Sabtu ,19 Maret 1966
Dari Bandung dikabarkan bahwa Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Jawa Barat, telah menyeerukan agar PNI Ali Surachman dibubarkan. Alasan yang dikekmukakan ialah bahwa PNI Ali Surachman terbukti mendrop pasukan untuk mengacau dan mengadakan penculikan pada tanggal 12 dan 13 Maret 1966. Juga diseruhkan agar diadakan pengambilalihan atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Partai tersebut.
Puluhan ribu rakyat Kota Padang dan sekitarnya bersama ABRI, sukarelawan/wati,veteran, mahasiswa,pelajar, buruh dan wanita membanjiri lapangan Imam Bonjol untuk ikut dalam apel besar sukarelawan dan rapat raksasa Keselamatan Revolusi. Rakyat raksasa tersebut mengeluarkan pernyataan : “bahwa rakyat Sumatera Barat memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Menpangad Letjen Soeharto dengan telah dibubarkannya PKI”.
Kamis, 19 Maret 1970
Menandai akhir kunjungan Presiden Soeharto di Malaysia, kedua kepala negara hari ini mengeluarkan sebuah komunike bersama.Pada pokonya komunike tersebut memuat kesepakatan untuk melakukan segala sesuatu dalam usaha untuk menjalin hubungan bilateral yang erat dalam bidang dan kebudayaan.
Pagi ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan oleh Raja Bhumipol dan Ratu Sirikit. Setelah menerima kunci emas dari walikota Bangkok Admiral Chalit Kulkamthorn, maka sore harinya Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan kehormatan kepada Raja Bhumipol dan Ratu Sirikit di Istana Chitralada. Presiden dan Ibu Tien Soeharto dijamu dengan makan malam kenegaraan di Grand Place.
Selasa, 19 Maret 1974
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Berbagai macam masalah ekonomi telah dibahas dlam sidang ini, tetapi pada umumnya meliputi masalah-masalah kredit investasi kecil dan peternakan. Sidang antara lain memutuskan pembebasan bea masuk atas bibit hewan unggul, seperti kuda, kambing, sapi, babi, ayam, kalkum, itik, angsa, kelinci, dan merpati. Mengenai kredit investasi kecil dan modal kerja permanen dalam dua bulan terakhir sangat besar, yaitu berjumlah Rp 5,8 milyar. Demikian dikemukakan oleh Menteri Penerangan Mashuri selesai sidang.
Rabu, 19 Maret 1975
Siang ini Presiden Soeharto mengadakan peninjauan di Pelabuhan Sindang Laut,Tanjung Priok, Di pelabuhan ini Kepala Negara , disaksikan oleh Menteri Perhubungan Emil salim dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Haryono Nimpuno, menyerahkan dua kapal berukuran 200 dwt masing-masing satu buah kepada Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara . kapal-kapal tersebut diterima oleh Gubernur Sulawesi Selatan. H Achmad Lamo, dan Gubernur Sulawesi Tenggara, Eddy Sabara.
Kepala Negara juga telah mengambil kesempatan ini untuk mengadakan pembicaraan dengan Pimpinan Galangan Kapal Tegal. Dalam hubungan ini ia mengingatkan agar galangan kapal jangan hendaknya mengeluarkan barang,yang bukan kepentingan mereka atau tidak berkaitan dengan usaha pembuatan kapal, dari bonded warehouse.
Jum,at 19 Maret 1976
Bertempat di Istana merdeka, pagi ini presiden Soeharto menerima 66 orang peserta Peka Olaraga Tunanetra ASEAN . Pekan olaraga yang diikuti oleh para peserta dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura itu berlangsung di Jakarta sejak tanggal 15 Maret dan berakhir hari ini. Dalam kesempatan ramah tamah, para peserta mendapat kesempatan untuk berdialog dengan kepala Negara.
Diantara peserta ada yang menanyakan masalah-masalah yang bersifat pribadi dan politik kepada Presiden. selain menjawab apa yang ditanyakan, kepala Negara juga menginformasikan kepada mereka bahwa ASEAN bukan hanya sebagai forum persaudaraan dalam bidang politik dan ekonomi saja, tetapi juga mencakup bidang sosial dan budaya, sebagaimana yang terlihat dalam kegiatan Pekan Olaraga Tunanetra ini.
Sabtu, 19 Maret 1977
Presiden Soeharto dalam pertemuan dengan Menteri Negara Ekuin/ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, Menteri PAN JB Sumarlin, Menteri Keuangan Ali Wardhana, dan Menteri / Sekertaris Negara Sudharmono, di Istana Negara siang ini, mengeluarkan keputusan untuk menyempurnakan tunjangan jabatan struktural dan fungsional mulai 1 April 1977. Penyempurnaan tunjangan jabatan ini meliputi penyempurnaan mengenai besarnya jumlah tunjangan jabatan yang disesuaikan dengan beban tugas, besarnya tanggungjawab pejabat yang disesuaikan dengan beban tugas, besarnya tanggungjawab pejabat yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugas masing-masing, serta penyempurnaan dalam arti perluasan jenis jabatan-jabatan yang ditetapkan untuk dapat diberikan tunjangan jabatan. Untuk itu jabatan tersebut ialah mulai dari Guru Besar sampai dengan kepala sekolah SD di lingkungan Departemen P dan K, dan juga Guru Besar sampai dengan Kepala Sekolah Madrasah Ibtidayah Negeri dalam lingkungan Departemen Agama. Besarnya tunjangan itu mulai dari Rp 10.000,-sampai dengan Rp 120.000,- per bulannya. Tunjangan jabatan itu diberikan pula kepada anggota ABRI berdasarkan golongan kepangkatan masing-masing.
Senin, 19 Maret 1979
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto membuka kongres pertama HNSI. Dalam amanatnya, kepala Negara mengemukakan bahwa ia melihart betapa pentingnya peranan HNSI. Oleh karena itu ia menginginkan agar HNSI menjadi wahana dari suatu gerakan untuk memajukan masyarakat lewat peningkatan sektor perikanan. Untuk itu, maka pertama-tama para nelayan harus diikutsertakan membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan mereka. Dan justru karena HNSI merupakan suatu gerakan untuk memajukan masyarakat, maka HNSI hendaknya aktif dan bergerak di kalangan nelayan untuk membangkitkan kegairahan mereka, untuk memperlihatkan kemngkinan-kemungkin baru dalam bidang perikanan, cara penangkapan, pemeliharaan, pengawetan, pemasaran, dan sebagainya demi perbaikan dan peningkatan kehidupan para nelayan itu sendiri. Demikian dikatakan Presiden.
Setelah membuka kongres HNSI, presiden Soeharto menerima Gubernur Sumatera Selatan , Sainan Sagiman. Gubernur Sainan menghadap kepala Negara untuk melaporkan mengenai banjir yang melanda Kabupaten Lahat. Kepada Gubernur Selatan itu Presiden menyatakan akan memberikan bantuan bagi para korban banjir tersebut. Presiden juga memberi petunjuk agar dibangun pemukiman-pemukiman baru yang cukup jauh dari lokasi banjir, sehingga pengalaman sekarang ini tidak akan terulang lagi di kemudian hari.
Rabu, 19 Maret 1980
Bertempat di Bina Graha,pagi ini presiden Soeharto menerima lima orang pimpinan Dewan Gereja Indonesia (DGI). Raya IX DGI yang akan diadakan di Manado pada tanggal 19 juli yang akan datang.
Pada kesempatan itu, kepada pimpinan DGI, Presiden Soeharto mengharapkan agar gereja-gereja di Indonesia turut memberikan partisipasinya dalam menggalakkan pelaksanaan P4. Selain itu diharapkannya pula agar DGI lebih meningkatkan kerjasama dengan golongan agama lain yang ada di Indonesia. Sebab, kata presiden, dengan adanya kerjasama itu, maka kelompok-kelompok agama akan mempunyai kemungkinan yang lebih banyak untuk ikut mendorong kemajuan pelaksanaan pembangunan.
Menteri Negara Riset dan Teknologi, Prof.Dr . BJ Habibie, pagi ini menghadap presiden Soeharto. Ia datang menemui Kepala Negara untuk melaporkan tentang persiapan-persiapan pembangunan industri kereta api, yaitu membuat gerbong-gerbong penumpang dan barang. Setelah diterima Presiden, Menteri Habibie mengatakan bahwa pembuatan gerbong penumpang dan barang itu akan dilaksanakan di Balai Jasa Kereta Api di Madiun, Jawa Timur.
Kamis, 19 Maret 1981
Pukul 10.00 hari ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto menerima Kunjungan kehormatan bekas Presiden Amerika Serikat dan Nyonya Gerald Ford di Istana Merdeka. Presiden Soeharto dan Gerald Ford mengadakan pembicaraan yang menyentuh berbagai masalah, baik bilateral, regional maupun internasional. Ketika menyinggung masalah hubungan Indonesia –RRC, Presiden Soeharto menjelaskan bahwa Indonesia tidak perlu terburu-buru, karena Indonesia harus benar-benar siap dan yakin terlebih dahulu akan manfaat hubungan dengan RRC.
Senin, 19 Maret 1984
Presiden Soeharto. Pada jam 09,30 pagi ini, menandatagani Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1984 mengenai penetapan Repelita IV. Penandatananganan itu berlangsung dalam suatu upacara singkat di Ruang Supersemar , Istana Bogor, dan dihadiri oleh para pimpinan DPR,DPA, dan sejumlah menteri Kabinet Pembangunan IV.
Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menghadiri upacara pembukaan Penataran Calon Penatar Tingkat Nasional/ Manggala BP-7 di Istana Bogor. Penataran yang akan berlangsung selama dua minggu ini diikuti oleh 114 pesera, yang selain pejabat-pejabat pemerintah, juga berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan; mereka terdiri atas 10 wanita dan 104 pria.
Dalam pidato sambutannya Kepala Negara mengatakan baahwa walaupun tidak ada tolak ukur yang seluruhnya obyektif yang dapat digunakan untuk menilai haasil-hasil penataran yang selama ini telah kita lakukan dengan giat dan terus menerus, namum ada cukup tanda-tanda bahwa secara umum Pancasila telah mengakar secara lebih luas, secara lebih sadar, secara lebih jujur dan secara lebih yakin di kalangan berbagai golongan dalam masyarakat kita jika di banding dengan masa-masa dhulu. Pancasila telah menjadi miik bersama dari semua golongan dan generasi bangsa kita.
Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa hanya dengan pemahaman bersama yang benar, maka Pancasila dapat kita hayati dan kita amalkan. Jika kita bertekad untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka kita pun Pertama-tama harus sadar mengamalkan dan melaksanakan itu dalam pembangunan. Apabila tidak, maka yang akan kita capai bukan masyarakat adil dan makmur berdasrkan Pancasila, melainkan masyarakat lain yang asing bagi kita. Kalau ini terjadi maka berarti gagalah pembangunan yang telah kita laksanakan dengan penuh pengorbanan.
Di akhir pidatonya, kepala Negara mengemukakan bah a dengan memiliki P4 dan dengan melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, maka kita sekaligus akan merampungkan dan menuntaskan masalah ideologi untuk selama-lamanya. Yang terbentang di hadapan kita, demikian Presiden, adalah usaha kita untuk secara Kreatif dan bertanggungjawab mengamalkan Pancasila itu dalam bidang kita masing-masing dalam membri isi kepada pembangunan bangsa dan negara kita.
Selasa, 19 Maret 1985
Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan tahap kedua dengan PM Mahathir Mohamad di Istana Merdeka. Dalam perundingan itu, kedua kepala pemerintahan antara lain telah membahas masalah tenaga kerja dengan prosedur resmi, dan masalah bilateral lainnya serta masalah-masalah internasional. Keduannya juga telah menyinggung gagasan untuk meningkatkan hasil-hasil Konferensi Asia Afrika yang telah diselenggaarakan di Bandung pada tahun 1955.
Rabu,19 Maret 1986
Presiden menginstruksikan agar dilakukan persiapan untuk mengeruk kembali Sungai Musi di Sumatera Selatan yang mengalami pendangkalan,karena sungai tersebut mempunyai nilai ekonomi yang sangat strategis. Demikian dikatakan Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin setelah diterima kepala Negara pagi ini di Bina Graha.
Dikatakannya bahwa dana untuk membiayai pengerukan itu akan diputuskan Presiden senditi. Sekarang ini telah tersedia dana dari Perum Pelabuhan II sebesar Rp 30 Juta yang akan dipakai untuk membiayai pengerukan sekitar 1,5 juta meter kubik lumpur. Dana ini jelas tidak mencukupi, sebab lumpur yang perlu dikeruk di Sungai Musi adalah sebanyak 5,5 juta meter kubik.
Pagi ini di tempat yang sama, Presiden juga menrima Menteri Perencanaan Pembangunan/ Ketua Bappenas . JB Sumarli, dan Menteri Keuangan, radius Prawiro, yang datang untuk melapor tentang bahan –bahan keterangan pemerintah tentang penyempurnaan APBN Tambahan dan Perubahan tahun 1985/1986. Dilaporkan pula tentang persiapan RAPBN 1986/1987; untuk ini semua DIP dan petunjuk Operasionalnya sudah disampaikan ke daerah-daerah dan pimpinan proyek. Dengan demikian dapatlah diharapkan bahwa pada awal tahun anggaran proyek-proyek yang dibangun pada tahun anggaran tersebut akan dapat segera dimulai.
Selasa, 19 Maret 1991
Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Menteri Kerjasama Pembangunan Belgia, Andre Geens. Kepada tamunya, Kepala Negara mengatakan bahwa menanamkan modal dalam bidang listrik dan telkom. Dalam hubungan ini Presiden mengatakan bahwa Indonesia mengharapkan investasi asing, karena masih terbatasnya modal di dalam negeri sendiri, serta untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Penyusun Indarti Publikasi Lita,SH