Wakil Perdana Menteri III/Ketua MPRS, Chairul Saleh, merupakan pengumuman tertulis Presiden Soekarno yang menegaskan supersemar tidak berarti penyerahan kekuasaan oleh presiden kepada Menteri/Pangad. Ini karena Presiden “seumur hidup” tidak mugkin berbuat demikian selama beliau masih hidup, dan bahwa Supersemar memerintahkan pengembangannya untuk menjamin ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi dan tidak menyimpang dari padanya.
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS Bung Karno mengeluarkan pengumuman No. 1/Pres/1966. Yang berisi :
1. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945, MPRS telah memutuskan 8 (delapan) dan 2 (dua) Revolusi yang membebankan kepada Presiden suatu kekuasaan penuh.
2. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden mempunyai kebebasan untuk menunjuk pembantu-pembantunya sendiri.
3. Mengamalkan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan pengumuman Presiden tersebut, Menko Hubungan Rakyat, Dr.Ruslan Abdulgani, menjelaskan bahwa sekarang ini kita tidak lagi berada dalam alam liberallisme sebab kita telah beralih ke Demokrasi Terpimpin sejak tahun 1959.
Jenderal Suharto sebagai pemenang Supersemar menggamankan 15 menteri Kabinet Dwikora yang diduga terlibat dalam G-30-S/PKI. Mereka-mereka yang diamankan itu adalah :
1. Dr.Subadrio, Wakil Perdana Menteri I, Menteri Kompartemen Luar Negeri;
2. Dr.Chairul Saleh, Wakil Perdana Menteri III, Ketua MPRS;
3. Ir.Setiadi Reksoprodjo, Menteri Urusan Listrik dan Ketenagakerjaan;
4 Sumardjo, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan;
5. Oei Tjoe Tat SH, Menteri Negara diperbantukan pada Presidium Kabinet;
6. Ir.Surachman, Menteri Pengairan Rakyat dan Pembangunan Desa;
7. Jusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Indonesia;
8. Armunanto, Menteri Pertambangan;
9. Sutomo Martopradoto, Menteri Perburuhan;
10. A Astrawinata SH, Menteri Kehakiman;
11. Mayjen. Achmadi, Menteri Penerangan;
12. Dr. Moch Achadi, Menteri Transmigrasi dan Koprasi;
13. Letkol. Sjafei, Menteri Khusus Urusan Keamanan;
14. JK Tumakaka, Menteri/Sekretaris Jenderal Font Nasional; dan
15. Mayjen. Dr. Soemarno, Menteri/Gubernur Jakarta Raya.
Dari kelimabelas Mentari yang diperintahkan untuk ditahan itu ternyata Ir. Surachman dan Achadi telah sempat meloloskan diri.
Senin 17 Maret 1969
Dalam sambutan tertulisnya pada ,pembukaan Konferensi dinas Departemen Tenaga Kerja ke- 2 di Jakarta hari ini, presiden Soeharto menegaskan bahwa potensi tenaga kerja Indonesia yang demikian besar ini hanya bermanfaat bagi pembangunan nasional bila ada pengelolaan yang tepat dan integral. Untuk itu presiden telah menginstruksikan agar perluasan lapangan kerja dijadikan salah satu sasaran pembangunan, dan mengambil kebijaksanaan untuk memperbanyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersifat padat karya. Disamping itu dikatakan pula oleh Jenderal Soeharto bahwa ia telah meminta Depnaker untuk mencari cara-cara yang tepat sehingga terdapat keseimbangan antara pertambahan penduduk dan kesempatan kerja.
Selasa, 17 Maret, 1970
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan tertutup selama 45 menit dengan Tuanku Abdul Rahman. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh para pembantu utama kedua belah pihak itu telah dibicarakan berbagai masalah, baik politik maupun ekonomi. Kepada pers, PM Tuanku Abdul Rahman menyatakan bahwa sebagai hasil pertemuan , ia menjadi yakin mengenai satu hal, yaitu keinginan besar pihak Indonesia untuk mempererat hubungan persahabatan antara kedua Negara dan seluruh wilayah Asia Tenggara. Tuanku juga menyatakan pengharapan terhadap kepemimpinan presiden Soeharto, yang menurutnya adalah “seorang yang benar- benar, sungguh-sungguh”.
Seusai pertemuan, dilakukan penandatanganan Perjanjian persahatan dan Perjanjian Batas Laut Teritorial kedua Negara. Perjanjian persahabatan tidak saja mencakup hubungan yang lebih erat di bidang ekonomi, sosial, dan politik antara kedua Negara, tetapi juga memuat pelaksanaan ejaan baru bagi kedua bangsa, pertukaran guru, dan misi kebudayaan. Perjanjian Batas Laut Teritorial mencakup masalah-masalah daerah perairan kedua Negara di Selat Malaka.
Gde Jaksa dari Fraksi PDI selesai sidang Komisi D (pertanggung jawab presiden) siang ini menyatakan dapat menerima pidato pertanggung jawab presiden. Ia juga bermohon agar catatan tambahan yang diserahkan secara tertulis maupun pendapat fraksinya dalam pemandangan umum disampaikan kepada presiden terpilih nanti.
Begitu pula, Sumrahadi dari Fraksi ABRI mengatakan dapat menerima dengan baik pertanggungan jawab presiden dan menilai bahwa pesiden telah melaksanakan dengan baik tugas-tugasnya , antara lain tertib dalam melaksanakan konstitusi serta jujur atas kekurangan-kekurangan yang ada dan meminta maaf atas kekurangan-kekurangan tersebut.
Sementara itu martono dari Fraksi karya Pembangunan dan Djamaluddin Tambunan dari Fraksi utusan Daerah juga menyatakan dapat menerima dengan baik pidato pertanggung jawab presiden. Sedangkan Yusuf Hasyim dari Fraksi Persatuan Pembangunan menyatakan bahwa fraksinya sudah membicarakan soal pertanggungan jawab presiden ini, namun belum berhasil mendapatkan kata akhir dan belum bias menemukan kata sepakat. Pidato tersebut akan disoroti lebih jauh dan dibicarakan dengan DPP PPP.
Sabtu, 17 Maret 1979
Presiden Soeharto berangkat dari Lanuma Halim perdanakusuma menuju Medan pada pukul 06.30pagi ini untuk kunjungan kerja selama beberapa jam. Turut serta dalam rombongan antara antara lain menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Hankam/ Pangab Jenderal M Jusuf, Menteri/Sekretaris Negara Sudarmano, Duta Besar RI untuk Thailand, Hasnan Habib, dan Kepala Bakin, Yoga Sugama. Tidak lama setelah tiba dilapangan terbang Polania, Medan, Presiden menyambut kedatangan PM Thailand, Kriangsak Chammanand, beserta rombongan
Dari Lapangan Terbang, Presiden Soeharto membawa tamunya ke gubernuran, dimana akan berlangsung pembicaraan antar keduannya. Pembicaraan tersebut berlangsung selama tiga jam. Dalam pejelasannya kepada pers, Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, mengatakan bahwa kedua kepala pemerintahan itu telah membahas dan saling bertukar-pikiran mengenai perkembangan Asia Tenggara akhir-akhir ini.
Segera sesudah pembicaraan tersebut, Presiden mengantarkan PM Kriangsank Ke Lapangan Udara Polonia. Keduanya berpisah ditangga pesawat Angkatan Udara Thailand yang akan membawa Pemimpin Negara tetangga itu ke Singapura.
Presiden Soeharto berangkat kembali ke Jakarta pada pukul 14.45 siang ini. Akan tetapi sebelumnya Kepala Negara sempat bertemu dan mengadakan pembicraan empat mata selama bebrapa menit dengan perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafei, di ruang VIP lapangan udara Polania. Tidak diketahui maslah mendesak apa yang mereka bicarakan.
Selasa, 17 Maret 1981
Hari ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto melakukan kunjungan kerja di nusa tenggara barat untuk meresmikan dimulainnya Panen Raya Padi Gogo Rancah, di desa Teruwam, kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Dalam sambutannya mengawali acara itu, presiden akan mengatakan bahwa pemerintah akan terus menggiatkan program intensifikasi khusus seluruh pelosok wilayah Indonesia, untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka usaha mencapai swasembada di bidang pangan, serta menigkatkan penghasilan petani. Pada kesempatan itu presiden juga menganjurkan petani untuk memelihara sapi, kerbau dan lain-lain, sebagai sumber pupuk kandang, demi untuk menigkatkan hasil panen.
Kamis, 17 Maret 1982
Pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto secara berturut-turut menerima surat- surat kepercayaan Duta Besar India, Om Prakash Malhotra, dan Duta Besar Tunisia, Moncef jaafar. Ketika menyambut pidato Duta Besar Malhotra, kepala Negara mengatakan bahwa jika Negara-negara sedang berkembang dapat membangun dirinya sehingga dan hidup maju dan sejaterah, maka jelas keadaan itu akan membantu terwujudnya perdamaian dunia yang menjadi cita-cita umat manusia. Dalam hubungan inilah, demikian Presiden, ia menyambut dengan gembira keinginan Duta Besar Malhotra untuk menigkatkan lagi kerja sama antara kedua Negara.
Sedangkan kepala Duta Besar Jaafar, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dunia kita dewasa ini masih penuh dengan berbagai gejolak yang antara lain disebabkan pertarungan antara kepentingan kekuatan-kekuatan basar dunia yang menjadikan Negara-negara lain sebagai ajang perebutan pengaruh. Dalam hungan inilah, kata Presiden, Negara-negara yang sedang berkembang khususnya Negara-negara non-blok dituntut utnuk selalu menigkatkan kewaspadaan untuk terus menerus menggalang kekuatan bersama serta berpegang teguh pada prinsip menentukan dan mengurus masa depannya sendiri, dan tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.
Sabtu,17 Maret 1984
Perdana Menteri RepublikDemokratik Kampuchea/ketua KPLNF, Son Sann, terima Presiden Soeharto di Istana Merdeka pada jam 09.00 pagi ini. PM Son Sann yang disertai oleh tiga orang pengikutnya dalam pertemuan tersebut didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja.
Pukul 10.45 pagi ini, Presiden Soeharto menerima penyerahan surat kepercayaan oleh Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Knut Bernt Berger, bertempat di Istana Merdeka. Dalam pidato sambutannya , Presiden menyatakan sependapat dengan pendapat Pemerintah Norwegia bahwa dalam zaman sekarang ini kemajuan ekonomi dan sosial hanya dapat dicapai dengan baik melalui kerjasama yang erat dan saling pengertian yan dalam antara bangsa-bangsa. Kepala Negara juga menyambut baik hasrat Duta Besar Berger untuk lebih meningkatkan hubungan baik antara kedua negara. Dikatakannya bahwa kerjasama yang saling memberikan manfaat dan didasarkan atas persahabatan serta saling pengertian, penting artinya bagi kedua negara Indonesia dan Norwegia, bukan saja untuk masa sekarang ini, tetapi juga untuk masa depan.
Sebelumnya, di tempat yang sama,Kepala Negara telah menerima surat kepercayaan darri Duta Besar Republik Islam Iran, Abdol Azim Hashemi Nik. Menyambut pidato Duta Besar Abdol Azim, Presiden mengemukakan kepercayaannya bahwa dengan semangat saling menghormati dan persaudaraan yang tulus, maka di tahun-tahun mendatang tali persahabatan dan kerjasama antara kedua negara akan bertambah erat.
Selasa, 17 Maret 1987
Pagi ini Presiden Soeharto meresmikan dua proyek Dermaga umum dan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Belawan, serta jalan toll Belawan-Medan- Tanjung Morawa. Upacara peresmian proyek-proyek ini dipusatkan di pelabuhan Belawan.
Dalam amanatnya, Presiden antara lain mengatakan bahwa kita harus memanfaakan sebaik-baiknya tanah air kita yang strategis itu. Kita harus membangun pelabuhan-pelabuhan kita, melengkapi pelabuhan-pelabuhan kita, dengan alat peralatan dan melayani pelayaran internasional dengan cara modern sejalan dengan kamjun zaman. Jika kita tidak melakukan hal ittu, maka kita akan tertinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lin.
Setibanya di Langsa, Aceh Timur, dari Medan siang ini, Presiden Soeharto meresmikan berbagai proyek pembangunan yang berlokasi di provinsi Daerah Istimewah Aceh. Proyek-proyek yangg diresmikan itu bernilai Rp 64,6 miliar yang terdiri atas 16 unit PLTD, listrik pedesaan, sarana air bersih, 32 jembatan, dan depot bahan bakar.
Dalam kata sambutannya, kepala Negara mengatakan bahwa proyek –proyek tersebut merupakan proyek-proyek yang langsung ditujukan unttuk meningkatkan kesejateraan rakyat, sehingga rakyat Aceh merasakan kehidupan yang lebih sejatera. Dikatakannya bahwa memang pembangunan kita. Karena itu pembangunan selalu diarahkan untuk memprbaiki kesjateraan rakyat, baik lahir maupun batin.
Sabtu, 17 Maret 1990
Pagi ini di Desa Canan,Klaten, Jawa Tengah Presiden yang didampingi oleh Ibu Tien meresmikan 146 Koperasi industri kecil dan kerajinan (KOPRINKA). Koperasi-koperasi yang di resmikan itu tersebar di 16 Provinsi, dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 58.879 orang, dengan omzet per tahun sebesar Rp 60 miliar. Acara peresmian itu sendiri ditandai dengan pemukulan kentongan oleh Kepala Negara. Tampak hadir antara lain Menteri Koperasi Bustanil Arifin, Menteri Perindustrian hartarto, Menteri Tenaga Kerja Cosmos Batubara, dan Pangdam IV/ Diponegoro, Mayjen. Wismoyo Arismunandar.
Dalam amanatnya, Presiden antara lain meengatakan bahwa dewasa ini kesenjangan sosial antara satu golongan dengan golongan lainnya dalam masyarakat kita masih memprihatinkan. Karena itu pengembangan koperasi yang mempunyai peranan sebagai wadah untuk mewujudkan pemerataan menuju keadilan sosial sungguh teramat penting. Karena itu pula koperasi perlu terus kita dorong pertumbuhannya dan kita tingkatkan kegiatannya agar makin berperan dalam kehidupan perekonomian kita.
Pada kesmpatan itu Kepala Negara, mengulang lagi ajakannya kepada para pengusaha besar agar memberikan kesempatan kepada koperasi untuk memiliki saham perusahaan-perusahaan yang sehat. Dalam hubungan ini ia menyatakan kegembiraannya karena ajakan tersebut mendapat tanggapan yang positif darri para pengusaha dan kalangan masyarakat luas.Dikatakannya bahwa ia yakin kalau ajakannya benar-benar dilaksanakan, maka koperasi pasti akan menjadi salah satu sokongan perekonomian bangsa kita.
Penyusun/Publikasi Lita,SH.