Rabu, 3 April 1985
Dari jam 10.00 sampai 11.30 waktu setempat, Presiden Soeharto dan PM Lee Kuan Yew melanjutkan pembicaraan mereka di Gubernuran Sulawesi Selatan. Ini merupakan pembicaraan tahap akhir diantara mereka. Pagi ini kedua kepala Pemerintahan itu membahas lebih lanjut masalah-masalah bilateral antara kedua negara, disamping menjelaskan masalah-masalah internasional. Dalam kesempatan ini, Presiden menjelaskan kepada tamunya situasi umum di Indonesia dewasa ini, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Masalah regional yang dibicarakan pagi ini adalah konflik yang belum berakhir di Kamboja. Dalam hal ini, kedua kepala pemerintahan sama-sama berpendapat bahwa Vietnam tidak mau begitu saja melaksanakan resolusi PBB dan seruan ASEAN bagi penyelesaian masalah Kamboja.
Di desa Mangili, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, lebih kurang 60 kilometer di Utara Ujung Pandang, Presiden Soeharto meresmikan Unit III Pabrik Semen Tonasa. Pabrik yang dibangun dengan biaya sebesar Rp98,8 milyar ini menghasilkan 510.000 ton semen per tahun. Selain Ibu Soeharto, acara peresmian ini juga dihadiri oleh Perdana Menteri dan Nyonya Lee Kuan Yew untuk bersama-sama menandatangani kantong semen produksi perdana Pabrik Tonasa III.
Dalam pidato peresmiannya, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan adanya kelebihan produksi semen, sekarang ini kita akan memasuki tahap ekspor semen secara lebih teratur dan mantap. Demikian pula, kita harus memasuki tahap ekspor non-migas lainnya dengan keteraturan dan kemantapan yang sebaik-baiknya.
Dalam hubungan itu selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa kita menyadari bahwa kita menyadari bahwa pasaran internasional penuh dengan persaingan yang ketat. Karena itulah ia akhir-akhir ini sering menyerukan agar kita semua dan di segala bidang meningkatkan mutu dan efisiensi yang setinggi-tingginya, sehingga kita tidak terjerat dalam ekonomi biaya tinggi. Lebih jauh dikatakan oleh Presiden bahwa pemerintah terus menerus berusaha meningkatkan efesiensi nasional itu, antara lain dengan menyederhanakan prosedur-prosedur dan meniadakan hambatan-hambatan yang masih ada.
Pada akhir pidatonya, Kepala Negara mengajak seluruh dunia usaha—baik dalam lingkungan perusahan-perusahaan negara maupun swasta---untuk bersama-sama meningkatkan efisiensi dalam arti yang seluas-luasnya dalam bidang masing-masing
Setelah acara peresmian pabrik semen tersebut, Presiden dan Ibu Soeharto kembali ke Jakarta melalui Ujung Pandang. Sementara itu PM Lee Kuan Yew dan rombongannya baru akan meninggalkan Ujung Pandang besok pagi.
Kamis, 3 April 1986
Pukul 09.00 pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto secara resmi melepas keberangkatan Raja Hussein I dan Ratu Noor al-Hussein dalam suatu upcara kebesaran militer di Istana Merdeka. Usai upcara resmi, Presiden dan Ibu Soeharto mengantarkan kedua tamu agung itu ke bandar udara Soekarno-Hatta, Jakarta Internasional Airport. Kedua tamu dari Yordania itu selanjutnya meneruskan ke Yogyakarta dan Bali.
Sekembali dari Jakarta Internasional Airport, Presiden Soeharto siang ini memimpin sidang kabinet terbatas Ekuin di Bina Graha. Diantara keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam sidang kabinet hari ini adalah keputusan untuk menaikkan harga pupuk dan pestisida. Kebijaksanaan ini dibuat dalam rangka efisiensi dan diberlakukan mulai hari ini juga.
Didalam sidang ini juga telah dibahas masalah tata niaga komoditi pala dan bunga pala yang mempunyai potensi cukup besar didalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor non-migas. Oleh sebab itu sidang kabinet hari ini merasa perlu untuk membentuk wadah eksportir pala, yaitu Asosiasi Pala Indonesia (Aspin). Selain itu, masih dalam rangka yang sama, dibentuk pula Badan Koordinasi Pemasaran Bersama (BKPB) yang bertugas mengadakan kerjasama dalam pemasaran pala.