran internasional yang cenderung meningkat. Dilapornya bahwa terjadi kenaikan harga minyak Western Texas Intermediate yang sekarang sudah mencapai US$15,50 sampai US$15,60 per barrel.
KAMIS, 14 MEI 1987
Ketua Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh, Ali Hasymi, bersama seorang tokoh lainnya, Hasan Saleh, diterima Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini. Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan bahwa kaum ulama Aceh mengharapkan Presiden Soeharto tetap menutup kemungkinan bagi munculnya kembali komunisme di Indonesia. Hal ini mereka sampaikan kepada Kepala Negara karena ada kekhawatiran di kalangan ulama Aceh akan kemungkinan munculnya kembali PKI dalam bentuk lain.
Menanggapi harapan tersebut, Presiden Soeharto mengatakan bahwa untuk mencegah bangkitnya kembali PKI di Indonesia perlu adanya hubungan yang baik antara umara atau pemerintah dan ulama, Dikatakannya bahwa hubungan tersebut perlu terus menerus dibina.
Malam ini Presiden Soeharto menghadiri peringatan Nuzulul Qur’an yang berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta. dalam sambutannya, Presiden antara lain mengatakan al-Qur’an mengajarkan kepada kita agar mereka yang berpunya selalu memperhatikan dan membantu mereka yang tidak berpunya, sehingga mereka mampu keluar dari penderitaan. Al-Qur’an menetapkan kewajiban membayar zakat bagi mereka yang berpunya. Karena itulah seorang muslim yang telah terkena kewajiban zakat akan membayar hak orang miskin yang ada dalam harta kekayaannya.
Menurut Kepala Negara, makna dari kewajiban membayar zakat ini adalah tugas keagamaan kita untuk kesetiakawanan dan memerangi kemiskinan. Dikatakannya lebih jauh bahwa kesetiakawanan sosial dan kesahajaan merupakan kekuatan bagi bangsa kita untuk menanggulangi tahun-tahun yang penuh ujian dan tantangan berat dalam bidang ekonomi dewasa ini.
SENIN, 14 MEI 1990
Rapat Kerja Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara dibuka oleh Presiden Soeharto pada jam 09.00 pagi ini di Istana Negara. Dalam sambutannya Kepala Negara mengatakan bahwa aparatur negara harus mempunyai kemampuan yang sepadan besarnya untuk menghadapi tantangan-tantangan zaman. Dengan demikian harus juga mengalami berbagai perubahan dan transformasi. Dalam menghadapi berbagai pilihan perubahan dan transformasi itu, sedikitnya dua hal harus menjadi pendirian aparatur negara.
Pertama, bahwa dalam menghadapi perubahan-perubahan dunia yang juga mempunyai dampak dalam berbagai bidang kehidupan kehidupan bangsa kita, aparatur negara harus tetap teguh berpegang pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai tatanan nilai-nilai dasar dan tatanan aturan dasar. Kedua, aparatur negara harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan pemikiran yang berkembang terus menerus. Daya penyesuaian itu amat penting kita tumbuhkan dalam menyongsong berbagai tantangan dan perubahan zaman itu. Aparatur negara yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman akan menjadi penghambat pembangunan, malahan akan menjadi beban bangsa.
Pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap di istana Merdeka. Setelah menghadap Kepala Negara, ia mengungkapkan bahwa Kepala Negara memerintahkan agar para pengusaha pemegang HPH yang masih melanggar ketentuan, seperti menebang kayu di hutan lindung, agar diseret ke pengadilan. Kepala Negara menginginkan agar orang yang sudah di bina dan diberi tahu, tetapi masih terus melakukan kesalahan, sudah wajar kalau diganjar hukum. Misalnya mereka dikenakan PP No. 28 Tahun 1985 yang menetapkan bahwa seseorang dapat dihukum selama-lamanya 10 tahun dan denda Rp100 juta.
Dijelaskan oleh Menteri Kehutanan bahwa para pengusaha yang akan diadili itu ialah para pemenang HPH yang pada tahun 1990 masih terus melakukan pelanggaran, padahal sejak tahun 1988 Departemen Kehutanan telah melakukan pembinaan mengenai hak dan kewajiban pemegang HPH. Setelah masa pembinaan selesai, maka mereka yang masih melakukan pelanggaran dikenakan denda yang berkisar antara Rp100 juta sampai Rp1,6 miliar. Selama ini sudah ada 30 pemenang HPH yang dikenai denda, dengan hasil denda mencapai Rp18 miliar.
KAMIS, 14 MEI 1992
Pagi ini Presiden Soeharto membuka Konferensi Tingkat Menteri Biro Koordinasi Gerakan Non-Blok di Nusa Dua, Bali. Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa kita harus senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar dana tujuan-tujuan pokok Gerakan Non-Blok yang sama sekali tidak kehilangan relevansinya. Namun, bersamaan dengan itu, kita juga perlu membuka diri, mengadakan pendekatan melalui dialog-dialog intensif serta interaktif yang lebih luas dengan negara-negara lainnya yang sepaham dan sependirian dengan kita dalam menghadapi proses perubahan yang sedang melanda dunia.
Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa kini semakin mendesak kebutuhan untuk menggalang suatu konsesus dan komitmen baru secara global guna memperkuat kerjasama ekonomi internasional dan mempercepat laju pembangunan negara-negara berkembang. Dalam suasana makin meningkatnya saling ketergantungan antar bangsa dan saling keterkaitan antar permasalahan, maka penggalang konsesus baru itu hanya akan dapat dicapai melalui konsultasi dan perundingan.
Di Nusa Dua, Bali, hari ini Presiden Soeharto menerima anggota Dewan Kepresidenan Yugoslavia, Borizav Jovic. Dalam pembicaraan itu Kepala Negara mengatakan bahwa Indonesia merasa prihatin akan perkembangan di Yugoslavia. Namun Presiden menegaskan bahwa sikap Indonesia terhadap negara itu tidak berubah. Dikatakannya bahwa apa yang terjadi disana merupakan urusan dalam negeri mereka sendiri.
Penyusun Intarti, S.Pd