KAMIS, 12 MEI 1966
KAMI Pusat mengeluarkan pandangannya terhadap Pernyataan ABRI dan amanat penggiring Letjen. Soeharto pada tanggal 5 Mei 1966 yang lalu. KAMI menilai baik Pernyataan ABRI sebagai langkah pertama dalam rangka pelaksanaan Surat Perintah 11 Maret 1966. Menurut KAMI pernyataan ABRI tersebut harus dijaga sebagai keputusan pelaksanaan daripada Supersemar. Oleh karena itu pula KAMI Pusat menuntut agar DPR-GR segera membuat keputusan yang sesuai dengan pandangan KAMI.
SENIN, 12 MEI 1969
Siang ini Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka telah menerima Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam pertemuan tersebut telah dibicarakan masalah zakat dan penggunaannya, disamping masalah ibadah haji. Kepada Presiden Soeharto, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa organisasi mereka menyetujui apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang masalah haji. Sebagaimana diketahui waktu yang lalu pemerintah telah memutuskan bahwa penyelenggaraannya hanya ditangani oleh pemerintah saja.
SELASA, 12 MEI 1970
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi di Bina Graha pagi ini, Presiden Soeharto antara lain menginstruksikan kepada para menteri untuk meningkatkan pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan yang selama ini dirasakan kurang, sebab tidak tersedianya biaya pengawasan. Para menteri juga diminta untuk meningkatkan pemanfaatan atas modal asing.
RABU, 12 MEI 1971
Tepat pukul 07.30 pagi hari ini, Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan meninggalkan Jakarta menuju Tanjung Pinang untuk meinjau proyek-proyek pembangunan yang ada di Riau Kepulauan.
Setiba di Tanjung Pinang Presiden Soeharto meresmikan proyek air minum Sungai Pulai. Sesuai peresmian proyek ini, Presiden Soeharto beserta rombongan langsung berangkat ke Pulau Batam dengan menaiki kapal laut berukuran kecil. Disini Presiden meninjau proyek bonded area dan basis logistik dan basis operasional bagi kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi PN Pertamina. Presiden beserta rombongan kemudian kembali ke Tanjung Pinang untuk bermalam.
Di Tanjung Pinang malam ini Presiden Soeharto mengadakan tatap muka dengan para alim ulama. Kepada para ulama ini Presiden mengungkapkan bahwa cita-citanya bukan saja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat bagi kebahagiaannya di dunia, tetapi juga bagi kehidupan akhirat. Kepala Negara mengakui keterbatasan pemerintah dalam hal ini dan mengharapkan peranan yang lebih besar lagi dari para alim ulama dalam pembinaan spritual bangsa Indonesia. Dalam hubungan ini Presiden menyatakan keyanikannya bahwa kewajiban agama itu akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, apabila kesejahteraan material rakyat tercapai. Demikian Presiden Soeharto mengakhiri pertemuan seraya menyerahkan sumbangan sebesar Rp50 juta kepada para ulama untuk pembinaan kegiatan dakwah Islam.
JUM’AT 12, MEI 1972
Pagi ini Presiden Soeharto berunding lagi dengan PM Eisaku Sato bertempat dikediaman resmi Perdana Menteri. Pertemuan tersebut berlangsung lebih-kurang dua jam, yang berarti satu jam lebih lama dari waktu yang telah direncanakan.
SABTU, 12 MEI 1973
Dalam pertemuan dengan unsur-unsur pemerintah daerah Jawa Timur di Nganjuk hari ini, Presiden Soeharto memberi jaminan bahwa kebijaksanaan pemerintah untuk membentuk stok beras nasional tidak akan merugikan baik petani, pedagang, maupun tangkulak.
KAMIS, 12 MEI 1977
Presiden Soeharto menilai negara-negara industri yang baru-baru ini mengadakan KTT di London, “tampak mulai bergerak ke arah yang diharapkan oleh negara-negara yang sedang berkembang”. Hal ini diungkapkan Menteri Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro di Cendana setelah bersama Menteri Perdagangan Radius Prawiro meloprkan hasil-hasil KTT Tujuh Negara Industri yang berlangsung di London kepada Presiden Soeharto. Menurut Widjojo hasil-hasil KTT di Londong itu penting untuk dipelajari lebih mendalam dalam rangka persiapan Konferensi Kerjasama Ekonomi Internasional (CIEC)di Paris nanti antara negara-negara industri dan negara-negara sedang berkembang atau kelompok 19.
Presiden Soeharto berpendapat bahwa untuk memimpin suatu bangsa tidak cukup hanya dengan program-program saja, akan tetapi diperlukan adanya wawasan yang menggambarkan cakrawala tentang persoalan bangsa yang fundamental dan mendasar. Pendapat ini diungkapkan Letjen. MMR Kartakusumah, Sekretaris Jenderal Wanhankamnas, setelah melaporkan hasil-hasil penggarapan konsepsi dan wawasan bangsa dan negara kepada Presiden di Cendana pagi ini, sesuai dengan tugas yang diberikan Presiden. Kartakusumah menambahkan bahwa Presiden Soeharto tidak saja menghendaki adanya evolusi kerohanian akan tetapi juga evolusi struktur yang menggambarkan aturan-aturan permainan diantara struktur legislatif, eksekutif dan yudikatif.
SABTU, 12 MEI 1979
Presiden Soeharto dan PM Fraser melanjutkan pembicaraan tidak resmi mereka sepanjang pagi dan siang ini. Dalam konferensi persnya siang ini, PM Fraser mengatakan bahwa pembicaraan yang dilakukannya dengan Presiden Soeharto selama dua hari ini sangat bermanfaat. Ia mengungkapkan pula keyakinannya bahwa penentuan batas landas laut antara Australia dan Indonesia akan dapat diselesaikan dengan memuaskan bagi kedua belah pihak. Begitu juga dengan masalah Timor Timur.
SELASA, 12 MEI 1981
Presiden dan Ibu Soeharto mengirimkan kawat belasungkawa kepada Ny. Sheares sehubungan dengan meninggalnya Presiden Singapura, Benjamin Sheares. Kawat serupa juga dikirimkan Presiden Soeharto kepada PM Lee Kuan Yew dan Pejabat Presiden Wee Cong Jin.
RABU, 12 MEI 1982
Presiden Soeharto mengharapkan agar, sejak SMP, pelajaran Sejarah Nasional lebih banyak ditekankan pada pergerakan dan perjuangan kemerdekaan dengan kemampuan dan kekuatan serta kelemahan serta ancamannya. Penekanan pada pergerakan dan perjuangan kemerdekaan itu perlu dilakukan, disamping PMP yang diberikan sejak SD, dalam rangka pelaksanaan pendidikan politik bagi generasi muda.
Harapan ini disampaikan Kepala Negara ketika pagi ini di Bina Graha ia menerima Menko Polkam M Panggabean, Menteri Muda Urusan Pemuda Abdul Gafur dan Sekretaris Kabinet Moerdiono. Mereka menemui Presiden untuk menyampaikan naskah mengenai pendidikan politik bagi generasi muda yang merupakan bagian dari pelaksanaan dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda.
SABTU, 12 MEI 1990
Pukul 10.30 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Panitia Pameran Kerajinan Indonesia dalam Interior III yang dipimpin oleh Ny Siti Hardiyanti Indra Rukmana. Mereka menghadap Kepala Negara untuk melapor tentang rencana panitia untuk menyelenggarakan Pameran Kerajinan Indonesia dalam Interior III yang akan berlangsung mulai tanggal 22 Mei yang akan datang.
Kepada panitia pameran tersebut, Presiden Soeharto menekankan kembali mengenai pentingnya pembinaan terhadap pengrajin kecil. Dengan adanya pembinaan, maka diharapkan mereka dapat mandiridalam meningkatkan kualitas dan memasarkan hasil produksi. Para pengrajin hendaknya dibantu dan dibimbing, termasuk penyediaan bahan baku, teknologi juga pemasarannya. Bantuan kepada pengrajin menurut Kepala Negara dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat.
Penyusun Intarti,S.Pd