Minggu, 24 April 1966
Waperdam
Hankam/Kepala Staf Kogam, Letjen. Soeharto, di ruang kerjanya menerima
kunjungan kehormatan delegasi Uni-Antar Parlemen yang pertama kali berkunjung ke Indonesia
atas undangan IPU Indonesia. Kepada delegasi ini, Jenderal Soeharto menjelaskan
bahwa tidak benar ada kudeta di Indonesia. Jenderal Soeharto mengatakan pula
bahwa ABRI mempunyai peranan legal sebagai golongan progresif-revolusioner.
Senin, 24 April 1967
Kuasa
Usaha ad interim RRC di Jakarta, Yao
Teng-Shan, dipersona-non-gratakan
oleh pemerintah dan harus meninggalkan Indonesia dalam waktu 5 kali 24 jam.
Pejabat Kedutaan RRC ini diusir karena mendalangi kerusuhan yang dilakukan oleh
warga Cina di beberapa kota Indonesia dalam bulan ini. Sementara itu, RRC
menanggapi hal ini dengan mempersona-non-gratakan
Kuasa Usaha Indonesia di Peking, Baron Sutadisastra, dan wakilnya, Sumarno.
Mereka diberi kesempatan untuk meninggalkan daratan Cina dalam waktu lima hari.
Selasa, 24 April 1973
Pagi
ini Presiden Soeharto memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional yang
berlangsung di Bina Graha. Sidang memutuskan untuk menaikkan semua tarif
penumpang angkutan udara sebesar 10% dan mulai berlaku besok. Menurut Menteri
Perhubungan Emil Salim, penyesuaian tarif angkutan udara ini diperlukan untuk
menjaga kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan angkutan udara, keselamatan
penerbangan dan pemeliharaannya. Langkah kebijaksanaan ini juga diambil karena
pengaruh perkembangan ekonomi dan moneter internasional, selain akibat kenaikan
biaya eksploitasi dan perlunya dana investasi armada penerbangan.
Kamis, 24 April 1975
Ulang
tahun ke-20 Konferensi Asia-Afrika diperingati malam ini di Sasono Langen
Budoyo, TMII, dan dihadiri oleh Presiden dan Ibu Soeharto. Dalam kata sambutan
pada acara yang berlangsung mulai pukul 19.00 itu. Kepala Negara mengatakan
bahwa semangat dan cita-cita Bandung tidak mungkin padam, bahkan ia akan tetap
menyala menerangi jalan sejarah umat manusia untuk membangun hari esok yang
lebih baik buat semua orang. Diingatkannya bahwa jika sekarang ini dan 20 tahun
setelah konferensi Asia-Afrika itu diselenggarakan kita masih menyaksikan
kekejaman peperangan, ketegangan-ketegangan dunia yang merisaukan, kelaparan,
salah pengertian dan curiga mencurigai antara bangsa, itu sama sekali tidak
merupakan tanda-tanda dari ketidakbenaran semangat Bandung kurang dihayati dan
tidak dijalankan dengan ketulusan dan tanggungjawab oleh semua pihak.
Dikemukakannya bahwa berdasarkan
semangat Bandung, seharusnya negara-negara Asia-Afrika tidak bersikap
konfrontatif terhadap dunia lain. Satu-satunya jawaban adalah menjalin hubungan
kerjasama antar bangsa sebagai partner yang
sederajat. Diingatkannya juga bahwa kunci penting dari perjuangan politik di
masa lampau adalah solidaritas Asia-Afrika. Oleh karena itu diserukannya agar
solidaritas itu digalang untuk mendorong cepatnya terbentuk tata ekonomi dunia
baru yang lebih adil dan memuaskan bagi semua bangsa. Demikian antara lain
dikatakan oleh Presiden Soeharto.
Senin, 24 April 1978
Ulang
tahun ke-200 Museum Pusat diperingati hari ini di Jakarta. Peringatan yang
dihadiri oleh Presiden dan Ibu Soeharto serta Wakil Presiden dan Ibu Adam
Malik, disamping 500 undangan lainnya, ditandai dengan penyerahaan kembali
sejumlah benda sejarah milik bangsa Indonesia oleh Pemerintah Belanda.
Benda-benda sejarah tersebut antara lain berupa arca Dewi Prajnyaparamita,
lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh, beberapa benda
milik Pangeran Diponegoro, serta benda-benda upacara dan perhiasan dari Lombok.
Dalam sambutannya, Presiden Soeharto
antara lain mengatakan bahwa peranan museum dan peninggalan-peninggalan
bersejarah lainnya sangat penting dalam usaha kita untuk terus mendalami
sejarah dan kebudayaan kita. Dalam rangka itulah Pemerintah dalam tahun
terakhir ini telah mulai mengusahakan perbaikan museum dan pemugaran
tempat-tempat bersejarah, yang kesemuanya dapat dilakukan berkat kemajuan-kemajuan
ekonomi dan pembangunan selama ini. Hal ini membuktikan apa yang telah sering
dikemukakannya bahwa pembangunan ekonomi menjadi kekuatan penggerak pembangunan
di bidang-bidang lainnya.
Pada kesempatan ini pula, Kepala
Negara menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada Pemerintah Belanda
yang telah mengembalikan sejumlah benda bersejarah. Ia mengharapkan, agar
dimasa depan lebih banyak lagi penyerahan semacam itu.
Kamis, 24 April 1980
Presiden
Soeharto hari ini menghadiri acara peringatan seperempat abad Konferensi
Asia-Afrika. Dalam acara yang berlangsung di Gedung Merdeka itu, Presiden
mengatakan bahwa yang berbicara di Bandung seperempat abad yang lalu itu bukan
hanya negarawan-negarawan terkemuka dari Asia dan Afrika saja, melainkan juga
ratusan juta umat manusia yang disengsarakan oleh tata dunia lama yang tidak
adil. Mereka menyuarakan, menyatukan diri dan bertekad bulat untuk membangun
dunia baru yang lebih berperikemanusiaan dan dapat memberikan kesejahteraan
bersama. Menurut Kepala Negara, mereka bukan hanya merancang masa depan
Asia-Afrika sendiri, melainkan telah menunjukkan jalan bagi masa depan seluruh
umat manusia di dunia. Demikian antara lain dikatakan Presiden mengenai peranan
Konferensi Asia-Afrika.
Sabtu, 24 April 1982
Presiden
dan Ibu Soeharto hari ini melakukan kunjungan kerja selama satu hari di
Sumatera Barat dan Jambi untuk meresmikan proyek-proyek pembangunan di kedua
provinsi itu. Setiba di Sitiung, Sumatera Barat, pagi ini Presiden Soeharto
meresmikan pompa dan irigasi Sungai Dareh. Dengan selesainya proyek pompa dan sebagian
jaringan irigasi ini, lebih dari 3.000 hektar tanah akan dapat dialiri. Apabila
proyek ini selesai seluruhnya nanti, maka areal sawah yang akan mampu
dialirinya adalah 12.000 hektar.
Dalam amanatnya kepada masyrakat
Sitiung, Kepala Negara mengatakan bahwa kita bertekad untuk berswasembada
pangan secara nasional agar kita tidak perlu lagi mengimpor pangan yang
membutuhkan devisa yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam pada itu, usaha untuk
meningkatkan pendapatan kaum tani memang harus terus kita lakukan, sebab kamu
tani merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Dikatakan oleh Presiden
bahwa dengan meningkatnya pendapatan kaum tani, maka akan meningkat pula daya
beli bagian terbesar rakyat Indonesia. Peningkatan ini akan mendorong pula
meningkatnya produksi dan jasa di berbagai bidang, sehingga akan memajukan
pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Oleh karena itu, Presiden
menegaskan, usaha untuk meningkatkan produksi pangan benar-benar perlu kita
lakukan dengan bersungguh-sungguh dan dengan penuh semangat.
Setelah acara peresmian, Presiden
Soeharto berdialog dengan para transmigran Sitiung, baik yang berasal dari
Wonogiri maupun transmigran lokal. Dalam dialog itu, Kepala Negara para
transmigran supaya berkoperasi dan ber-KUD, sebab dengan berusaha berkelompok,
hasil yang diperoleh bisa lebih baik. Dikemukakannya bahwa melalui KUD,
permohonan kredit akan lebih mudah dilayani. Namun diingatkannya agar kredit
itu tidak digunakan untuk konsumsi , melainkan untuk meningkatkan produksi.
Dari Sitiung, dengan menumpang helikopter,
Presiden dan rombongan menuju desa Muara Tembesi di Provinsi Jambi. Di desa
Muara Tembesi yang terletak di Kabupaten Batanghari itu, siang ini Kepala
Negara meresmikan penggunaan Jembatan Muara Tembesi. Jembatan Tembesi ini
merupakan penghubung antara Muara Bungo dengan Jambi yang terletak pada jalur
jalan raya Trans Sumatera.
Dalam sambutannya, Presiden Soeharto
mengajak masyarakat untuk membulatkan tekad untuk meneruskan dan meningkatkan
pembangunan.
Selasa, 24 April 1984
Menteri
Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Achmad Tahir pagi ini mengahadap Kepala
Negara di Cendana. Usai menghadap, ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto
menyetujui pihak NASA menangkap kembali satelit telekomunikasi Palapa B-2 yang
gagal mengorbit ketika diluncurkan beberapa waktu yang lalu. Persetujuan
tersebut diberikan Presiden dengan syarat bahwa usaha tersebut tidak menambah
ongkos dan tidak mengganggu jadwal peluncuran satelit pengganti Palapa B-2.
Rabu, 24 April 1985
Peringatan
30 tahun Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Bandung pagi ini. Acara
peringatan yang meriah dan diselenggarakan di Gedung Merdeka itu dihadiri oleh
para menteri luar negeri atau utusan dari berbagai negara Asia-Afrika.
Didalam pidatonya, Presiden Soeharto
mengatakan bahwa 30 tahun yang silam, tepatnya dari tanggal 18 sampai 24 April
1955, para negarawan dan pemimpin terkemuka ari 29 negara Asia-Afrika bersidang
di Gedung Merdeka ini. Di sinilah dirumuskan jawaban-jawaban yang tepat
terhadap masalah-masalah penting yang sedang dihadapi negara-negara Asia-Afrika
yang sebagian besar baru saja memperoleh kemerdekaan.
Selanjutnya dikatakan oleh Presiden
bahwa kecuali di satu-dua tempat, kemerdekaan politik telah berada di tangan
bangsa-bangsa di kedua benua kita. Namun kemerdekaan politik saja tidak banyak
artinya, jika tidak segera kita isi dengan pembangunan nasional yang memberi
kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat-rakyat kita. Selain itu, pengalaman
menunjukkan kepada kita bahwa keterbelakangan dan keadaan sosial ekonomi yang
tidak segera membaik acapkali menjadi awal dari pergolakan politik dan menjadi
penghambat proses integrasi bangsa yang mantap. Keadaan menjadi lebih gawat
karena kerawanan-kerawanan tadi tidak jarang dimanfaatkan oleh kekuatan dari
luar.\
Oleh karena itu, Kepala Negara
mengemukakan pendapatnya bahwa solidaritas Asia-Afrika sangat diperlukan untuk
kurun waktu sekarang ini. Solidaritas itu tidak hanya berkiprah di bidang
politik saja, melainkan juga di bidang ekonomi dan kebudayaan. Dikatakannya
bahwa semangat solidaritas antar bangsa –bukan intervensi dan konfrontasi -akan
sangat mendorong berhasilnya pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Selasa, 24 April 1990
Setelah
diterima Kepala Negara di Cendana pagi ini, Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono
mengatakan bahwa tahun ini Presiden Soeharto tidak mengadakan acara silaturahmi
dangan masyrakat luas (open house)
dalam rangka merayakan Idul Fitri 1410 H. Tetapi, sebagaimana biasanya,
Presiden akan melakukan shalat Ied di Masjid Istiqlal bersama umat Islam ibukota.
Penyusun Intarti, S.Pd