Rabu, 17 Juli 1968
Setelah dua hari berada di Lampung, Pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan mengakhiri kunjungannya di daerah ini. Dari Lampung Presiden dan Ibu Soeharto berangkat menuju Palembang dan akan berada di sana selama tiga hari.
Siang ini Presiden mendapat laporan dari Gubernur Sumatera Selatan,Asnawi mangkualam,tentang perkembangan sosial,ekonomi dan politik di daerahnya.Gubernur juga melaporkan soal kekurangan pangan yang sedang dihadapi masyarakat Sumatera Selatan.
Setelah dua hari berada di Lampung, Pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan mengakhiri kunjungannya di daerah ini. Dari Lampung Presiden dan Ibu Soeharto berangkat menuju Palembang dan akan berada di sana selama tiga hari.
Siang ini Presiden mendapat laporan dari Gubernur Sumatera Selatan,Asnawi mangkualam,tentang perkembangan sosial,ekonomi dan politik di daerahnya.Gubernur juga melaporkan soal kekurangan pangan yang sedang dihadapi masyarakat Sumatera Selatan.
Dalam kunjungan kerjanya di Sumatera Selatan, Presiden Soeharto mendapat laporan dari Gubernur Sumatera Selatan, Asnawi Mangkualam, tentang perkembangan sosial, ekonomi dan politik didaerahnya. Gubernur juga melaporkan soal kekurangan pangan yang sedang dihadapi masyarakat Sumatera Selatan.
Menanggapi laporan Gubernur, Presiden Soeharto mengatakan bahwa masalah kekurangan pangan harus diatasi dengan segera. Tetapi menurut Jenderal Soeharto, hanya ada satu jalan untuk mengatasinya, yaitu dengan meningkatkan produksi pangan. Dalam hubungan ini Presiden menganjurkan kepada Gubernur dan pemuka-pemuka masyarakat di Sumatera Selatan agar mendorong rakyat untuk memanfaatkan bahan pangan lain, seperti bulgur dan lain-lain, disamping beras.
Kamis, 17 Juli, 1969
Presiden Soeharto telah menginstruksikan Menteri Keuangan Ali Wardhana dan Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, untuk meneliti kembali soal pembangunan di Irian Barat. Ditegaskan kembali oleh Presiden agar masalah pembangunan di Irian Barat itu lebih diperhatikan lagi sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Pepera.Sebagaimana diketahui Pepera di Irian Barat sudah mulai dilaksanakan tanggal 14 Juli 1969.
Sabtu,17 Juli 1971.
Direktur GIA,Wiweko, menghadap Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana pagi ini. Ia datang untuk melaporkan tentang perluasan dan modernisasi armada Garuda.Menurut Direktur GIA, dalam waktu yang tak lama lagi GIA akan memperluas dan memodernisasikan armadanya dengan menggunakan pesawat-pesawat "full- jet ",seperti Foker 28,guna melancarkan hubungan domestik.
Sabtu,17 Juli 1971.
Direktur GIA,Wiweko, menghadap Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana pagi ini. Ia datang untuk melaporkan tentang perluasan dan modernisasi armada Garuda.Menurut Direktur GIA, dalam waktu yang tak lama lagi GIA akan memperluas dan memodernisasikan armadanya dengan menggunakan pesawat-pesawat "full- jet ",seperti Foker 28,guna melancarkan hubungan domestik.
Rabu, 17 Juli 1974
Dewan Pimpinan Harian INSA (Indonesia National Shipowners Association, atau Perhimpunan pemilik -pemilik kapal Indonesia) menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Dalam pertemuan itu, tokoh-tokoh perkapalan nasional ini menyatakan penghargaan mereka atas perhatian dan bimbingan yang makin nyata dari pihak pemerintah terhadap perkembangan angkutan laut dewasa ini.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa sebagai hasil dari Pelita I, sekarang ini dimana-mana timbul kegiatan industri dan sarana pembangunan. Oleh karena itu, hasil-hasil yang telah dicapai ini harus diimbangi oleh angkutan laut. Menurut Presiden, pemerintah sendiri menyadari hal ini, oleh sebab itu Pemerintah membantu usaha-usaha untuk perkembangan dunia pelayaran dengan jalan membentuk PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PT PANN).
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa sebagai hasil dari Pelita I, sekarang ini dimana-mana timbul kegiatan industri dan sarana pembangunan. Oleh karena itu, hasil-hasil yang telah dicapai ini harus diimbangi oleh angkutan laut. Menurut Presiden, pemerintah sendiri menyadari hal ini, oleh sebab itu Pemerintah membantu usaha-usaha untuk perkembangan dunia pelayaran dengan jalan membentuk PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PT PANN).
Kamis, 17 Juli 1975
Presiden Soeharto menyatakan bahwa ia akan turut mendukung gagasan utnuk lebih menyempurnakan penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta di tahun-tahun mendatang. Pernyataan tersebut dibuat oleh Kepala Negara di dalam kesan yang ditulisnya pada buku tamu ketika mengunjungi Pekan Raya Jakarta yang ke-8 bersama Ibu Tien Soeharto malam ini.
presiden dan Ibu Tien Soeharto berkeliling selama dua jam dan menyaksikan tujuh stand pameran. Stand-stand yang dikunjungi adalah PT Keramik Indonesia, departemen Pertanian,penerangan Repelita, DKI Jaya, Badan Pengembangan Ekspor Nasional, kerajinan tangan Pt sri Tokay, dan yugoslavia.
presiden dan Ibu Tien Soeharto berkeliling selama dua jam dan menyaksikan tujuh stand pameran. Stand-stand yang dikunjungi adalah PT Keramik Indonesia, departemen Pertanian,penerangan Repelita, DKI Jaya, Badan Pengembangan Ekspor Nasional, kerajinan tangan Pt sri Tokay, dan yugoslavia.
Sabtu, 17 Juli 1976
Pada jam10.00 pagi ini,bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menandatangani Undang-undang No.7 Tahun 1976 tentang pengesahan penyatuan Timor Timur ke dalam Republik Indonesia dan pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur secara resmi menjadi provinsi Indonesia yang ke-27 dan mengakhiri penjajahan Portugis selama 400 tahun.
Penandatangan ini dilakukan dalam suatu upacara yang dihadiri oleh Mendagri Amir Machmud, Mensesneg Sudharmono, dan wakil-wakil rakyat Timor Timur, Arnaldo des Rois Araujo, beserta wakilnya, Lopez da Cruz, Kepala Perwakilan Rakyat Timor Timur, Maria Guilherme Gonzalvez, dan Penghubung Luar Negeri Timor Timur, Ir. Mario Carrascalao.
Pada kesempatan itu pula Presiden mengangkat Arnaldo des Rois Araujo dan Lopez da Cruz sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Timor Timur. Kepada mereka Kepala Negara menyerahkan duplikat bendera pusaka Sangsaka Merah Putih, dan duplikat naskah Proklamasi 17 Agustus 1945, dan naskah Undang-undang No.7/1976.
Pada kesempatan itu pula Presiden mengangkat Arnaldo des Rois Araujo dan Lopez da Cruz masing-masing sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Provinsi Timor-Timur.kepada mereka kepala Negara menyerahkan duplikat bendera pusaka sangsaka Merah putih, dan duplikat naskah proklamasih 17 Agustus 1945,dan naskah undang-undang No. 7 Tahun 1976.
Pada kesempatan itu pula Presiden mengangkat Arnaldo des Rois Araujo dan Lopez da Cruz masing-masing sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Provinsi Timor-Timur.kepada mereka kepala Negara menyerahkan duplikat bendera pusaka sangsaka Merah putih, dan duplikat naskah proklamasih 17 Agustus 1945,dan naskah undang-undang No. 7 Tahun 1976.
Senin, 17 Juli 1978
Dalam rangka memperingati genab dua tahun integrasi Timor Timur kedalam Republik Indonesia,hari ini Presiden menghadiri sidang istimewa DPRD Tingkat I timor-Timur di Dili.dalam amanatnya Kepala negara antara lain mengatakan bahwa tugas kita membangun masa depan sungguh besar da berat.Tugas ini terasa lebih berat di daerah Timor-Timur yang terbengkalai oleh warisan penjajahan yang sangat lama dan masih penuh dengan bekas-bekas luka karena perjuangan mengusir penjajah.
Selanjutnya Presiden meminta agar rakyat Timor-Timur tidak ragu-ragu didalam membangun masa depan itu, karena Pemerintah Republik Indonesia mengambil tanggungjawab sepenuhnya atas kemajuan di daerah ini. Akan tetapi diingatkannya bahwa pembangunan bukanlah suatu keajaiban;pembangunan adalah bekerja keras.
Sebelum kembali ke Jakarta, siang ini Presiden dan rombongan mengadakan peninjauan di Maliana. Di sini Presiden Soeharto disambut secara meriah oleh ribuan rakyat. Dalam pidato tampa teks,kepala Negara menegaskan bahwa tidak ada suatu kekuatan manapun yang dapat menghalangi kehendak rakyat Timor-Timur untuk berintegrasi kedalam Republik Indonesia.
Selanjutnya Presiden meminta agar rakyat Timor-Timur tidak ragu-ragu didalam membangun masa depan itu, karena Pemerintah Republik Indonesia mengambil tanggungjawab sepenuhnya atas kemajuan di daerah ini. Akan tetapi diingatkannya bahwa pembangunan bukanlah suatu keajaiban;pembangunan adalah bekerja keras.
Sebelum kembali ke Jakarta, siang ini Presiden dan rombongan mengadakan peninjauan di Maliana. Di sini Presiden Soeharto disambut secara meriah oleh ribuan rakyat. Dalam pidato tampa teks,kepala Negara menegaskan bahwa tidak ada suatu kekuatan manapun yang dapat menghalangi kehendak rakyat Timor-Timur untuk berintegrasi kedalam Republik Indonesia.
Pada kesempatan itu, Presiden telah menyerahkan bibit padi, palawija dan cengkeh,beserta sejumlah alat pertanian kepada para petani maliana. Daerah ini sangat potensial untuk pertanian,oleh karena itu pemerintah segerah membangun suatu jaringan irigasi yang akan mampu mengairi sawah seluas 17.000 hektar.
Selasa,17 Juli1979.
Pukul 10.30 pagi ini, dengan menumpang pesawat Boeing 707 milik Pelita Air Service, Presiden Soeharto bertolak dari Halim Perdanakusuma menuju Maliana dalam rangka kunjungan tidak resmi selama kurang lebih 20 jam di Filipina. Dalam kunjungan ini, Kepala Negara akan mengadakan serangkaian pembicaraan dengan presiden Filipina, Ferdinand Marcos.Ikut dalam rombongan resmi Presiden antara lain Menteri/Sekretaris Negar, Sudharmono,Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar negeri,Joop Av,Direktur Asia-Pasifik,Departemen Luar Negeri,Sudarsono, Panglima kowilhan III, Letjen. Leo Lopulisa,Asisten Intel Hankam,Mayjen. Benny Murdani, dan Asisten Menteri/Sekertaris Negara Urusan Khusus, Moerdiono.
Selasa,17 Juli1979.
Pukul 10.30 pagi ini, dengan menumpang pesawat Boeing 707 milik Pelita Air Service, Presiden Soeharto bertolak dari Halim Perdanakusuma menuju Maliana dalam rangka kunjungan tidak resmi selama kurang lebih 20 jam di Filipina. Dalam kunjungan ini, Kepala Negara akan mengadakan serangkaian pembicaraan dengan presiden Filipina, Ferdinand Marcos.Ikut dalam rombongan resmi Presiden antara lain Menteri/Sekretaris Negar, Sudharmono,Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar negeri,Joop Av,Direktur Asia-Pasifik,Departemen Luar Negeri,Sudarsono, Panglima kowilhan III, Letjen. Leo Lopulisa,Asisten Intel Hankam,Mayjen. Benny Murdani, dan Asisten Menteri/Sekertaris Negara Urusan Khusus, Moerdiono.
Mendarat di lapangan udara internasional Manila pada jam 15.00 waktu setempat,lima belas menit kemudian Presiden dan rombongan menuju ke Cavite dengan helikopter. Pembicaraan babak pertama berlangsung malam ini dimulai pada pukul 18.00,dan kemudian dilanjutkan dengan makan malam serta malam kesenian.
Sabtu, 17 Juli 1982.
Presiden Soeharto mengemukakan harapannya agar para khatib dalam khutbah shalat Idul fitri dapat memberikan udara jernih dan sejuk, sehingga dapat lebih memberikan arti pada ibadah yang telah dijalankan selama bulan puasa, serta lebih mempertebal iman dan taqwa .Harapan itu dikemukakan Kepala Negara kepada Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara pagi ini di Bina Graha.Alamsyah menyampaikan laporan kepada presiden mengenai kehidupan beragama selama bulan Ramadhan.
Dalam kesempatan itu Kepala Negara menyatakan penghargaannya terhadap apa yag telah dicapai dan ditunjukkan selama ini. Ia mengharapkan supaya keadaan yang sudah baik ini dapat ditutup dengan suasana kegembiraan pada hari raya Idul Fitri.
Pukul 10.00 pagi ini,bertempat di halaman Bina Graha, Presiden Soeharto yang didampingi oleh Menteri Penerangan, Ali Murtopo,Direktur Jenderal Radio Televisi dan Film,Sumadi, dan Direktur TVRI, Subrata, melepaskan keberangkatan kendaraan Stasiun Produksi Keliling nitu yang akan ditempatkan di provinsi-provinsi yang belum mempunyai studio TVRI. Sebelum melepaskan keberangkatan mobil-mobil tersebut, kepala Negara meninjau kendaraan dan peralatan yang terdapat didalamnya.
Minggu,17 Juli 1983.
sepanjang pagi dan siang in, Presiden Soeharto menerima kunjungan Pangab yang didampingi oleh lebih dari 30 pejabat ABRI di peternakan Tapos. Dalam kunjungan tersebut,para perwira ABRI itu diajak berkeliling untuk melihat-lihat keadaan di peternakan.Antara lain yang diperlihatkan Presiden kepada para tamunya adalah kandang sapi, kandang kambing,biogas,pemerah susu, dan ruang data.
Dalam kata sambutannya,Presiden antara lain kembali menegaskan bahwaABRI dalam menjalankan dwifungsinya sebagai dinamisator dan stabilisator harus mampu mengcountersegala isyu yang memperkecil,meremehkan,mencurigai dan menentang Pancasila sebagaiideoogi, dasar negara maupun pandangan hidup bangsa Indonesi.Dikatakannya bahwa ABRI tidak perlu ragu-ragu menghadapi segala pendapat dan tuduhan. Biar saja, pokoknya kafilah jalan terus ,Demikian Presiden.
Selasa ,17 Juli 1984.
Pukul 10.00 pagi ini,bertempat di Muara Baru, Pasar ikan,Presiden dan Ibu Tien Soeharto meresmikan Pelabuhan perikanan Samudera Jakarta. Setelah meresmikan, Presiden dan Ibu mengadakan peninjauan keliling ke cold stroge dan pabrik es.Kemudian,sesudah mengadakan dialog dengan para nelayan,keduanya menyaksikan Pameran pembangunan Perikanan 1984 di kompleks yang sama.
Dalam amanatnya Kepala Negara mengatakan bahwa pembangunan pelabuhan perikanan samudra ini harus diikuti dengan usaha mendorong kegiatan pemasaran ikan dan usaha meningkatkan konsumsi ikan di daerah pedalaman. Hal ini, Menurut Presiden, akan dapat lebih cepat terwujud jika masyarakat meningkatkan partisipasinya dalam membangun perikanan dalam arti yang luas. Artinya , tidak di bidang produksi saja, melainkan juga dalam pengelolaan dan pemasaran ikan.
Selesai upacara peresmian,Presiden mengadakan temu wicara dengan para nelayan.pada kesempatan itu kepala Negara mengajak semua nelayan di seluruh Indonesia untuk lebih memanfaatkan potensi sumber daya perikanan bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup serta mengajak generasi muda mencari nafka di laut.
Untuk meningkatkan pendapatan kaum nelayan, Presiden menyarankan agar pada musim Barat, pada waktu nelayan tidak dapat pergi ke laut untuk menangkap ikan,kegiatan para nelayan dialihkan kepada usaha lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara terlebih dahulu meningkatkan keterampiln di bidang- bidang lainnya.
Rabu, 17 Juli 1985.
Pagi ini,pada jam 08.50,Presiden Soeharto menerima Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin beserta Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam dan Menteri PAN Saleh Afiff. Setelah selesai pertemuan itu, Menteri Rusmin mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggar lalulintas dan angkutan jalan raya hanya kepada polisi saja.Dengan demikian,pada waktunya nanti para petugas Direktorat Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) tidak lagi melakukan penyidikan di jalan raya. Kebijakan tersebut diambil dalam rangka upaya mengembalikan fungsi "law enforcement' penyidikan kepada kepolisian RI. Kebijaksanaan demikian ditempuh sebagai kelanjutan dari Inpres no. 4 Tahun 1985 tentang Lalu Lintas Barang untuk mendukung perekonomian.
Selasa, 17 Juli 1990.
Menteri Perindustrian dan Listrik Arab Saudi, Abdul Aziz al Zamil,pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka sebagai utusan khusus Raja Fahd. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Agama Munawir Sjadzali itu, ia menyampaikan sepucuk surat dan rasa belasungkawa dari Raja Fahd sehubungan dengan terjadinya musibah terowongan Al Mu, aisim di mina yang menewaskan ribuan jamaah haji,termasuk dari Indonesia. Kepada Kepala Negara dijelaskannya bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan sebagai akibat dari adanya ledakan, demonstrasi , padamnya lampu aau matinya blower.
Presiden memperlihatkan rasa tidak puasnya terhadap penjelasan yang demikian.Dikatakannya kepada utusan tersebut bahwa ia percaya, pelayanan jamaah haji, tetapi pelayanan itu perlu ditingkatkan dengan semakin meningkatnya jumlah haji setiap tahunya. peningkatan itu hanya mngkin dlakukan apabila kita mengetahui oleh Indonesia dari pemerintah Arab Saudi. agar peristiwa serupa tidak lagi berulang. Dalam hubungan ini presiden antara lain mengusulkan agar pemerintah Arab Saudi membangun satu terowongan lagi.
Sabtu, 17 Juli 1982.
Presiden Soeharto mengemukakan harapannya agar para khatib dalam khutbah shalat Idul fitri dapat memberikan udara jernih dan sejuk, sehingga dapat lebih memberikan arti pada ibadah yang telah dijalankan selama bulan puasa, serta lebih mempertebal iman dan taqwa .Harapan itu dikemukakan Kepala Negara kepada Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara pagi ini di Bina Graha.Alamsyah menyampaikan laporan kepada presiden mengenai kehidupan beragama selama bulan Ramadhan.
Dalam kesempatan itu Kepala Negara menyatakan penghargaannya terhadap apa yag telah dicapai dan ditunjukkan selama ini. Ia mengharapkan supaya keadaan yang sudah baik ini dapat ditutup dengan suasana kegembiraan pada hari raya Idul Fitri.
Pukul 10.00 pagi ini,bertempat di halaman Bina Graha, Presiden Soeharto yang didampingi oleh Menteri Penerangan, Ali Murtopo,Direktur Jenderal Radio Televisi dan Film,Sumadi, dan Direktur TVRI, Subrata, melepaskan keberangkatan kendaraan Stasiun Produksi Keliling nitu yang akan ditempatkan di provinsi-provinsi yang belum mempunyai studio TVRI. Sebelum melepaskan keberangkatan mobil-mobil tersebut, kepala Negara meninjau kendaraan dan peralatan yang terdapat didalamnya.
Minggu,17 Juli 1983.
sepanjang pagi dan siang in, Presiden Soeharto menerima kunjungan Pangab yang didampingi oleh lebih dari 30 pejabat ABRI di peternakan Tapos. Dalam kunjungan tersebut,para perwira ABRI itu diajak berkeliling untuk melihat-lihat keadaan di peternakan.Antara lain yang diperlihatkan Presiden kepada para tamunya adalah kandang sapi, kandang kambing,biogas,pemerah susu, dan ruang data.
Dalam kata sambutannya,Presiden antara lain kembali menegaskan bahwaABRI dalam menjalankan dwifungsinya sebagai dinamisator dan stabilisator harus mampu mengcountersegala isyu yang memperkecil,meremehkan,mencurigai dan menentang Pancasila sebagaiideoogi, dasar negara maupun pandangan hidup bangsa Indonesi.Dikatakannya bahwa ABRI tidak perlu ragu-ragu menghadapi segala pendapat dan tuduhan. Biar saja, pokoknya kafilah jalan terus ,Demikian Presiden.
Selasa ,17 Juli 1984.
Pukul 10.00 pagi ini,bertempat di Muara Baru, Pasar ikan,Presiden dan Ibu Tien Soeharto meresmikan Pelabuhan perikanan Samudera Jakarta. Setelah meresmikan, Presiden dan Ibu mengadakan peninjauan keliling ke cold stroge dan pabrik es.Kemudian,sesudah mengadakan dialog dengan para nelayan,keduanya menyaksikan Pameran pembangunan Perikanan 1984 di kompleks yang sama.
Dalam amanatnya Kepala Negara mengatakan bahwa pembangunan pelabuhan perikanan samudra ini harus diikuti dengan usaha mendorong kegiatan pemasaran ikan dan usaha meningkatkan konsumsi ikan di daerah pedalaman. Hal ini, Menurut Presiden, akan dapat lebih cepat terwujud jika masyarakat meningkatkan partisipasinya dalam membangun perikanan dalam arti yang luas. Artinya , tidak di bidang produksi saja, melainkan juga dalam pengelolaan dan pemasaran ikan.
Selesai upacara peresmian,Presiden mengadakan temu wicara dengan para nelayan.pada kesempatan itu kepala Negara mengajak semua nelayan di seluruh Indonesia untuk lebih memanfaatkan potensi sumber daya perikanan bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup serta mengajak generasi muda mencari nafka di laut.
Untuk meningkatkan pendapatan kaum nelayan, Presiden menyarankan agar pada musim Barat, pada waktu nelayan tidak dapat pergi ke laut untuk menangkap ikan,kegiatan para nelayan dialihkan kepada usaha lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara terlebih dahulu meningkatkan keterampiln di bidang- bidang lainnya.
Rabu, 17 Juli 1985.
Pagi ini,pada jam 08.50,Presiden Soeharto menerima Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin beserta Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam dan Menteri PAN Saleh Afiff. Setelah selesai pertemuan itu, Menteri Rusmin mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggar lalulintas dan angkutan jalan raya hanya kepada polisi saja.Dengan demikian,pada waktunya nanti para petugas Direktorat Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) tidak lagi melakukan penyidikan di jalan raya. Kebijakan tersebut diambil dalam rangka upaya mengembalikan fungsi "law enforcement' penyidikan kepada kepolisian RI. Kebijaksanaan demikian ditempuh sebagai kelanjutan dari Inpres no. 4 Tahun 1985 tentang Lalu Lintas Barang untuk mendukung perekonomian.
Selasa, 17 Juli 1990.
Menteri Perindustrian dan Listrik Arab Saudi, Abdul Aziz al Zamil,pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka sebagai utusan khusus Raja Fahd. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Agama Munawir Sjadzali itu, ia menyampaikan sepucuk surat dan rasa belasungkawa dari Raja Fahd sehubungan dengan terjadinya musibah terowongan Al Mu, aisim di mina yang menewaskan ribuan jamaah haji,termasuk dari Indonesia. Kepada Kepala Negara dijelaskannya bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan sebagai akibat dari adanya ledakan, demonstrasi , padamnya lampu aau matinya blower.
Presiden memperlihatkan rasa tidak puasnya terhadap penjelasan yang demikian.Dikatakannya kepada utusan tersebut bahwa ia percaya, pelayanan jamaah haji, tetapi pelayanan itu perlu ditingkatkan dengan semakin meningkatnya jumlah haji setiap tahunya. peningkatan itu hanya mngkin dlakukan apabila kita mengetahui oleh Indonesia dari pemerintah Arab Saudi. agar peristiwa serupa tidak lagi berulang. Dalam hubungan ini presiden antara lain mengusulkan agar pemerintah Arab Saudi membangun satu terowongan lagi.
Penyusun : Erens