Presiden Soeharto Instruksikan Daerah Hadapi Masa Paceklik[1]
SELASA, 4 OKTOBER 1977, Presiden Soeharto
menginstruksikan kepada seluruh daerah untuk mengikuti perkembangan
daerahnya masing-masing dalam menghadapi masa paceklik akibat serangan
hama dan kekeringan sekarang ini, dan segera melaporkan jika terjadi
gejala-gejala kekurangan pangan, sehingga dapat segera ditanggulangi.
Demikian instruksi Presiden Soeharto dalam sidang Dewan Stabilisasi
Ekonomi Nasional yang berlangsung pagi ini. Dalam sidang itu juga telah
ditentukan prosedur operasi standard daripada penanggulangan itu.
Pertama, bagi daerah yang tidak mungkin ditanami padi, petani setempat
harus diarahkan untuk menanam palawija, seperti ketela, jagung dan
lain-lain sebagainya.
Kedua, jika penanaman palawija tidak dimungkinkan,
maka tenaga kerja petani harus dimanfaatkan untuk proyek padat karya
yang sesuai dengan keperluan pembangunan setempat, seperti proyek
pengairan, penghijauan dan pembangunan jalan.
Ketiga, jika proyek padat
karya tidak mungkin, maka Pemerintah akan menyediakan bantuan pangan
dalam bentuk lumbung-lumbung pangan yang diisi dengan beras atau pangan
lainnya, yang bisa dipinjam oleh petani dan dikembalikan lagi secara
mencicil setelah panen tiba.
Keempat, bagi petani yang benar-benar tidak
mampu disediakan bantuan dari Departemen Sosial dan bilamana perlu
diusahakan bantuan Presiden. Kelima, kredit candak-kulak perlu
ditingkatkan, tetapi harus dijaga jangan sampai uang pinjaman itu habis
dimakan dan tidak dipergunakan untuk berdagang.
Selain
itu sidang juga telah menetapkan harga dasar garam rakyat yaitu Rp 7,-
per/kg untuk jenis kualitas I, sedangkan kualitas II dengan harga Rp5,-
per/kg. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan dalam rangka realisasi tata
niaga garam rakyat. Dalam tata niaga garam yang baru ditetapkan itu, PN
Garam berfungsi tidak hanya sebagai unit usaha saja, tetapi juga
sebagai penjaga stabilisasi garam. Tata niaga garam itu juga
menggariskan bahwa garam rakyat dari Pulau Jawa hanya untuk konsumsi
Pulau Jawa saja, kecuali jika ternyata ada kelebihan. Sedangkan untuk
luar Jawa akan dicukupi oleh hasil dari Madura (PN Garam).
Pada sidang itu pula Menteri
Perindustrian M Jusuf melaporkan tentang perkembangan industri pupuk dan
semen. Pabrik pupuk Pusri IV di Palembang diharapkan dapat diresmikan
Presiden Soeharto pada akhir bulan ini atau permulaan bulan November.
Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 500.000 ton, dan kini sudah
melakukan percobaan produksi. Sementara itu Menteri Keuangan, Ali
Wardhana, melaporkan tentang laju inflasi dalam bulan September yang
mengalami kenaikkan sampai 1,62%. Laju tersebut dihitung berdasarkan
harga 62 bahan pokok dan jasa-jasa yang dikeluarkan pada bulan lalu.
Untuk menjaga agar laju inflasi tetap
terkendali atau lebih rendah dari tahun sebelumnya, yang mencapai 12,2%,
maka Presiden menginstruksikan kepada Departemen Perdagangan dan
Bappenas untuk selalu memonitor perkembangan keadaan pasar dan mengambil
langkahlangkah baru untuk penyediaan dan penyaluran bahan-bahan pokok.
Demikian hasil-hasil sidang hari ini seperti yang dijelaskan Menteri/
Sekretaris Negara Sudharmono SH kepada para wartawan.
Selesai memimpin sidang Dewan
Stabilisasi Ekonomi Nasional, Presiden Soeharto memanggil Gubemur Jawa
Barat, Aang Kunaefi, Bupati Karawang, dan Direktur Jenderal Pengairan
untuk menghadapnya di Bina Graha. Dalam pertemuan itu, Presiden telah.
memberikan petunjuk-petunjuk tentang cara mengatasi kekurangan pangan
yang dialami sebagian rakyat di daerah Kabupaten Karawang.
Setelah pertemuan itu, Gubernur Jawa
Barat menjelaskan bahwa Presiden memberikan bantuan untuk Kabupaten
Karawang berupa beras dan bibit sebagai pinjaman yang harus dikembalikan
kelak. Agar rakyat mampu mengembalikan bantuan pusat itu, kini
disiapkan proyek padat karya antara lain beberapa penggalian muara
sungai. (AFR).
[1]
Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret
1978″, hal 546-548. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI,
Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT.
Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.