Oetomo (Kepala Staf Angkatan Udara periode 1987-1990)
Hari itu, pada bulan Juni tahun 1962, Panglima Mandala Operasi Trikora mengadakan inspeksi di Pangkalan Udara Letfuan. Letfuan yang berada di depan daratan Irian Jaya, ketika itu dijadikan salah satu pangkalan TNI-AU. Pesawat-pesawat yang terlibat dalam operasi dan pasukan yang akan diterjunkan di Irian Jaya diberangkatkan dari sana. Seperti juga ditempat-tempat lain yang didatangi pejabat tinggi, Panglima Mandala segera menjadi pusat perhatian. Pada waktu itulah untuk pertama kali saya mengenal Bapak Soeharto yang ketika itu berpangkat mayor jenderal dan kemudian hari menjadi Presiden Republik Indonesia. Yang saya maksudkan dengan “mengenal” di sini adalah dalam arti melihat wajah dan mendengar suara beliau dari jarak dekat. Sebagai seorang perwira muda berpangkat kapten yang bertugas di pangkalan Letfuan, hanya sejauh itulah “perkenalan” dengan Pak Harto yang saya alami pada waktu itu.
Kebetulan, bersamaan dengan kunjungan inspeksi Panglima Mandala ini, TNI-AU sedang mengalami musibah. Salab satu pesawat MIG-17 yang disiagakan mendapat kecelakaan, dimana penerbangnya, Kapten Gunadi, tewas. Setelah dilapori tentang peristiwa itu, Panglima menyampaikan belasungkawa, kemudian menanyakan kejadiannya secara rinci. Yang menarik, setelah itu beliau memberi petunjuk penanganan jenazah almarhum selanjutnya. Dalam keadaan seperti itu mungkin atasan manapun akan berbuat demikian, tetapi pendekatan Mayjen. Soeharto ketika itu mengundang kelebihan. Almarhum tidak beliau kenal secara pribadi dan hubungan kedinasan baru terjalin hanya beberapa waktu sebelumnya. Tetapi pendekatan dan petunjuk-petunjuk yang beliau berikan sudah terasa dapat mengeratkan kebersamaan dan kekeluargaan, dimana beliau sendiri berada didalamnya. Setelah apa yang saya lihat di Letfuan itu saya hubungkan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan beliau sesudah beliau menjadi Presiden, saya makin yakin bahwa Bapak Soeharto adalah orang yang peka dalam menangkap dan dapat ikut merasakan kesulitan orang lain.
Pada bulan-bulan awal Operasi Trikora, untuk menerjunkan pasukan di daratan Irian Barat digunakan pesawat C-47 “Dakota”. Risiko disergap pesawat tempur Belanda cukup tinggi dan ternyata satu buah Dakota kita telah menjadi korban. Untungnya pesawat tersebut diserang setelah melakukan penerjunan dan semua awak pesawat dapat menyelamatkan diri walaupun kemudian ditawan. Beberapa Dakota lain juga pernah dikejar oleh pesawat Neptune Belanda. Melihat kejadian-kejadian itu, sebagai Panglima Mandala, Mayjen. Soeharto mengambil keputusan dan memerintahkan untuk menggunakan pesawat C-130 Hercules dalam penerjunan-penerjunan selanjutnya. Daya angkut pesawat Hercules lebih besar serta kecepatannya lebih tinggi. Risiko jumlah korbannya memang lebih besar, tetapi risiko dikejar musuh dapat dikurangi. Pada waktu perintah itu dilaksanakan, kedatangan Hercules pertama setelah penerjunan, beliau tunggu dan sambut sendiri di lapangan terbang.
Dari kejadian itu saya melihat Bapak Soeharto sebagai orang yang berani mengambil keputusan yang penuh risiko; beliau tidak ragu-ragu untuk mengambil tanggungjawab. Keputusan semacam itu jelas bukan keputusan yang diambil sesaat, tetapi merupakan keputusan yang sudah diperhitungkan dengan teliti dan didasarkan pada intuisi yang tajam.
Dari apa yang saya lihat dan dengar di Letfuan dahulu serta apa yang saya lihat dan rasakan dari hasil-hasil pembangunan dewasa ini, saya mendapat kesan, bahwa kekuatan kepemimpinan Presiden Soeharto sebagai pemimpin pemerintahan dan kepala negara terutama terletak pada wawasan beliau yang jauh ke depan, kearifan dalam menentukan prioritas, bijaksana dalam memilih strategi serta ketepatan dalam memilih tenaga-tenaga pembantu untuk masalah yang dihadapi. Keempat faktor itu merupakan kelebihan beliau sebagai negarawan.
Pada awal berdirinya, Orde Baru menghadapi banyak masalah besar yang mendesak dan umumnya mendasar. Jika kita mencari bandingannya dalam sejarah, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa negara dan bangsa manapun akan mengakui bahwa masalah yang dihadapi Orde Baru ketika itu benar-benar berat dan kritis. Tetapi dengan ketenangan luar biasa, semua itu dihadapi oleh Presiden Soeharto. Pembangunan “Manusia Indonesia Seutuhnya” jelas memerlukan jangka waktu yang panjang, kesabaran dan tidak terpengaruh oleh gejolak-gejolak sesaat. Jalan itulah yang beliau tempuh dan konsisten dalam melaksanakannya. Tidak meledak-ledak, serta patuh pada ketentuan yang telah disepakati bersama, suatu hal yang tidak mudah dilaksanakan dalam keadaan penuh tantangan dan tuntutan. Dalam hal ini beliau menempatkan diri sebagai mandataris yang tidak sedikitpun menyia-nyiakan kepercayaan rakyat.
Prioritas pertama pembangunan diletakkan di bidang ekonomi dengan titik pusat pengembangan pada sektor pertanian. Suatu hal yang menarik, karena Presiden Soeharto sendiri lama berkecimpung dalam kehidupan militer. Di negara lain pada umumnya kaum militer lebih mengarahkan pandangan ke sektor lain. Setelah masalah pangan dapat diatasi, barulah tampak jelas tekankan perhatian beliau kepada industri yang tidak kalah mendalamnya dengan perhatian beliau kepada bidang pertanian sebelum itu. Sejarah menunjukkan bahwa banyak negara khilaf dalam memilih prioritas pembangunannya, keliru dalam menetapkan strategi dan tidak tepat dalam menyusun tahapan, sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan. Dengan kemampuan memandang jauh kedepan, dengan kearifan dan kebijakan beliau, Bapak Soeharto berhasil mernbawa bangsa Indonesia menghindari kekeliruan-kekeliruan itu sehingga mampu mengangkat bangsa Indonesia ke tingkat mutu kehidupan yang lebih baik.
Bersamaan dengan peningkatan upaya pembangunan itu, stabilitas nasionalpun diperkuat. Dengan adanya stabilitas nasional yang mantap, dimungkinkan pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan dengan baik, menjangkau seluruh bidang kehidupan dan seluruh penjuru tanah air kita. Kepekaan beliau didalam menangkap, dan kesiapan batin beliau untuk ikut merasakan kesulitan orang lain, secara nasional beliau wujudkan dalam usaha dan ajakan memeratakan pembangunan dan pengenyaman hasilnya. Berbagai proyek Inpres merupakan sebahagian dari berbagai contoh yang dapat dikemukakan. Selain itu berbagai macam kredit untuk rakyat kecil yang diperkenalkan dalam masa jabatan Presiden Soeharto jelas memperlihatkan pengaruh pribadi beliau.
Apa yang telah dicapai TNI-AU dewasa ini juga tidak 1epas dari pandangan Presiden Soeharto yang jauh ke depan; ia juga tidak lepas dari kearifan serta kebijaksanaan beliau dalam menentukan strategi. Hal ini terlihat jelas terutama dalam dua hal. Pertama, dalam proses penyelesaian masalah G-30-S/PKI. Setelah peristiwa G-30-S/PKI, TNI-AU khususnya menghadapi masalah berat, namun arahan Presiden Soeharto dalam hal ini sangat tepat. Tampaknya beliau mampu memilah-milahkan persoalan dengan cermat, sehingga AU sebagai suatu angkatan, tetap beliau pandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari satu kesatuan ABRL Sebagaimana juga halnya dengan angkatan-angkatan lain, TNI-AU diberi kesempatan untuk membersihkan batang tubuhnya sendiri.
Kedua, dalam mengatasi akibat penurunan kesiapan alat utama sistem senjata yang harus dihadapi TNI-AU pada akhir tahun enam puluhan. Sebagian besar pesawat dan peralatan yang digunakan oleh TNI-AU pada waktu itu khususnyayang berasal dari Blok Timur, mendapat kesulitan suku cadang. Karenanya, kesiapan material setelah operasi Trikora yang dilanjutkan dengan Dwikora, banyak berkurang. Sementara itu, di lain segi, kemampuan ekonomi Indonesia telah sangat merosot dan menghadapi masa sulit yang berkepanjangan. Hal tersebut mengakibatkan TNI-AUmengalami kesulitan dalam memelihara keterampilan para penerbang dan teknisinya.
Dengan arahan Presiden Soeharto, TNI-AU dapat menerima sejumlah pesawat ternpur jenis Sabre. Pesawatnya sendiri tidak baru, tetapi telah dapat memenuhi kebutuhan yang mendesak dan mampu menghapus kesenjangan. Penerimaan Sabre ini memungkinkan TNI-AU memelihara kemampuan awak pesawat dan para pendukungnya, sehingga memudahkan pengembangan berikutnya dalam menerima pesawat-pesawat yang lebih maju.
Kemudian setelah itu TNI-AU menerima pesawat tempur F-5, A-4 Skyhawk dan HS Hawk. Kemudian TNI-AU menerima pula F-16 Fighting Falcon. Ini menunjukkan besarnya perhatian Presiden Soeharto dan upaya keras beliau untuk mencukupi keperluan alat utama sistem TNI-AU agar dapat mengikuti kemajuan teknologi di masa depan.
ABRI umumnya, dan TNI-AU khususnya, menyadari sepenuhnya bahwa dalam memenuhi kebutuhan nasional di bidang pertahanan, Presiden Soeharto menempuh langkah-langkah yang diselaraskan dengan kemampuan nasional yang ada. Bahwa dalam keadaan sumberdaya nasional masih sangat terbatas dan tuntutan pembangunan kesejahteraan rakyat tetap berkembang, beliau masih menyisihkan anggaran untuk pengadaan alat utama sistem senjata TNI-AU yang kita semua tabu harganya tidak murah; hal itu sudah merupakan kearifan dan kebijakan yang tersendiri.
Disamping itu, perhatian Presiden Soeharto tidak hanya ditujukan pada alat utama sistem senjata saja, tetapi juga pada masalah kesejahteraan prajurit dan keluarganya. Sebagaimana upaya beliau untuk membantu rakyat luas melalui berbagai yayasan, di lingkungan ABRI, Presiden Soeharto juga telah mengambil langkah-langkah serupa untuk membantu meningkatkan kesejahteraan prajurit dan meringankan beban keluarga mereka.
Dari sudut teknis kemiliteran, menurut hemat saya, Presiden Soeharto juga merupakan tokoh militer yang berbobot. Hal ini dapat dilihat pada keberhasilan-keberhasilan beliau dalam operasi-operasi militer dan langkah-langkah yang beliau tempuh dalam operasioperasi tertentu. Contohnya jelas terlihat pada Serangan Umum 1 Maret 1949, operasi-operasi di Sulawesi, operasi perebutan Irian Barat dan operasi pemulihan keamanan ketika terjadi G-30-S/PKI. Operasi-operasi itu selain menuntut penguasaan pengetahuan teknik kemiliteran yang tinggi, juga memerlukan kepekaan sosial politik yang tidak kurang tingginya.
Di sini pula letak kepribadian beliau yang menarik. Disamping menunjukkan kemampuan di bidang militer yang tinggi, setelah terpilih menjadi Presiden beliau juga menunjukkan kelebihan beliau didalam menguasai masalah-masalah sosial, politik dan ekonomi secara luas dan berbobot. Kesemuanya itu jelas merupakan dasar bagi keberhasilan beliau sebagai negarawan didalam memimpin negara yang kita cintai ini .