Rabu, 27 September 1967
Ketua prsidium kabinet ampera hari ini telah menginstruksikan kepada menteri dalam negri, menteri keuangan, dan menteri perhubungan untuk memberikan bantuan seperlunya kepada biro pusat statistik (BPS) dan departemen pertanian dalam rangka menyukseskan surfei dan inventarisasi hewan. Instruksi tersebut juga ditujukan kepada manteri pertanian dan BPS untuk melaksanakan survei dan inventarisasi hewan dengan bekerjasama dengan departemen-departemen yang bersangkutan serta melaporkan hasil pelaksaan tugas tersebut kepada presidium. Ini merupakan inventarisasi hewan yang pertama dilakukan di indonesia.
• Sementara itu pejabat presiden jendral soeharto, dalam surat keputusan No. 53/1967 yang dikelurkan hari, telah menetapkan tanggal 1 oktober sebagai hari kesaktian pancasila, dan hari tersebut diperingati oleh seluruh rakyat indonesia.
Sabtu, 27 September 1969
Menhankam/pangab jenderal soeharto menetapkan komando Garnizun (kogar) daerah ibu kota jakarta berada dibawah dan bertanggungjawab Kepada menhankam/pangab. Dengan demikian kogar ibu kota, yang semula dibawah komando kodam V/ jaya, berubah menjadi unsur komando departemen hankam. Tugas pokok kogar adalah memelihara dan meningkatkan disiplin ABRI diluar komplek asrama/ kesatrian, disamping turut serta memelihara tertip hukum DKI jaya .
Senin, 27 September 1971
Presiden mewajibkan badan-badan/ proyek-proyek yang menerima bantuan luar negri untuk melaporkannya kepada menteri keuangan untuk segera dinilai. Dalam penilian ini menteri kuangan akan dibantu oleh pejabat-pejabat dari dapartemen keuangan, Bappenas dan bank indonesia, guna meneliti keadaan-keadaan proyek tersebut, dalam rangka pembayaran kembali utangnya kepada pihak luar negri. Kemidian hasil penelaian tim ini akan disampaikan kepada presiden guna mendapatkan keputusan lebih lanjut. Tentang cara-cara pembayaran kembali utang-utang daro proyek. Demikian pokok-pokok keputusan presiden No. 65 tahun 1971 yang dikeluarkan pada hari ini.
Kamis, 27 September 1973
Bertempat di Bina Graha, pada pukul 10.30 pagi ini, kepala negara masing-masing satu buah kapal pantai kepada gubernur sulawesi utara, HV worang, dan kertaker gubernur maluku. Kapal untuk provinsi sulawesi utara diberi nama; “pala”, sedangkan untuk provinsi maluku “kelapa”. Masing-masing kapal tersebut berukuran 500DWT. Pada kesempatan itu juga presiden telah menyerahkan sejumlah alat pencetak batu bata yang praktis dan okonomis kepada panglima kodam pattimura untuk disebarkan kepada rakyat diwilayahnya.
Ketika menyerahkan kapal dan alat pencetak batu bata itu, kepala negara mengakatan bahwa pemerintah tidak bermaksud untuk membangun rumah-rumah rakyat, sebab hal itu tidak mungkin dilakukan. Akan tetapi, sesuai dengan pelita 1 dan 2, pemerintah akan berusaha menyediakan bahan-bahan bangunan untuk perumahan, yaitu alat-alat pencetak batu bata yang tidak memerlukan pembakaran.
Menyangkut kapal-kapal pemerintahan diserahkan kepada dua provinsi, presiden soeharto mengharapakan agar kapal kapal tersebut dapat dioprasikan dengan baik, sehingga memberikan penghasilan kepada pemerintah daerah setempat.
Selasa, 27 September 1977
Kepala dinas peternakan nusa tenggara barat menyatakan bahwa hari ini presiden soeharto telah mendrop sapi bibit di pulau sumbawa sebanyak 1326 ekor yang kini telah berkembang biar menjadi 3.643 Ekor. Menurutnya, dalam 10 tahun mendatang pulau sumbawa sudah akan dapat melaksanakan ekspor sapi disamping untukk kebutuhan dalam negri. Gburnur Nusa Tenggara barat, Wasitah kusumah, menyatakan bahwa sapi dan kerbau sekarang ni masih merupakan jenis yang terpinting antara 30 jenis komoditi-komoditi ekspor nusa tenggara barat lainnya.
Kamis, 27 September 1979
Presiden soeharto hari ini menyetujui untuk memberikan hak cuti kepada para guru dan pegawai negri eks-tritorika untuk pulang kampung halaman masing masing bersama keluarga mereka. Untuk pemerintaha akan menyediakan tiket pesawat. Udara pulang pergi berserta uang harian selama masa cuti. Disetujui pula oleh kepala negara untuk memberikan bintang jasa dan kenaikan istimewa kepada mereka. Ini merupakan penghargaan dari pemerintah atas jasa dan pengabdian mereka selama ini di irian jaya. Demikian dikatakannya oleh menteri PAN, sumarlin telah menghadap presiden hari ini guna melaporkann kunjungannya di irian jaya baru-baru ini.
Senin, 27 September 1982
Presiden soeharto meminta agar “disiplin pembangunan” yang dikemukakan dalam pidato kenegaraan tanggal 16 agustus 1982, dijabarkan lebih lanjut sehingga bisa diterapkan dalam pembangunan mendatang, penjabaran ini harus selesai pada akhir oktober 1982. Hal ini digunakan menteri PPLH, emil salim, selesai diterima presiden Di Bina Graha pagi ini.
Kamis, 27 September 1984
Pukul 09.00 pagi ini Kepala Negara menerima para perwira remaja lulusan Akabri 1984 dalam upacara Prasetya Perwira yang berlangsung di halaman Istana Merdeka. Dalam upcara ini Presiden memasangkan tanda pangkat Letnan dua kepada empat perwira remaja yang merupakan lulusan terbaik Akabri tahun ini. Mereka adalah Letda (Art) R Ediwan Prabowo dari Angkatan Darat, Letda. (Adm) Dwi widjajanto dari Angkatan Laut, Letda. (Pnb) Muhammad Syauki dari Angkatan Udara, dan Letda. (Pol) Wahyu Indra dari Kepolisian RI.
Dalam amanatnya, Presiden menegaskan bahwa dengan melaksanakan sebaik-baiknya Dwifungsi, ABRI harus tetap dapat menjadi kekuatan dinamisator dan stabilisator bangsa kita. Untuk itu Kepala Negara meminta para perwira remaja agar tidak henti-hentinya membekali diri dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sehingga dapat menjalankan peranan dinamisator dan stabilisator sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam fungsinya sebagai kekuatan sosial, ABRI hendaknya terus ikut menumbuhkan dan menyegarkan demokrasi Pancasila, dapat ikut menjadi pengawal kehidupan konstitusional yang kuat dan dapat menjadi pelopor dalam menegakkan hukum. Dengan sikap demikian ABRI akan mempunyai kekuatan batin yang seteguh-teguhnya dalam melindungi kepentingan rakyat banyak dari segala macam ancaman dan rongrongan terhadap keselamatan serta ketentraman rakyat. Sebab, apa yang dikerjakan oleh ABRI sejalan dengan kesadaran dan suara hati rakyat. Demikian Presiden.
Jumat, 27 September 1985
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha meresmikan mulai beroperasinya lapangan minyak Madura. Lapangan Minyak yang berlokasi di Lepas Pantai Madura dan dioperasikan oleh Kodeco Energy Co Ltd ini merupakan penemuan lapangan minyak yang pertama kali oleh Perusahaan Korea Selatan di Indonesia. Produksi lapangan minyak ini adalah sekitar 15 ribu barrel minyak mentah sehari.
Sabtu, 27 September 1986
Hari Presiden Soeharto menginstruksikan agar ekspor kayu ramin dalam bentuk papan pendek dan apan sempit dihentikan. Adapun maksud penghentian ekspor kayu ramin dalam bentuk yang demikian adalah untuk menjaga supaya bahan baku bagi industri mebel dalam negeri dapat terpenuhi. Oleh karena itu, ekspor ramin dalam bentuk papan lebar (board) tetap diijinkan.
Demikian dikatakan Menteri Kehutanan Soedjarwo setelah diterima Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha.
Rabu, 27 September 1989
Hari ini di Semarang, Presiden Soeharto meresmikan 158 buah pabrik industri hilir pengolahan kayu dan barang jadi rotan. Pabrik-pabrik tersebut tersebar di 19 provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Dalam amanatnya Kepala Negara mengatakan bahwa kekayaan alam berupa kayu dan rotan harus kita olah di dalam negeri agar memberi nilai tambah yang sebesar-besarnya, agar memberi manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat kita. Limbah kayu dan rotan juga harus kita olah agar dapat menjadi barang jadi. Untuk itu kita harus mengembangkan industri hilir pengolahan kayu dan rotan, baik yang besar maupun yang kecil dan kerajinan. Dengan demikian, disamping kita dapat mengekspor barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi, usaha tersebut akan mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup luas. Karena itu ekspor kayu gergajian perlu dikurangi dan diarahkan menjadi ekspor barang-barang jadi, termasuk pula pengolahan limbah kayu.
Minggu, 27 September 1992
Presiden dan Ibu Tien Soeharto serta rombongan hari ini pukul 17.20 waktu setempat tiba di Tokyo, dalam rangka kunjungan selama tiga hari. Di lapangan terbang, Presiden dan Ibu Tien Soeharto disambut oleh Menteri Luar Negeri ad interim, Koichi Kato, Duta Besar Indonesia, Poedji Koentarso, dan bekas Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Michihiko Kunihiro.