TELAH lebih dari 67 tahun bangsa kita terbebas dari penjajahan. Selama itu pula bangsa Indonesia berjuang mewujudkan cita-cita kemerdekaannya,yaitu: membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, pedamaian abadi, dan keadilan sosial. Perjalanan bangsa kita selama lebih dari 67 tahun tersebut mengalami pasang naik dan pasang surut. Perjuangan tadi mengalami banyak keberhasilan dan berbagai kegagalan.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan, bangsa kita harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dari kaum penjajah yang ingin kembali menjajah. Melalu revolusi, perjuangan bersenjata, dan perjuangan diplomasi yang panjang, akhirnya kemerdekaan bangsa kita memperoleh pengakuan dunia.
Setelah berhasil menjadi bangsa yang merdeka, bangsa kita harus berjuang menata diri untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan teramat berat karena dilakukan dalam situasi dunia yang sedang dilanda Perang dingin blok Barat, yang mewakili ideologi kapitalisme dan blok Timur, yang mewakili ideologi komunisme. Sebagai negara yang baru merdeka dan menduduki tempat yang sangat strategis dalam kancah Perang Dingin tersebut, Indonesia jelas digunakan sebagai salah satu medan pergulatan. Karena itu, Indonesia terus meneurus berada dalam situasi yang tidak stabil meskipun para pendiri Negara telah mengamanatkan kepada kita untuk tidak menerima, baik paham kapitalisme maupun komunisme. Sebab, bangsa kita telah memiliki Pancasila sebagai pandangan hidup dan Negara Indonesia Merdeka, yang mereka dirikan adalah Negara yang berdasarkan pada Pancasila.
Meskipun menghadapi suasana yang kurang mendukung, bangsa kita berhasil mencapai berbagai kemajuan, misalnya di bidang pendidikan. Apabila pada masa penjajahan, tidak banyak anak Indonesia yang dapat menikmati pendidikan, sekalipun hanya pendidikan dasar, maka pada masa itu tidak sedikit anak Indonesia yang dapat mengenyam pendidikan menengah, bahkan pendidikan tinggi. Apabila pada masa penjajahan, orang Indonesia yang mempunyai gelar akademik doktor dan profesor dapat dihitung dengan jari, maka pada saat itu telah cukup banyak jumlahnya. Namun harus kita akui bahwa kesejahteraan umum dan keadilan sosial yang menjadi cita-cita utama kemerdekaan belum memperoleh kemajuan yang memadai.
Dengan terjadinya pemberontakan G-30-S/PKI pada 1965, yang kemudian dapat diredam, maka pertentangan ideologi mulai menyurut dan gejolak politik mulai mereda. Bangsa Indonesia dapat mulai mempersiapkan diri melaksanakan pembangunan. Saat itu, bangsa kita berada dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan: inflasi sangat tinggi, hingga mencapai lebih dari 600 persen, infrastruktur sangat minim dan sebagian di antaranya rusak, cadangan devisa kosong, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat tinggi. Dalam situasi yang demikian, Jenderal Soeharto yang dipercaya MPRS untuk memimpin pembangunan menyadari bahwa tugas membangun bangsa merupakan tugas sangat berat dan berjangka panjang. Tugas membangun bangsa dalam situasi yang demikian tadi juga akan sulit dilakukan tanpa bantuan dari bangsa-bangsa lain. Oleh sebab itu, Jenderal Soeharto menggariskan pembangunan sebagai berikut:
Pertama, tujuan pembangunan adalah mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu Negara harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dan hal itu hanya mungkin terwujud kalau masyarakat bisa berubah menjadi adil dan makmur. Bentuk masyarakat adil dan makmur tentunya merupakan masyarakat industri maju yang didukung sektor pertanian tangguh.
Kedua, masyarakat yang adil dan makmur tidak mungkin terwujud dalam jangka waktu yang pendek. Ia harus dibangun setahap demi setahap melalui pembangunan yang berjangka panjang yang berkesinambungan (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pertama yang kemudian disusul dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kedua dan seterusnya). Rencana jangka panjang tadi dilakukan dengan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita). Recana Pembangunan Lima Tahunan dilaksanakan dengan Rencana Pembangunan Tahunan.
Ketiga, pembangunan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga terus bergerak maju serta pembangunan yang dilaksanakan saat ini dapat menjadi landasan pembangunan berikutnya.
Keempat, untuk mempercepat pembangunan, Indonesia tidak mengharamkan bantuan dari bangsa-bangsa lain.
Dalam melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan tadi, upaya untuk menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat menjadi sangat penting. Sebab mereka yang masih hidup di bawah garis kemiskinan tidak akan dapat secara optimal ikut melakukan pembangunan. Oleh sebab itu upaya untuk mengurangi dan meniadakan mereka yang masih hidup di bawah garis kemiskinan harus menjadi perhatian utama.
Saat mulai membangun, jumlah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat besar. Pada permulaan Repelita II saja, penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan berjumlah 54 juta jiwa atau lebih dari 40 persen jumlah penduduk pada masa itu. Namun berkat keberhasilan pembangunan yang kita laksanakan, jumlah tersebut terus menyusut sehingga pada 1996 jumlah penduduk miskin telah berkurang menjadi 22,5 juta orang, atau hanya sekitar 11,34 persen dari seluruh penduduk Indonesia pada saat itu.
Penurunan jumlah penduduk miskin yang cepat ini merupakan prestasi besar. Keberhasilan ini juga merupakan hasil keberpihakkan Pemerintah untuk melindungi dan mengangkat mereka yang kurang beruntung untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Namun pada saat terjadi krisis moneter pada paruh kedua 1997, dan kemudian bereskalasi menjadi krisis ekonomi dan krisis multidimensi, kemiskinan meningkat kembali menjadi 24 persen, pada 2005 menjadi 16 persen, dan pada 2009 menjadi 14 persen. Pada 2011 September yang lalu penduduk yang hidup dalam kemiskinan berjumlah 29,89 juta atau sekitar 12,36 persen dari jumlah penduduk. Hal ini berarti bahwa selama kita melaksanakan reformasi jumlah penduduk miskin tidak berkurang tetapi sebaliknya bertambah.
Selama bangsa kita melaksanakan pembangunan berencana, pada masa Orde Baru, memang telah dilakukan intervensi secara mikro dalam upaya pengentasan kemiskinan. Upaya tadi dilakukan melalui berbagai cara, yaitu sebagai berikut:
Pertama, program yang memberi modal berupa tanah, direalisasikan dengan program transmigrasi bagi petani kecil dan buruh-tani dari Jawa ke Luar Jawa.
Kedua, program yang memberi akses terhadap air bersih, pemeliharaan kesehatan, sanitasi, dan lingkungan hidup yang lebih baik, yang direalisasikan dengan program perbaikan kampung.
Ketiga, program yang memberi kesempatan kerja bagi tenaga kerja yang sedang menganggur dan mau menerima upah yang relatif rendah, direalisasikan dengan Program Padat Karya.
Keempat, program yang memberi investasi modal insani, direalisasikan dengan program pendidikan nonformal, seperti Paket Kejar A dan Paket Kejar B serta Program Pelatihan Kerja.
Kelima, program yang memberi bantuan modal usaha. Bantuan modal usaha ini diberikan dengan berbagai cara, seperti Program Bantuan Kesejahteraan Sosial kepada kelompok usaha bersama, Program Inpres Desa Tertinggal, Kredit Murah, dan lain sebagainya.
Pengentasan kemiskinan memang memerlukan kebijakan, komitmen, organisasi, dan program serta pendekatan yang tepat. Lebih dari itu, diperlukan juga sikap yang tidak memperlakukan orang miskin hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek.
Dalam mengatasi kemiskinan tadi, kita melihat bahwa salah satu prakarsa dunia adalah dengan mengadakan “Millenium Development Goals” 2015. Dalam MDGs 2015 tadi tercantum delapan sasaran yang ingin diwujudkan hingga 2015 yaitu: (1) melenyapkan kemiskinan dan kelaparan absolut; (2) mewujudkan pendidikan dasar universal untuk seluruh penduduk; (3) mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5) memperbaiki kesehatan ibu; (6) memerangi HIV /AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya; (7) menjamin kelestarian lingkungan; (8) mengembangkan kerja sama global untuk pembangunan.
Tujuan MDGs tadi perlu diwujudkan oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya yang telah meratifikasi prakarsa tersebut. Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak anggota PBB yang telah meratifikasi Millenium Development Goals. Karena itu, Indonesia harus dapat mewujudkannya jika tidak mau diremehkan bangsa lain.
Tidak lama lagi kita akan sampai pada 2015. Kita melihat bahwa masih banyak hal yang harus kita lakukan agar dapat mewujudkan tujuan MDGs. Apabila kita melihat keadaan ekonomi kita sekarang, barangkali tidak sedikit di antara kita yang merasa pesimis kalau kita dapat mencapainya. Bangsa Indonesia yang dikaruniai Tuhan Yang Mahaesa dengan kekayaan alam yang melimpah, penduduk yang tidak sedikit dan tergolong tidak malas, tidak sedikit jumlah cendekiawan, mempunyai bekal yang memadai tetapi tidak mampu mewujudkan MDGs. Apaklah yang salah pada bangsa ini?[Soenarto S]
Sumber: Jejak Langkah/Harian Pelita 18 Januari 2013
Selama bangsa kita melaksanakan pembangunan berencana, pada masa Orde Baru, memang telah dilakukan intervensi secara mikro dalam upaya pengentasan kemiskinan. Upaya tadi dilakukan melalui berbagai cara, yaitu sebagai berikut:
Pertama, program yang memberi modal berupa tanah, direalisasikan dengan program transmigrasi bagi petani kecil dan buruh-tani dari Jawa ke Luar Jawa.
Kedua, program yang memberi akses terhadap air bersih, pemeliharaan kesehatan, sanitasi, dan lingkungan hidup yang lebih baik, yang direalisasikan dengan program perbaikan kampung.
Ketiga, program yang memberi kesempatan kerja bagi tenaga kerja yang sedang menganggur dan mau menerima upah yang relatif rendah, direalisasikan dengan Program Padat Karya.
Keempat, program yang memberi investasi modal insani, direalisasikan dengan program pendidikan nonformal, seperti Paket Kejar A dan Paket Kejar B serta Program Pelatihan Kerja.
Kelima, program yang memberi bantuan modal usaha. Bantuan modal usaha ini diberikan dengan berbagai cara, seperti Program Bantuan Kesejahteraan Sosial kepada kelompok usaha bersama, Program Inpres Desa Tertinggal, Kredit Murah, dan lain sebagainya.
Pengentasan kemiskinan memang memerlukan kebijakan, komitmen, organisasi, dan program serta pendekatan yang tepat. Lebih dari itu, diperlukan juga sikap yang tidak memperlakukan orang miskin hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek.
Dalam mengatasi kemiskinan tadi, kita melihat bahwa salah satu prakarsa dunia adalah dengan mengadakan “Millenium Development Goals” 2015. Dalam MDGs 2015 tadi tercantum delapan sasaran yang ingin diwujudkan hingga 2015 yaitu: (1) melenyapkan kemiskinan dan kelaparan absolut; (2) mewujudkan pendidikan dasar universal untuk seluruh penduduk; (3) mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5) memperbaiki kesehatan ibu; (6) memerangi HIV /AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya; (7) menjamin kelestarian lingkungan; (8) mengembangkan kerja sama global untuk pembangunan.
Tujuan MDGs tadi perlu diwujudkan oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya yang telah meratifikasi prakarsa tersebut. Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak anggota PBB yang telah meratifikasi Millenium Development Goals. Karena itu, Indonesia harus dapat mewujudkannya jika tidak mau diremehkan bangsa lain.
Tidak lama lagi kita akan sampai pada 2015. Kita melihat bahwa masih banyak hal yang harus kita lakukan agar dapat mewujudkan tujuan MDGs. Apabila kita melihat keadaan ekonomi kita sekarang, barangkali tidak sedikit di antara kita yang merasa pesimis kalau kita dapat mencapainya. Bangsa Indonesia yang dikaruniai Tuhan Yang Mahaesa dengan kekayaan alam yang melimpah, penduduk yang tidak sedikit dan tergolong tidak malas, tidak sedikit jumlah cendekiawan, mempunyai bekal yang memadai tetapi tidak mampu mewujudkan MDGs. Apaklah yang salah pada bangsa ini?[Soenarto S]
Sumber: Jejak Langkah/Harian Pelita 18 Januari 2013