Presiden Soekarno Sambil Menunjukkan Telunjukknya: “Nyoto, Kau Tolol, Mengobarkan Peristiwa yang Terkutuk Itu”
Pada tanggal 6 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil kabinet untuk bersidang di Istana Bogor. Saya pun dipanggilnya untuk datang dan memberikan laporan mengenai situasi.
Hadir dalam kesempatan ini Lukman dan Nyoto dari PKI. Juga hadir Subandrio dan dr. Leimena.
Suasana jauh dari murung atau sedih di tengah sidang itu. Padahal baru kemarin para Pahlawan Revolusi dimakamkan. Saya merasa tidak enak di tengah suasana yang banyak gelak dan tawa. Saya kesal melihat orang-orang PKI hadir dalam kesempatan ini, sementara saya sudah yakin, bahwa mereka pasti punya hubungan dengan penculikan dan pembunuhan teman-teman saya itu.
Waktu saya diminta bicara, saya terangkan apa yang saya ketahui mengenai kejadian dan situasi hari-hari itu.
Nyoto menyangkal tanggung jawab PKI terhadap kudeta yang gagal itu. Malahan dia menuduh dengan apa yang dinamakannya “Dewan Jenderal”.
Dalam pada itu Presiden Soekarno dalam kesempatan itu menunjukkan telunjuknya kepada Nyoto dan berkata, “Nyoto, kau tolol, mengobarkan peristiwa yang terkutuk itu. Peristiwa ini menghancurkan nama komunis. Itu satu tindakan kekanak-kanakan.”
Setelah sidang kabinet di Bogor itu, di Jakarta saya menerima kabar sedih. Ade Irma Suryani, yang baru saja menginjak umur lima tahun, meninggal dunia pada tanggal 6 Oktober 1965 lewat pukul 22.00. Putri Jenderal Nasution itu dirawat di RSPAD enam hari, setelah mengalami tembakan dari jarak satu meter oleh G.30.S/PKI dan menderita luka-luka parah.
Esok harinya, tanggal 7 Oktober, anak yang tidak berdosa itu dimakamkan di pekuburan Blok P Kebayoran.
Rakyat sudah membakar gedung PKI yang ada di Kramat. Saya perintahkan supaya tidak chaos.
Komando Aksi Pengganyangan G.30.S atau “KAP Gestapu” bersama-sama dengan organisasi masyarakat yang sebelum ini selalu beradu-hadapan dengan PKI berkumpul di Taman Sunda Kelapa dan menuntut pembubaran PKI. Front Nasional membawa spanduk-spanduk dan meneriakkan tuntutan: “Bubarkan PKI !, Gantung Aidit !, PKI Anti Tuhan !, PKI Biadab !, Gantung PKI dan begundal-begundalnya!”.
KAP Gestapu/Front Pancasila yang menjadi penegak dalam penumpasan PKI di tengah masyarakat. Berdampingan dengan kami.
Kesatuan Aksi-Kesatuan Aksi pun muncul. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) disusul oleh Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia, Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia, dan lain-lain.
Saya harus pegang kendali di tengah jalannya semua gerakan ini, sementara saya tetap ingat kepada siapa saya harus menengadah. Saya harus dekat kepada-Nya.
Pada masa-masa itu saya tidak punya pikiran sedikitpun untuk menjatuhkan Bung Karno. Di mata saya beliau tetap pemimpin yang berjasa, sekalipun beliau punya penilaian lain terhadap apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 itu. Tetapi saya tidak memandang perlu terus menerus mengemukakan pendirian saya tentangnya di depan orang banyak itu, kecuali pada saat-saat yang tepat.
Di hari-hari berikutnya didapat kabar mengenai tertangkapnya Untung, gembong Gestapu itu, pada tanggal 11 Oktober 1965. Sekian waktu kemudian ia diajukan ke sidang pengadilan dan dijatuhi hukuman mati. Aidit yang lari dari Halim ke Yogya dengan naik pesawat AURI itu, tertangkap oleh Yon G dalam satu operasi yang dipimpin langsung oleh Kolonel Jasir Hadibroto, Komandan Brigif-4. Ia mati, ditembak sewaktu akan melarikan diri, pada tanggal 22 November 1965, menurut laporan yang sampai pada saya.
Sementara itu Hari Pahlawan telah diisi dengan acara berdo’a di pusara para Pahlawan Revolusi kita di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dalam kesempatan ini Bung Karno pun hadir dan menyebarkan bunga di atas makam para Pahlawan Revolusi kita itu.
Setelah itu saya keluarkan instruksi yang berisikan dasar-dasar kebijakan penertiban dan pembersihan personil sipil dari G.30.S/PKI di kompartemen-kompartemen, departemen-departemen dan lembaga-lembaga serta badan-badan lainnya dalam aparatur pemerintahan.
Sahirman, gembong G.30.S di Jawa Tengah, yang merebut Studio RRI Semarang waktu meletus G.30.S itu, ternyata lari ke daerah Gunung Merapi. Begitu juga kawan-kawannya (Ex. Kolonel) Maryono, (ex. Letkol.) Usman. Di daerah Merapi itu memang dulu di tahun 1950 pernah ada gerombolan “Merapi Merbabu Complex” (MMC) yang ekstrim kiri dan PKI turut di dalamnya.
Sarwo Edhie turun tangan lagi dengan Komando Operasi Merapinya di bulan Desember 1965, dan Sahirman serta kawan-kawannya dapat di tumpas di sana.
Begitulah warna suasana sewaktu melakukan penumpasan atas G.30.S/PKI dan sisa-sisanya.
Tetapi hal ini tidak berarti selesai, sebab, selang beberapa waktu kemudian muncul lagi gerpol-gerpolnya.
- Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982