Sabtu, 10 Oktober 1970
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) secara resmi dibentuk hari ini. Peresmian pembentukan Wanhankamnas ini ditandai dengan pelantikan Letjen. Kartakusunah menjadi Sekretaris Jenderal oleh Presiden Soeharto. Ketua Wanhankamnas adalah Presiden sendiri, sedangkan anggota-anggotanya adalah Wakil Presiden, dan menteri-menteri Luar Negeri, Pertahanan dan Keamanan, Dalam Negeri, Keuangan, dan beberapa menteri lainnya.
Dalam sambutannya, Presiden mengatakan bahwa dewan ini dibentuk karena masalah pertahanan dan keamanan nasional demikian luasnya, serta begitu kompleksnya. Oleh sebab itu pemecahannya diperlukan pembahasan dan pemikiran terus menerus dengan sinkronisasi pengerahan tenaga dan dana nasional yang paling ekonomis dan efektif. Presiden juga mengemukakan perlu adanya kerjasama yang erat antara Departemen Hankam dengan departemen lain, lembaga-lembaga ilmiah dan perguruan-perguruan tinggi, serta masyarakat dalam rangka menghadapi masalah di bidang pertahanan dan keamanan nasional.
Minggu, 10 Oktober 1971
Presiden dan Ibu Tien Soeharto pagi ini beramah-tamah dengan 400 orang ahli kebidanan dan penyakit kandungan dari negara-negara Asia di Istana Bogor. Mereka berada di Jakarta dalam rangka Kongres ke-5 Ahli Obstetri dan Ginekologi Asia.
Selasa, 10 Oktober 1978
Menteri Agama, H Alamsyah Ratu Perwiranegara, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Selesai menghadap Kepala Negara, ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto menginstruksikan kepadanya agar pelaksanaan SK Menteri Agama No. 70 dan No. 77 tahun 1978 diteruskan. Untuk melancarkan pelaksanaannya, diadakan koordinasi dengan menteri-menteri lain.
Menjawab pertanyaan pers, Alamsyah membantah pendapat yang mengatakan bahwa kedua SK tersebut hanya ditujukan untuk salah satu pihak saja serta membatasi kebebasan seseorang. Ia mengatakan bahwa Pemerintah tetap menghargai hak warganegara. Dijelaskannya pula bahwa SK No.77 itu sama sekali tidak memberi batasan jumlah bantuan yang diperoleh dari luar negeri, sebab yang diminta Pemerintah adalah agar bantuan tersebut dilaporkan kepada Pemerintah demi kepentingan penerima bantuan itu sendiri.
Dalam pertemuan dengan Presiden, Menteri Agama juga melaporkan tentang mulai diberangkatkannya jamaah haji udara tahun 1978. Untuk mengangkut jemaah haji tahun ini tercatat sebanyak 72.159 itu diperlukan 281 penerbangan.
Rabu, 10 Oktober 1979
Bantuan Presiden berupa 25 unit traktor mini, bibit dan alat-alat memetik cengkeh untuk rakyat Sulawesi Tengah pagi ini diserahkan oleh Kepala Biro Bantuan Proyek bantuan Presiden melalui Gubernur Sulawesi Tengah. Moenafri SH. Penyerahan yang berlangsung di Balai Benih Sibowi ini disaksikan oleh para Bupati dalam wilayah Sulawesi Tengah.
Sabtu, 10 Oktober 1981
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri PPLH, Emil Salim, di Bina Graha. Menteri Emil Salim menghadap Kepala Negara untuk melaporkan mengenai persiapan perencanaan dan pelaksanaan pengawasan dalam menghadapi pelaksanaan anggaran tahun 1982/1983. Usai melapor, ia mengatakan bahwa tidak benar ada departemen yang besar anggarannya telah diperiksa lebih dahulu karena kurang baik pengelolaannya. Menerut Emil Salm, pemeriksaan telah dilakukan terhadap 90% dari proyek-proyek yang ada; dalam hal ini, Pemenrintah tidak ragu-ragu didalam pemberantasan korupsi.
Dikatakan juga oleh Emil Salim bahwa Presiden meminta kepadanya untuk melakukan penelitian kembali atas hasil-hasil pemeriksaan yang sudah selesai dilakukan, serta diadakan tindakan pencegahan. Diinstruksikan pula oleh Kepala Negara agar ia mengusahakan ikhtiar yang bersifat mendidik sebagai langkah untuk memelihara disiplin pegawai negeri.
Minggu, 10 Oktober 1982
Pukul 11.00 pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan meninggalkan pelabuhan udara Granada menuju Amerika Serikat. Sebelum meninggalkan Granada, Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan mengunjungi Taman Generalife, sebuah peninggalan raja-raja Arab yang masih terawat dengan baik hingga kini.
• Sore ini pukul 15.30 waktu setempat, Presiden Soeharto dan rombongan tiba di pelabuhan udara Greensboro, North Carolina, Amerika Serikat. Setengah jam kemudian Presiden dan Ibu Soeharto beserta sebagian rombongan dengan pesawat DC-9 Amerika Serikat berangkat menuju ke Greenbier Valley untuk beristrahat selama dua malam.
Senin, 10 Oktober 1983
Presiden Soeharto menyetujui diberlakukannya kembali jam krida di lingkungan instansi-instansi pemerintah dan ABRI, dan menetapkan hari jumat sebagai hari penyelenggaraannya. Jam krida ini diharapkan oleh Kepala Negara dapat dimanfaatkan untuk memajukan gerakan keolahragaan nasional. Mengingat bahwa banyak kantor swasta yang libur pada hari sabtu, maka Presiden menetapkan jam krida dilaksanaakan pada hari jumat, sehingga semua bisa ikut. Demikian dikatakan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Abdul Gafur, setelah diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini.
Rabu, 10 Oktober 1984
Di Gresik, Jawa Timur, pagi ini Presiden Soeharto meresmikan perluasan tahap ke-3 pabrik PT Petrokimia Gresik dan pabrik bahan aktif pestisida PT Petrosida Gresik. Dengan perluasan tahap ketiga ini, maka pabrik PT Petrokimia Gresik dapat menghasilkan asam sulfat dengan kapasitas 510.000 ton per tahun, asam fosfat 317.000 ton per tahun, aluminium fourida 12.600 ton per tahun, dan gips 440.000 ton per tahun. Disamping itu akan bertambah pula produksi pupuk ZA sebesar 250.000 ton per tahun.
Dalam kata sambutannya, Presiden mengatakan bahwa dalam merencanakan pembangunan industri, pandangan kita harus menjangkau jauh ke depan. Sejarah pembangunan bangsa yang sekarang telah mencapai kemajuan yang pesat menunjukan bahwa merea mencapai tingkat industri yang sangat tinggi karena mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi. Bangsa yang tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan makin jauh tertinggal jauh di belakang menjelang akhir abad 20 ini. Karena kita pun bertekad untuk meningkatkan dan memperluas pembangunan industri kita, maka ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus kita kuasai.
• Hari ini Pengurus Pusat PWI mengeluarkan sebuah pernyataan sehubungan dengan instruksi Presiden Soeharto kepadda beberapa menteri untuk mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh sadisme dan pornografi dalam penerbitan pers dan film Indonesia baru-baru ini. Dalam pernyataannya, Pengurus Pusat PWI menyatakan dapat memahami dan menggarisbawahi isi instruksi Presiden tersebut. Pernyataan ini ditanda tangani oleh Ketua Umum PWI, Zulharmans, dan Sekretaris Jenderal Atang Ruswita.
Kamis, 10 Oktober 1985
Menteri Perindustrian Hartarto pagi ini menghadap Kepala Negara di Bina Graha. Usai menghadap, ia mengatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk tetap meneruskan pembangunan proyek industri rayon terpadu PT Inti Indorayon Utama di Porsea, Propinsi Sumatera Utara. Dikatakannya bahwa keputusan ini diambil berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh BPPT terhadap analisa dampak lingkungan.
• Presiden Soeharto pagi ini juga menerima pimpinan dan anggota DPA yang dipimpin oleh Ketua M Panggabean. Dalam pertemuan itu telah disampaikan pokok-pokok pikiran serta saran DPA mengenai peningkatan pembinaan aparatur negara yang bersih, mampu, dan berwibawa. Saran-saran tersebut meliputi tujuh bidang, yaitu kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, pemerintah daerah, pengelolaan pembangunan, pengendalian dan pengawasan, serta hukum dan perundang-undangan.
Pokok pikiran dan saran-saran tersebut disambut baik oleh Presiden. Presiden bahkan mengatakan bahwa kalau ada saran-saran yang dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan aparatur negara dari manapun datangnyam akan diterima dengan baik. Kepada pimpinan DPA, Presiden menjelaskan bahwa secara fungsional dan konseptual pembinaan aparatur negara sudah dirintis sejak awal Orde Baru.
Sabtu, 10 Oktober 1987
Pukul 09.00 pagi ini Kepala Negara menerima kunjungan kehormatan Menteri Penerangan Malaysia, Dato’ Mohammad Rahmat, yang diantar oleh Duta Besar Malaysia, M Khatib. Kepada wartawan Dato’ Rahmat mengatakan bahwa dalam pembicaraannya dengan Presiden telah dijelaskan mengenai usaha peningkatan kerjasama kedua negra di bidang penerangan dan penyiaran dalam usaha mempererat hubungan persahabatan kedua negara.
Senin, 10 Oktober 1988
Bertempat di Bina Graha, pada jam 11.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Presiden Direktur Japan Internasional Coorporation Agency (JICA), Kensuke Yanagia. Dalam kunjungan kehormatan itu, Yanagia menyatakan kegembiraannya karena bantuan yang di berikan JICA untuk Indonesia dapat mencapi sasaran dan sukses. Dia mengatakan bahwa kerjasama antara kedua negara akan berlangsung terus, baik berbagai melalui kegiatan konsultasi, bantuan hibah maupun kerjasama teknik. Dikatakannya bahwa bantuan JICA selama ini meliputi pengembangan infrastruktur, seperti transportasi antar pulau, promosi ekspor non-migas, pengebangan sumberdaya manusia, pengembangan pertanian, perikanan, dan energi.
Kamis, 10 Oktober 1991
Presiden Soeharto menghimbau para industriawan untuk menghentikan praktek pencurian aliran listrik, karena perbuatan itu merugikan negara dan masyarakat. Himbauan ini dikemukakan Kepala Negara kepada Jaksa Agung singgih ketika yang disebut belakangan itu menghadapnya di Bina Graha pagi ini. Seusai pertemuan, Jaksa Agung mengatakan bahwa disinyalir para industriawan makin banyak melakukan pencurian aliran listrik. Pihak PLN menderita kerugian rata-rata sekitar Rp10 miliar setiap bulan, sebagai akibat pencurian aliran listrik yang dilakukan oleh kalangan industri. Jumlah ini belum termasuk pencurian yang dilakukan rumah-rumah tangga.
Sumber : Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1 - 6