Jakarta, 22 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak H.M. Soeharto
di Jakarta
Menyesalkan Sikap Pimpinan DPR/MPR[1]
Dengan Hormat,
Mulanya kami menyambut gembira
pernyataan Bapak pada hari Selasa (19 Mei 1998) bahwa Bapak akan
membentuk Komite Reformasi berikut Kabinet Reformasi, yang kami anggap
sebagai “jalan tengah” dan solusi terbaik untuk meredam krisis
belakangan ini. Namun, kami sangat sedih setelah pada hari Kamis (21 Mei
1998), kami mendengarkan langsung pernyataan Bapak melalui TV bahwa
semuanya itu tidak dapat terwujud karena tidak mendapat dukungan yang
memadai, sehingga Bapak menyatakan berhenti dari jabatan presiden.
Kami sangat menyesal dengan sikap
pimpinan DPR/MPR yang sama sekali tidak konsisten dengan pernyataan
mereka sebelumnya, bahwa mayoritas rakyat Indonesia menghendaki Bapak
diangkat kembali, baru dua bulan berlalu, pernyataan mereka lain lagi.
Dari lubuk hati, kami ingin menyampaikan
bahwa sesungguhnya rakyat Indonesia tidak hanya terdiri dari mahasiswa
atau sejumlah aktivis LSM saja, melainkan juga para petani dan
orang-orang kecil di desa-desa, di pelosok negeri ini, yang kiranya
masih merasakan kearifan dan pengayoman Bapak sebagai pemimpin yang
berjiwa kerakyatan.
Kendatipun saat ini Bapak tidak lagi
menjadi presiden RI, kami akan tetap mengingat segala jasa Bapak yang
tak ternilai besarnya. Secara khusus, rakyat Timor Timur akan selalu
mengenang Bapak Soeharto sebagai “Bapak Integrasi” dan “Bapak
Pembangunan”. Universitas Timor-Timur sama sekali tidak senada dengan
Universitas-universitas lain di Indonesia. Banyak rakyat kecil
Timor-Timur tidak dapat menahan air mata ketika melihat Bapak berdiri
tegak untuk menyatakan pernyatannya.
Sekarang, quo vadis Indonesia? (ke mana kau pergi, Indonesia?!)
Kami ingin mengutarakan keprihatinan
kami atas sikap Amin Rais yang menyatakan mendukung sikap Portugal dan
kelompok Perlawanan Timor Timur dengan menerima penentuan nasib sendiri
dan referendum bagi Timor-Timur, dalam suatu wawancara dengan radio
Televisi Portugues International (RTP), beberapa waktu yang lalu.
Padahal, sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1976 dan ketetapan MPR No. VI/78
Timor Timur sudah menjadi bagian yang utuh dari negara kesatuan RI. Jika
Indonesia sampai meninggalkan Timor-Timur, maka sikap Indonesia jauh
lebih buruk daripada sikap kaum kolonialis Portugis pada tahun 1975.
Berkat bantuan Bapak melalui Yayasan
Tunas Harapan Timor “Lorosae”, sejumlah putra Timor-Timur telah
mengenyam pendidikan tinggi. Tahun ini, sebagai contoh, 50 mahasiswa
dari Bumi Lorosae akan menuntaskan studi mereka pada perguruan tinggi di
Manado.
Kami sekeluarga tidak akan pernah
melupakan segala perhatian Bapak terhadap kami. Setelah difitnah tanpa
bukti sedikitpun tetapi hanya berdasarkan rekayasa belaka, yaitu dituduh
tidak loyal kepada bangsa dan negara, Bapak Presiden Soeharto akhirnya
menjernihkan semuanya sehingga kami diangkat menjadi anggota DPA-RI dan
sekarang dapat mengabdi sebagai Dubes keliling RI dengan Tugas Khusus.
Semoga Bapak sekeluarga senantiasa dalam lindungan dan kasih Tuhan.
Hormat kami,
F.X. Lopes da Cruz
Jakarta
Catatan:
- Lopes da Cruz merupakan putra Timor Timur.
[1]
Dikutip dari buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan
Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998″, (Jakarta: Kharisma,
1999), hal 916-917. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang
dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri,
antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati
setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut
dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.