Kamis 16 April 1970
Pukul 08.30 pagi, Presiden Soeharto menerima penyerahan gedung Bina Graha, yang baru saja selesai pembangunannya dari Direktur Pertamina, Ibnu Sutowo. Bangunan yang diserahkan ini adalah proyek pembangunan kompleks kantor Kepresidenan. Gedung yang terletak di samping Istana ini dilengkapi dengan berbagai peralatan mutakhir, seperti close circuit television system. Pada tahap kedua akan dibangun pula gedung tambahan yang akan berfungsi sebagai bahagian administrasi atau sekeretariat kantor kepresidenan.
Pada upacara penerimaan gedung ini Presiden menjawab berbagai pertanyaan dalam masyarakat tentang mengapa gedung tersebut dibangun oleh Pertamina. Jenderal Soeharto menjelaskan bahwa pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembangunan gedung tersebut sehingga pembangunannya, tidak bisa diserahkan kepada Departemen Pekerjaan Umum tanpa anggaran, maka akan mengganggu anggaran departemen tersebut. Presiden menambahkan bahwa biaya pembangunan gedung ini adalah Rp.600 juta yang semuanya ditanggung oleh Pertamina. Presiden Soeharto sendiri akan mempertanggungjawabkan kebijaksanaan ini kepada rakyat melalui sidang MPRS nanti. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto dalam acara serah terima gedung Bina Graha.
Setelah acara serah terima, Presiden mengadakan peninjauan berkeliling gedung Bina Graha dan mencoba peralatan telekomunikasi serta berbicara langsung dengan beberapa orang Gubernur, pada kesempatan itu Presiden Soeharto bertanya kepada para Gubernur di Sulawesi Selatan, Lampung ( yang diwakili oleh Sekretaris Daerah), Jawa Barat, dan Jawa Timur tentang keadaan di daerah masing-masing.
Selesai peresmian, untuk pertama kalinya pagi itu Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet lengkap di Bina Graha. Dalam sidang kabinet ini Presiden antara lain menginstruksikan kepada para menteri dan pejabat-pejabat lainnya untuk mengadakan penertiban itu menyangkut kelemahan-kelemahan yang masih ada dalam enam hal, yaitu organisasi, kontrol, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi.
Jum,at 16 April 1971
Setibanya di Makassar dari Ambon hari ini, Presiden Soeharto meresmikan Pusat Listrik Tenaga Uap. Pada kesempatan ini Presiden Soeharto mengungkapkan bahwa pemerintah sekarang sedang menyelesaikan pembangunan pusat-pusat tenaga listrik yang besar seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Malam ini, Presiden Soeharto bertatap muka dengan tokoh-tokoh agama se-Sulawesi Selatan. Pada pertemuan ini Presiden Soeharto memberikan sumbangan uang sebanyak Rp50juta masing-masing kepada tokoh agama Islam, Katholik, dan Protestan. Ketika menyerahkan sumbangan ini Presiden mengatakan bahwa kita jangan hanya memberikan pendidikan bidang spiritual saja kepada anak-anak kita, tetapi juga pendidikan yang menyangkut bidang pembangunan.
Senin,16 April 1973
Presiden Soeharto, selaku Bapak Pramuka Tertinggi, bertempat di Cibubur, Jakarta Timur, pagi ini membuka Jambore Nasional 1973. Upacara pembukaan jambore ini ditandai oleh sebuah acara menarik, yaitu “Dialog Transmigrasi“, yang dibawakan oleh dua orang Pramuka Pembina secara bersahut-sahutan, dan dilanjutkan dengan nyanyian“Padi Ditumbuk Menjadi Beras”.
Malam ini Presiden Soeharto menghadiri acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di Istana Merdeka. Dalam sambutannya Pak Harto mengatakan bahwa rasa keadilan memanggil kita untuk menghapuskan penindasan yang kuat terhadap yang lemah Rasa Keadilan dan Persaudaraan yang menjadi tiang utama ajaran agama mewajibkan kita membangun masyarakat yang dapat mencegah timbulnya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Menurut Presiden, Para nabi sebelumnya telah merintis pembangunan masyarakat yang meliputi pembangunan material dan spiritual dengan agama-agama yang diturunkan Tuhan. “Karena itu”, demikian ditegaskan oleh Presiden “Membangun masyakat jelas merupakan tugas agama”.
Rabu,16 April 1975
Bertempat di Istana Merdeka pagi ini, Presiden Soeharto telah membuka rapat kerja unsur-unsur Departemen Keuangan dan Perbankan. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa tugas dan kewajiban aparat keuangan tidak terbatas pada kegiatan yang menggerakan sumber-sumber keuangan bagi biaya negara dan pembanggunan saja, melainkan juga memberikan arah dan mengawasi sumber-sumber biaya itu, sehingga dapat di gunakan secara baik dan tepat. Selanjutnya ia mengingatkan bahwa setiap pejabat dan pegawai negeri supaya benar-benar memahami Ciri-ciri Repelita II, sebab rencana pembangunan lima tahun ini akan menghadapi berbagai tantangan.
Dalam amanat peresmiannya Kepala Negara mengatakan bahwa Taman Mini adalah milik seluruh bangsa Indonesia dan di bangun atas hasil gotong royong seluruh masyarakat. Ia juga mengingatkan bahwa pembangunan nasional, sesuai dengan pola dasar pembangunan yang telah ditetapkan didalam GBHN.
Publikasi Lita,SH