Selasa, 4 April 1989
Presiden dan ibu Soeharto pagi ini meninggalkan jakarta menuju Kalimantan Timur dalam rangka kunjungan kerja sehari. Setiba di Bontang, Kepala Negara meresmikan lima buah pabrik agrokimia yang menghasikan bahan-bahan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan pertanian yang tangguh. Kelima pabrik itu adalah Pabrik Pupuk Urea III PT Pupuk Kalimantan Timur dan empat pabrik agrokimia lainnya yang terletak di Jawa Barat.
Dalam kata sambutannya. Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa produksi pupuk dan obat-obatan anti hama dewasa ini telah mampu memenuhi seluruh kebutuhan Nasional. Namun ini tidak berarti bahwa kita boleh mengginakannya secara berlebihan. Diingatkan oleh Presiden bahwa penggunan pupuk dan obat-obat anti hama secara berlebihan akan merusak sumber daya alam serta menggangu keseimbangan lingkungan. Jika hal ini sampai terjadi, maka produksi pertanian akan terancam. Oleh karena itu Kepala Negara meminta aparat pertanian di daerah melakukan pengawasan terhadap penggunaan pupuk dan obat-obatan anti hama di lapangan agar tidak berlebihan.
Sesuai acara peresmian itu, Presiden Soeharto melepas pengapalan perdana produksi urea curah hasil produksi Pabrik Pupuk Kalimantan III di pelabuhan Bontang. Selain Ibu Tien Soeharto, hadir pula dalam acara pelepasan itu, antara lain, Gubernur Kalimantan Timur,HM Ardans SH dan Direktur Utama PT Pupuk Kaltim.
Rabu, 4 April 1990
Hari ini dari jam 10.08 hingga jam 11.45, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Dalam sidang kali ini Kepala Negara memutuskan untuk membebaskan para petani dari kewajiban membayar kredit apabila sawah mereka mengalami puso lebih dari 85% sebagai akibat serangan hama sundep. Dalam kasus yang demikian, pembayaran kembali kredit itu diambil alih oleh pemerintah, sedangkan petani yang bersangkutan dapat mengambil kredit untuk masa tanam berikut. Sementara itu para petani yabg sawah mereka rusak sekitar 50-85% oleh pemerintah akan diberikan kesempatan untuk menjadwalkan kembali pembayaran kredit tersebut. Para petani yang sawahnya rusak 30-50% diberi kesempatan menjadwalkan pembayaran kreditnya selama dua kali musim tanam. Petani yang sawahnya hanya rusak ringan, diharuskan membayar kreditnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Sementara itu, didalam sidang hari ini dilaporkan bahwa angka inflasi pada bulan Maret mencapai 0,39%. Dengan demikian, jika dihitung berdasarkan tahun anggaran, yaitu Maret 1989-Maret 1990, maka laju inflasi tercatat sebesar 5,48%, sedangkan dari sudut tahun takwim, dari Januari-Maret 1990, tingkat inflasi adalah 1,51%.
Nilai ekspor selama bulan Januari 1990 dilaporkan mencapai US$848 juta dan non-migas sebesar US$1,072 miliar. Jika dibandingkan dengan impor yang sebesar US$1,304 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari mencatat surplus sebesar US$615 juta. Secara keseluruhan, jika dilihat selama 10 bulan dari tahun1989/1990, maka nilai ekspor Indonesia mencapai US$19,015 miliar.
Publikasi Lita,SH